Raksasa Rokok Gudang Garam vs HM Sampoerna, Siapa Terbaik?

tahir saleh, CNBC Indonesia
19 November 2020 14:32
Rokok, Tembakau Rokok, Djarum, Gudang Garam, Sampoerna, Sampoerna Mild
Foto: Kolase/ HM Sampoerna vs Gudang garam

Secara kinerja, performa bisnis emiten rokok ini juga terpengaruh, tak terkecuali dua raksasa GGRM yang berkantor pusat di Kediri Jawa Timur dan HMSP asal Surabaya Jawa Timur ini.

Per September 2019, Gudang Garamemiten rokok milik Keluarga Wonowidjojo, mencatatkan laba bersih sebesar Rp 5,65 triliun, turun 22% dari periode yang sama tahun lalu Rp 7,24 triliun di tengah pandemi Covid-19.

Koreksi laba bersih itu terjadi justru ketika pendapatan perusahaan naik menjadi Rp 83,38 triliun, naik 2,03% dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp 81,72 triliun.

Perusahaan mencatatkan penurunan beban usaha menjadi Rp 5,54 triliun dari sebelumnya Rp 5,76 triliun dan penurunan tajam beban lainnya menjadi hanya Rp 2,61 miliar dari sebelumnya Rp 22,71 miliar.

Total aset per September mencapai Rp 76,93 triliun, turun dari Desember 2019 yakni sebesar Rp 78,65 triliun dengan kas dan setara kas Rp 5,56 triliun, naik dari Desember 2019 yakni Rp 3,57 triliun.

Kewajiban perusahaan mencapai Rp 20,35 triliun dari Desember 2019 yakni Rp 27,72 triliun dan ekuitas Rp 76,93 triliun, turun dari Desember 2019 yakni Rp 78,65 triliun.

Pemegang saham terakhir dari perusahaan rokok asal Kediri, Jawa Timur ini yakni PT Suryaduta Invetama.

Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia pada 13 Agustus lalu, Heru Budiman, Corporate Secretary Gudang Garam, menjelaskan dampak pandemi Covid-19 akan berimbas pada penurunan laba bersih sekitar 25%, kendati ada prediksi kenaikan total pendapatan sekitar 25%.

"Turunnya laba bruto dan laba bersih per 30 Juni 2020 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya disebabkan oleh kenaikan beban cukai dan penurunan volume penjualan," katanya.

"Di samping itu, daya beli masyarakat tertentu masih belum pulih di tengah pandemi Covid-19," jelasnya.

Tahun lalu, Gudang Garam membukukan laba bersih Rp 10,80 triliun atau tumbuh 40% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018 yakni Rp 7,79 triliun.

Kenaikan laba bersih itu seiring dengan pendapatan perusahaan yang juga naik 15,47% menjadi Rp 110,52 triliun dari sebelumnya Rp 95,71 triliun.

Adapun pesaingnya, Hanjaya Mandala SampoernaTbk atau HM Sampoerna mencatatkan laba bersih periode 9 bulan tahun ini atau per September 2020 mencapai Rp 6,91 triliun, turun 32,25% dari periode yang sama tahun lalu Rp 10,20 triliun.

Koreksi laba tersebut terjadi seiring dengan pendapatan yang juga menurun di periode Januari hingga September itu.

Pendapatan produsen rokok Dji Sam Soe dan Sampoerna Mild ini turun 12,55% menjadi Rp 67,78 triliun dari periode yang sama tahun lalu Rp 77,51 triliun.

Beban pokok sebetulnya berhasil ditekan menjadi Rp 53,54 triliun dari sebelumnya Rp 58,62 triliun, sementara beban umum dan administrasi juga turun menjadi Rp 1,49 triliun dari Rp 1,77 triliun.

Beban keuangan juga turun menjadi Rp 615,75 miliar dari sebelumnya 804,28 miliar, dan ada selisih rugi kurs Rp 495 juta dari sebelumnya laba selisih kurs Rp 309 juta.

Penjualan terbesar yakni pasar lokal untuk sigaret kretek mesin sebesar Rp 45,28 triliun, turun dari sebelumnya Rp 54,66 triliun.

Penjualan HMSP September 2020Foto: Penjualan HMSP September 2020
Penjualan HMSP September 2020

Adapun aset perusahaan per September mencapai, Rp 44,74 triliun, turun dari Desember 2019 yakni Rp 50,90 triliun. Posisi kas dan setara kas juga berkurang menjadi Rp 14,15 triliun dari Desember 2019 yakni Rp 18,82 triliun.

Manajemen HMSP, dalam penjelasan di laporan keuangan itu, mengatakan dampak negatif ekonomi akibat dari Covid-19 dan adanya kebijakan PSBB (pembatasan sosial berskala besar) dari pemerintah telah menyebabkan penurunan daya beli masyarakat dan perubahan prioritas belanja konsumen.

Efeknya, berdampak pada penurunan volume industri rokok dan perubahan preferensi rokok konsumen dewasa ke produk-produk yang lebih terjangkau di Indonesia.

"Pandemi Covid-19 juga telah mengakibatkan terganggunya kegiatan operasional perusahaan, seperti adaptasi kegiatan manufaktur, pengadaan barang, periklanan dan promosi, untuk memastikan keselamatan pemangku kepentingan Perusahaan dan mematuhi peraturan pemerintah," tulis manajemen HMSP, dikutip Rabu (18/11/2020).

"Semua ini berdampak negatif terhadap kinerja bisnis perusahaan," tulis HMSP.

(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular