
Dolar AS Diramal Ambrol 20%, Cepat Buang atau Bakal Nangis!

Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar baik bagi umat manusia datang sejak pekan lalu. Vaksin virus corona yang sedang dikebut uji klinisnya membuahkan hasil, 2 perusahaan farmasi asal Amerika Serikat (AS), mengumumkan hasilnya efektif mencegah penyakit akibat virus corona (Covid-10) lebih dari 90%.
Pengumuman tersebut disambut baik pelaku pasar, aset-aset berisiko kembali menjadi sasaran investasi, dan aset-aset aman (safe haven) seperti dolar AS, menjadi kurang menarik. Kabar baik tersebut menjadi kabar buruk bagi dolar AS.
Citigroup memprediksi di tahun 2021, ketika vaksin virus corona didistribusikan dan perekonomian global mulai bangkit, maka dolar AS akan ambrol 20%.
"Kami percaya distribusi vaksin akan memenuhi semua tanda-tanda periode penurunan (bear market), dolar AS akan mengikuti pola sama yang terjadi pada pertengahan 2.000an, ketika memulai tren melemah yang berlangsung selama bertahun-tahun," kata ahli strategi Citigroup dalam sebuah laporan yang dikutip Bloomberg.
Perusahaan farmasi asal AS, Pfizer yang berkolaborasi dengan BioNTech asal Jerman, Senin (9/11/2020) pekan lalu mengumumkan vaksin buatanya efektif menangkal penyakit akibat virus corona (Covid-19) hingga lebih dari 90% tanpa efek samping yang berbahaya.
Senin kemarin perusahaan farmasi asal AS lainnya, Moderna, yang mengumumkan hal sama.
CEO Moderna, Stephane Bancel, kemarin mengatakan hasil sementara uji coba tahap III vaksin miliknya efektif mencegah Covid-19 hingga lebih dari 94%.
"Ini merupakan momentum perbaikan dalam perkembangan kandidat vaksin Covid-19 milik kami. Sejak awal Januari kami mengejar virus ini dengan intens untuk melindungi manusia di seluruh dunia sebisa mungkin. Analisis positif dari studi fase III memberikan validasi klinis awal bahwa vaksin bisa mencegah Covid-19," ujarnya.
Citigroup mengatakan ada banyak alasan untuk optimistis dari pengembangan vaksin saat ini, dan ketika didistribusikan ke masyarakat akan menjadi awal penurunan dolar AS. Beberapa bulan ke belakang, ahli strategi Citigroup sudah mengantisipasi dolar AS akan terpukul akibat pemilihan presiden AS, vaksin, serta kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed)
Sepanjang tahun ini hingga Senin kemarin, indeks dolar AS sudah merosot nyaris 4% ke 92,642, berdasarkan data Refinitiv, dan berada di dekat level terendah dalam 2 tahun terakhir.
Joseph 'Joe' Biden memenangi pemilihan presiden AS melawan petahana Donald Trump, memberikan pukulan pertama bagi dolar AS. Pelaku pasar memperkirakan kemenangan Biden akan mengakhiri perang dagang AS-China, atau setidaknya tidak akan memburuk lagi.
Saat itu terjadi maka pelaku pasar akan semakin gencar masuk ke aset-aset berisiko, dan dolar AS yang merupakan aset safe haven menjadi semakin tak menarik.
Selain itu, stimulus fiskal yang akan digelontorkan Joe Biden kemungkinan lebih besar dari Trump. Semakin besar stimulus, maka jumlah uang yang beredar di perekonomian bertambah, secara teori dolar AS akan melemah.
Belum lagi The Fed yang tidak akan menaikkan suku bunga hingga tahun 2023 mendatang, dan ada kemungkinan stimulus moneter melalui program pembelian aset (quantitative easing/QE) akan ditingkatkan nilainya.