
Kemarin Hancur Lebur, Emas Diprediksi Tetap Akan Melesat Naik

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia menguat menjelang dibukanya perdagangan sesi Amerika Serikat (AS) setelah hancur lebur awal pekan kemarin. Kabar vaksin dari Pfizer yang sukses menangkal virus corona membuat emas mengalami aksi jual.
Melansir data Refinitiv, pada pukul 18:33 WIB, emas menguat 0,78% ke US$ 1.876,29/troy ons di pasar spot. Sementara itu, harga emas dunia Senin kemarin ambrol 4,6%.
Meski merosot tajam, tetapi banyak analis mempertahankan proyeksi penguatan harga emas ke depannya.
Ole Hanson, kepala strategi komoditas di Saxo Bank, salah satunya. Ia masih memberikan outlook bullish (tren naik) pada emas dalam jangka pendek, sebab meski vaksin sudah ditemukan, masih perlu waktu untuk didistribusikan ke masyarakat.
Seperti diketahui sebelumnya, Pfizer, perusahaan farmasi asal AS yang berkolaborasi dengan BioNTech asal Jerman, mengumumkan vaksin buatannya efektif menangkal penyakit akibat virus corona (Covid-19) hingga lebih dari 90% tanpa efek samping yang berbahaya.
"Hasil pertama dari uji klinis fase tiga uji vaksin mengindikasikan kemampuan vaksin kami untuk mencegah Covid-19," ujar Chairman & CEO Pfizer Albert Bourla dalam pernyataannya kemarin, sebagaimana dilansir CNBC International, Senin (9/11/2020)
Menurut Hansen virus mungkin akan hilang, tetapi bukan berarti perekonomian akan pulih dengan cepat.
"Virus bisa hilang, tetapi bukan berarti perekonomian akan pulih dengan cepat. Sudah terjadi banyak kerusakan yang tidak bisa diperbaiki dengan cepat," kata Hansen, sebagaimana dilansir Kitco, Senin (9/11/2020).
Aksi jual yang menimpa emas kemarin tidak membuat Hansen terkejut, hal itu terjadi karena kemungkinan stimulus fiskal yang akan dikeluarkan pemerintah AS nilainya kemungkinan akan lebih kecil.
"Pada dasarnya kita melihat pelaku pasar yang keluar dari emas setelah melakukan aksi beli dalam 6 bulan terakhir. Tetapi masih ada banyak ketidakpastian untuk emas, vaksin menjadi kabar bagus (bagi perekonomian), tetapi tetap tidak merubah narasi yang ada," katanya.
Meski stimulus fiskal yang digelontorkan kemungkinan kecil, tetapi perekonomian masih menghadapi banjir likuiditas dari stimulus fiskal sebelumnya serta stimulus moneter yang nilainya mencapai triliunan dolar AS.
Menurut para analis dan ekonom, saat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) menggelontorkan stimulus moneter tahun 2008 ketika terjadi krisis finansial, perlu waktu sekitar 10 tahun untuk menyerap kembali likuiditas tersebut.
Besarnya stimulus moneter melalui program pembelian aset (quantitative easing/QE) oleh The Fed tahun ini lebih besar dari tahun 2008. Hal tersebut tercermin dari Balance Sheet The Fed yang menunjukkan nilai surat berharga yang dibeli melalui kebijakan quantitative easing. Semakin banyak jumlah aset yang dibeli, balance sheet The Fed akan membesar.
Balance Sheet The Fed mengalami lonjakan signifikan sejak September 2008, dan terus menanjak setelahnya. Agustus 2008, nilai Balance Sheet The Fed masih di bawah US$ 1 triliun, di akhir 2011 nilainya nyaris 3 triliun. Emas terus bergerak naik pada periode tersebut hingga mencetak rekor tertinggi sepanjang masa pada September 2011.
Sementara itu sejak Februari tahun ini, Balance Sheet The Fed kembali melonjak, hingga lebih dari US$ 7,1 triliun. Emas sekali lagi mencetak rekor tertinggi sepanjang masa pada Agustus lalu.
Selain masih banjir likuiditas, The Fed yang akan mempertahankan suku bunga rendah dalam waktu yang cukup lama juga masih menopang penguatan emas. Selain itu, jika ekonomi bangkit dengan cepat, ada kemungkinan inflasi akan melesat, lebih tinggi dari suku bunga the Fed <0,25%, artinya suku bunga riil menjadi negatif, lagi-lagi emas akan diuntungkan.
Belum lagi emas yang secara tradisional dianggap aset lindung nilai terhadap inflasi, permintaannya tentunya akan meningkat.
"Kenyataannya suku bunga tidak akan dinaikkan dalam waktu dekat, dan itu akan bagus untuk emas. Jika kita melihat perekonomian bangkit dengan cepat, maka ada potensi inflasi akan melesat dan membuat suku bunga riil menjadi negatif," kata Hansen.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Citigroup: Emas Akan Cetak Rekor Lagi Sebelum Akhir 2020