Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas batangan produksi PT Aneka Tambang Tbk. atau yang dikenal dengan emas Antam akhirnya naik 1% ke Rp 978.000/batang untuk satuan 1 gram pada perdagangan hari ini, Jumat (13/11/2020). Sebelumnya, logam mulia ini ambrol dalam 3 hari beruntun dengan persentase nyaris 4%, dan berada di level termurah sejak 21 Juli lalu.
Penurunan tajam tersebut terjadi akibat merosotnya harga emas dunia setelah adanya kabar vaksin virus corona dari Pfizer.
Perusahaan farmasi asal AS tersebut berkolaborasi dengan BioNTech asal Jerman, dan mengumumkan vaksin buatanya efektif menangkal penyakit akibat virus corona (Covid-19) hingga lebih dari 90% tanpa efek samping yang berbahaya.
Kabar tersebut menumbuhkan harapan hidup akan segera normal, roda bisnis kembali berputar dan perekonomian bisa segera bangkit. Alhasil, pelaku pasar kembali berinvestasi di aset-aset berisiko, dan emas yang menyandang status aset aman (safe haven) menjadi tak menarik harganya pun ambrol 4,6% pada perdagangan Selasa (10/11/2020), dan menyeret turun emas Antam.
Emas dunia merupakan kiblat harga logam mulia di dalam negeri. Ketika harga emas dunia naik, maka harga emas Antam cenderung ikut naik, begitu juga sebaliknya. Ada juga faktor lain yang mempengaruhi harga emas Antam yakni nilai tukar rupiah.
Sial bagi emas Antam, nilai tukar rupiah juga sedang perkasa. Emas dunia dibanderol dengan dolar AS, saat Mata Uang Garuda Menguat harga emas dunia akan menjadi lebih murah jika dikonversi ke rupiah. Artinya, penguatan rupiah bisa menekan harga emas Antam.
Kembali ke emas dunia, setelah ambrol di awal pekan, pergerakannya juga saat ini mulai stabil. Selain itu, para analis masih belum merubah proyeksi emas akan terus menguat. Bahkan, ketika vaksin virus corona sudah ada.
"Virus bisa hilang, tetapi bukan berarti perekonomian akan pulih dengan cepat. Sudah terjadi banyak kerusakan yang tidak bisa diperbaiki dengan cepat," kata Ole Hansen, kepala strategi komoditas di Saxo Bank, sebagaimana dilansir Kitco, Senin (9/11/2020).
"Pada dasarnya kita melihat pelaku pasar yang keluar dari emas setelah melakukan aksi beli dalam 6 bulan terakhir. Tetapi masih ada banyak ketidakpastian untuk emas, vaksin menjadi kabar bagus (bagi perekonomian), tetapi tetap tidak merubah narasi (penguatan emas) yang ada," katanya
Hansen merupakan analis yang memprediksi harga emas akan mencapai US$ 4.000/troy ons dalam beberapa tahun ke depan.
Satu troy ons, mengacu aturan di pasar, setara dengan 31,1 gram, sehingga besaran US$ 4.000 per troy ons dikonversi dengan membagi angka tersebut dengan 31,1 gram, hasilnya US$ 128,61 per gram. Dengan asumsi kurs rupiah Rp 14.000/US$, maka harga emas bisa menembus Rp 1,8 juta/gram.
Jika melihat harga emas Antam saat ini yang masih di bawah Rp 1 juta/batang untuk satuan 1 gram, kenaikan ke Rp 1,8 juta terlihat sangat signifikan.
Lantas, apakah itu masuk akal?
Harga emas dunia sepanjang tahun ini, hingga Kamis kemarin sudah menguat 23%. Sementara jika melihat rekor tertinggi sepanjang masa US$ 2.072,49/troy ons yang dicapai pada 17 Agustus lalu, emas melesat 36% dari posisi akhir tahun 2019 lalu.
Kondisi yang membuat harga emas melesat di tahun ini sama dengan 2008 yakni krisis dan stimulus moneter dan fiskal. Yang membedakan, krisis di perekonomian kali ini dipicu oleh pandemi penyakit virus corona (Covid-19), sementara di tahun 2008 akibat subprime mortgage.
Tetapi langkah yang diambil sama oleh bank sentral dan pemerintah sama, khususnya di Amerika Serikat (AS).
Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) membabat habis suku bunga acuannya menjadi 0,25%, dan menggelontorkan program pembelian aset (quantitative easing/QE). Yang membedakan, QE kali ini jauh lebih besar dari tahun 2008.
Sebab, The Fed mengatakan berapa pun nilainya akan digelontorkan selama dibutuhkan oleh perekonomian, sementara pada periode 2008 lalu, nilainya dipatok per bulan.
Besarnya QE yang dilakukan The Fed tercermin dari Balance Sheet The Fed yang menunjukkan nilai aset (surat berharga) yang dibeli melalui kebijakan quantitative easing. Semakin banyak jumlah aset yang dibeli, maka balance sheet The Fed akan semakin besar.
Balance sheet The Fed mengalami lonjakan signifikan sejak September 2008, dan terus menanjak setelahnya. Agustus 2008, nilai balance sheet The Fed masih di bawah US$ 1 triliun, di akhir 2011 nilainya nyaris US$ 3 triliun. Emas terus bergerak naik pada periode tersebut hingga mencetak rekor tertinggi sepanjang masa pada September 2011.
QE pertama digelontorkan pada November 2008, harga emas di akhir Oktober berada di level US$ US$ 723/troy ons, sementara rekor tertinggi di yang dicapai pada 6 September US$ 1.920/troy ons.
Artinya selama periode tersebut harga emas dunia melesat 165%.
Di tahun ini, Balance Sheet The Fed melonjak signifikan, dari sekitar US$ 4,1 triliun di bulan Februari lalu, langsung melesat naik hingga saat ini lebih dari US$ 7 triliun. Kenaikan sekitar US$ 3 triliun hanya dalam tempo beberapa bulan saja.
Balance Sheet The Fed diperkirakan masih akan bertambah lagi ke depannya, sehingga harga emas tentunya berpeluang naik, mengulang periode 2008.
Jika berkaca dari 2008 hingga 2011, dimana kenaikan emas mencapai 165%, jika terjadi lagi mulai tahun ini harga emas tentunya akan memecahkan rekor tertinggi lagi.
Di akhir Februari lalu, emas berada di level US$ 1.584/troy ons, jika mengalami kenaikan 165% artinya harga emas dunia bisa mencapai sekitar US$ 4.200/troy ons. Artinya, harga emas Antam ke Rp 1,8 juta/gram berpeluang terjadi dalam beberapa tahun ke depan.
Apalagi, dengan stimulus fiskal yang digelontorkan pemerintah AS yang jauh lebih besar di tahun ini ketimbang tahun 2008 lalu. Pada periode pertama lalu, nilai stimulus fiskal AS sekitar US$ 3 triliun, dan periode kedua yang kemungkinan akan cair dalam beberapa pekan atau bulan ke depan juga akan bernilai triliunan dolar AS. Sementara di tahun 2008 lalu, hanya sebesar US$ 158 miliar.
Stimulus fiskal begitu juga stimulus moneter merupakan bahan bakar emas untuk terus menanjak. Stimulus fiskal akan menguntungkan emas dari 2 sisi.
Pertama, semakin besar stimulus artinya semakin banyak uang yang beredar di perekonomian, secara teori dolar AS akan melemah. Saat dolar AS melemah harga emas akan menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, sehingga permintaan berpotensi meningkat, harganya pun naik.
Kedua, banjir likuiditas di perekonomian tentunya berisiko memicu kenaikan inflasi. Secara tradisional emas dianggap sebagai lindung nilai terhadap inflasi, sehingga ketika inflasi naik emas akan diburu investor.
TIM RISET CNBC INDONESIA