
Ini Kunci Pendongkrak Kinerja Bank Mega di Kala Pandemi

Kuatnya pendapatan bunga tidak terlepas dari kenaikan kredit yang disalurkan, meski di kala pandemi, serta kemampuan perseroan menjaga agar pos beban tidak membengkak sehingga berujung pada keunggulan efisiensi.
Di tengah krisis, kinerja penyaluran kredit pasti tertekan. Menyusul wabah Covid-19, Bank Indonesia (BI) telah beberapa kali merevisi target pertumbuhan kredit untuk tahun 2020: dari 10%-12% (akhir 2019), direvisi menjadi 9%-11% (Februari), dan menjadi 6%-8% (Maret).
Data OJK per September menyebutkan pertumbuhan kredit masih lemah, yakni hanya 0,12% secara tahunan. Secara bulanan juga terhitung tumbuh hanya 0,16%. Kredit modal kerja tercatat tumbuh 0,08% secara bulanan, dan 2,8% secara tahun berjalan, meski secara tahunan masih melemah 2,4%.
Namun, penyaluran kredit Bank Mega justru bagaikan tahan-pandemi dengan tumbuh 4,7% menjadi Rp 50,5 triliun. Menurut data Tim Riset CNBC Indonesia, capaian itu melampaui kinerja kredit bank sejenis, yang justru minus 3,37%.
Jika melihat rasio profitabilitas lainnya, Bank Mega juga unggul dibandingkan dengan kompetitornya. Rasio pengembalian aset (return on asset/ROA) masih tumbuh positif sebesar 2,9%, dibandingkan posisi tahun lalu sebesar 2,7% dan juga lebih baik dari capaian industri.
Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia (SPI) terbaru (per Agustus), ROA perbankan nasional hanya di level 1,9%. ROA bank Mega itu merupakan yang tertinggi di antara bank sekelasnya (bank umum konvensional buku III non-BPD). Rata-rata ROA bank di kategori tersebut sejauh ini berada di level 0,99%.
Di sisi lain, rasio pengembalian ekuitas (return on equity/ROE) masih kuat, sebesar 15,7%, jika dibandingkan dengan posisi setahun sebelumnya (14%). Ini juga menjadi yang tertinggi di antara ROE bank sejenis (bank umum konvensional buku III non-BPD) sebesar 5,56%.
(ags/ags)