
Rupiah Bisa Menguat Sampai Rp 13.800-an/US$? Why Not!

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat. Namun mata uang Negeri Paman Sam belum bisa didorong ke bawah Rp 14.000.
Pada Selasa (17/11/2020) pukul 12:45 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.017. Rupiah menguat 0,59% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kinerja rupiah memang sedang kinclong. Dalam sebulan terakhir, mata uang Ibu Pertiwi menguat 4,45% di hadapan dolar AS. Selama tiga bulan ke belakang, penguatannya lebih sangar lagi yaitu 4,78%.
Rupiah mulai menjalani tren apresiasi sejak April 2020, sejak neraca perdagangan Indonesia selalu membukukan surplus setiap bulannya. Sejak awal April 2020 hingga saat ini, rupiah meroket dengan penguatan 14,74% terhadap dolar AS.
Ya, neraca perdagangan memang memainkan peran penting. Surplus neraca perdagangan menandakan pasokan devisa dari ekspor-impor aman terkendali, bahkan melimpah. Ini menjadi pijakan bagi rupiah untuk terus menguat.
So, bagaimana prospek ke depan? Apakah rupiah masih bisa terus menguat?
Kemungkinan ke arah sana cukup besar. Pertama, impor kemungkinan belum akan meningkat signifikan karena ekonomi belum berjalan sesuai kapasitasnya akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Proses produksi masih akan terganggu, permintaan pun tertahan.
Sejak Juli-Oktober 2020, impor selalu terkontraksi (tumbuh negatif) dalam kisaran dua digit. Bahkan kontraksi impor telah terjadi 16 bulan berturut-turut.
"Tren apresiasi rupiah yang signifikan pun sepertinya masih belum mampu mendorong impor tumbuh positif, setidaknya pada November 2020," tulis riset Mirae Asset.
"Ke depan, sepertinya permintaan valas di dalam belum tinggi karena korporasi belum akan meningkatkan belanja modal. Mungkin permintaan valas hanya akan bersifat musiman seperti pembayaran dividen atau utang jatuh tempo, tetapi bukan impor," sebut riset Citi.
Dengan impor yang masih nyungsep, maka kemungkinan neraca perdagangan Indonesa bakal kembali mencatatkan surplus dalam bulan-bulan ke depan. Ini tentu membuka peluang penguatan rupiah lebih lanjut.
Tidak hanya dari sektor riil, keperkasaan rupiah juga akan didukung oleh pasar keuangan. Aset-aset di pasar keuangan Indonesia kini sedang menjadi salah satu primadona.
Bank Indonesia (BI) mencatat, sepanjang 9-12 November 2020 investor asing membukukan beli bersih Rp 7,18 triliun di pasar keuangan Indonesia. Terdiri dari beli bersih Rp 4,71 triliun di pasar obligasi pemerintah dan Rp 2,47 triliun di pasar saham.
Di tengah tren suku bunga rendah, terutama di negara-negara maju, investor yang mendambakan cuan tentu mencari tempat baru untuk menanamkan modal. Nah, pasar keuangan Indonesia bisa menjanjikan itu.
Saat ini valuasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang dicerminkan dari Price/Earnings Ratio (P/E) adalah di 17,33 kali. Lebih rendah dibandingkan bursa saham Malaysia (19,46 kali), Thailand (17,96 kali), atau Filipina (21,45 kali). Artinya, ruang IHSG untuk menanjak masih terbuka dan tentu ini cuan buat investor.
Sementara imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 10 tahun saat ini adalah 6,231%. Lebih lebih tinggi dibandingkan instrumen serupa di Malaysia (2,67%), Thailand (1,355%), atau Filipina (3,019%).
Per akhir Oktober 2020, kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) tercatat Rp 954,95 triliun. Naik 2,34% dibandingkan akhir bulan sebelumnya.
"Kepemilikan asing di SBN masih 10% di bawah saat sebelum pandemi (Februari 2020). Kami meyakini bahwa investor asing akan menambah kepemilkannya, sehingga rupiah dan harga obligasi akan menguat lagi," tulis riset Citi.
"Ruang penguatan rupiah masih terbuka. Walau menguat tajam akhir-akhir ini, tetapi secara year-to-date rupiah masih merupakan salah satu mata uang terlemah di Asia," sebut riset Mirae Asset.
Ke depan rupiah bisa sampai ke level berapa? Apakah bisa di kisaran Rp 13.800/US$?
Saat ini rupiah berada di Rp 14.040/US$, masih di bawah rerata pergerakan 50 hari, 100 hari, dan 200 hari. Artinya, ruang penguatan masih terbuka.
Indikator stochastic pun berada di bawah 20, artinya jenuh jual. Investor sudah lelah menjual rupiah dan sekarang adalah waktu untuk mengoleksinya.
![]() |
Kalau rupiah tidak terpukul oleh aksi ambil untung yang berlebihan, rasanya level Rp 13.800/US$ sebelum akhir tahun ini sangat mungkin tercapai. Dengan begitu, rupiah tidak lagi melemah secara year-to-date.
"BI pun sepertinya merestui penguatan rupiah. Sebab penguatan rupiah dapat merangsang impor bahan baku dan barang modal untuk membangkitkan aktivitas manufaktur, yang merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto," sebut riset Mirae Asset.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Dolar AS Balas Dendam, Rupiah Dibikin KO Hari Ini
