Banyak Kasus di Industri Keuangan, Lapor OJK Kalau Tak Nyaman

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
19 November 2020 13:55
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dalam acara Pekan Fintech Nasional 2020 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)
Foto: Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dalam acara Pekan Fintech Nasional 2020 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Belakangan ini masyarakat sedang digaduhkan dengan kasus kehilangan dana nasabah dalam jumlah besar yang disimpan di perbankan.

Merespons hal tersebut, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso menyampaikan, regulator punya peran memberikan perlindungan kepada konsumen jika ada lembaga jasa keuangan yang bermasalah.

"OJK punya tugas melakukan pengawasan, Jadi kalau [masyarakat merasa] nggak aman dan nyaman, silakan lapor ke OJK," kata Wimboh, dalam acara webinar OJK Mengajar: Transformasi Digital dalam Rangka Pemulihan Ekonomi Nasional secara virtual, Kamis (19/11/2020).

Meski demikian, OJK menyebut memberikan rasa aman dan nyaman tersebut dalam pelaksanaannya tidak bisa mutlak sampai 100 persen, sebab ada pelbagai faktor yang menyebabkan terjadinya masalah di sektor jasa keuangan, baik dari pengurus yang melanggar ketentuan, literasi keuangan masyarakat yang rendah atau karena perusahaan sedang mengalami masalah secara bisnis.

Namun, sebagai regulator, Wimboh memastikan, OJK menjalankan tugasnya melakukan pengawasan di industri jasa keuangan baik dari bank, industri keuangan non bank hingga pasar modal.

"Kita sampaikan ada 110 bank, asuransi hampir 200, itu jumlah perhatian kita tidak banyak dan kita yakin bisa kita selesaikan, asosiasi juga punya peran mengedukasi dan melindungi masyarakat," paparnya.

Peran Asosiasi

Sebelumnya, Wimboh Santoso juga meminta agar asosiasi di sektor perusahaan teknologi finansial turut serta dalam melakukan edukasi kepada masyarakat. Tak hanya itu, regulator juga mendorong peran asosiasi dalam penegakan aturan bagi anggotanya yang melanggar.

Hal ini disampaikannya dalam forum Institute of Social Economic Digital, Rabu (18/11/2020). Menurut Wimboh, saat ini tingkat literasi keuangan digital di Indonesia di level 35,51 persen, masih jauh dari tingkat inklusi keuangan nasional mencapai 76,19%.

Menurutnya, dengan tingkat literasi keuangan digital yang masih rendah, masyarakat yang masih awam dengan aplikasi keuangan digital seperti peer to peer lending atau pinjam-meminjam secara daring akan rentan mengalami penipuan. Untuk itu, dia mendorong peran asosiasi fintech selaku Self Regulated Organization (SRO) untuk mengedukasi masyarakat. Mengenai literasi tersebut, OJK akan mendukung asosiasi dalam menjalankan program tersebut.

"Kami harapkan peran SRO melakukan di lapangan termasuk edukasi, menyelesaikan dispute, mendisiplinkan pelakunya. Kami sepakat bahwa ada code of conduct, yang bandel tolong di-enforce," ujar Wimboh.

Wimboh melanjutkan, selain mengedukasi masyarakat, asosiasi juga harus menegakkan aturan, terutama bagi anggotanya yang melanggar, menyelesaikan permasalahan antara konsumen dengan pinjol yang bermasalah tersebut. Untuk itu, asosiasi harus memastikan penerapan market conduct dapat dijalankan dengan baik.

"Asosiasi fintech harus jadi front line sehingga kalau ada isu-isu di lapangan yang kita anggap sebagai SRO fintech turun tangan dan menyelesaikan dengan cara market solution," pungkasnya.


(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article OJK Sebut Industri Keuangan RI Aman, Ini Faktanya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular