Trump Lengser! Raja Mata Uang Dolar AS Bakal Menyusul?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
09 November 2020 19:15
dollar
Foto: REUTERS/Dado Ruvic/Illustration

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) merosot pada pada pekan lalu setelah Joseph 'Joe' Biden dari Partai Demokrat diunggulkan menang melawan Donald Trump dari Partai Republik dalam pemilihan presiden AS.

Meski perhitungan suara masih berlangsung di beberapa negara bagian, tetapi berdasarkan data dari NBC News, Biden memperoleh 279 electoral vote, sementara Trump 214 electoral vote. Peroleh Biden sudah melebihi batas minimal 270 electoral vote, artinya Biden akan menjadi Presiden AS ke-46, sementara Trump harus lengser.

Merosotnya dolar AS terlihat dari indeksnya yang merosot ke nyaris 2% ke 92,229. Indeks yang mengukur kekuatan dolar AS tersebut kini berada di dekat level terendah dalam lebih dari 2 tahun terakhir 91,746, yang dicapai pada 1 September lalu, melansir data Refinitiv.

Kemenangan Biden diprediksi akan mengakhiri perang dagang AS dengan China, atau setidaknya tidak akan bertambah buruk dari saat ini. Perang dagang yang dikobarkan AS dibawah pemerintahan Presiden Trump sudah berlangsung sejak tahun 2018, yang memicu pelambatan ekonomi tidak hanya kedua negara tetapi secara global.

Sepanjang tahun 2019, perekonomian China tumbuh 6,1%, turun jauh dibandingkan tahun 2018 sebesar 6,6%. Sementara itu perekonomian AS tumbuh 2,3% di 2019, turun dari 2,9% di tahun 2018.

Data dari Bank Dunia (World Bank) menunjukkan di tahun 2019 perekonomian dunia tumbuh 2,4% melambat dari tahun sebelumnya 3%.

Ketika perang dagang berakhir, diharapkan perekonomian global akan bangkit. Dalam kondisi tersebut investor akan mengalirkan modalnya ke aset-aset berisiko yang memberikan cuan lebih besar, alhasil aset safe haven seperti dolar AS menjadi tidak menarik.

Selain itu, stimulus fiskal yang akan digelontorkan Biden dan Partai Demokrat guna membangkitkan perekonomian yang terpuruk akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19) juga akan lebih besar ketimbang yang akan digelontorkan Trump dan Partai Republik.

Nancy Pelosi, Ketua House of Representative (DPR) dari Partai Demokrat sebelumnya mengajukan stimulus fiskal dengan nilai US$ 2,2 triliun, yang tidak disepakati oleh Pemerintahan Trump, dan ditolak oleh Partai Republik.

Semakin besar stimulus artinya semakin banyak uang yang beredar di perekonomian, secara teori dolar AS akan melemah.

Kemenangan Biden memang membuat dolar AS tertekan, sebaliknya jika Trump yang memenangi pilpres the greenback diprediksi bisa menguat. Sebab, kebijakan proteksionisme yang dianut Trump kemungkinan akan membuat perang dagang dengan China berlarut-larut yang memicu ketikdakpastian global.

Dolar AS akan menjadi target investasi.

Selain itu, stimulus fiskal yang akan digelontorkan juga lebih kecil dari Biden sehingga tekanan bagi dolar AS tidak besar.

Namun jangan salah, meski Trump lengser dolar AS tetaplah dolar AS, sang raja mata uang dunia. Memang dolar AS akan mengalami pelemahan, tetapi statusnya sebagai raja mata uang dunia sulit didongkel.

Dolar AS sudah diterima di berbagai penjuru dunia, transaksi international juga mayoritas menggunakan Mata Uang Paman Sam ini. Sehingga permintaannya akan selalu ada. Cadangan devisa negara-negara di dunia juga masih didominasi dolar AS, bahkan jauh di atas mata uang lainnya.

Berdasarkan data dari International Monetari Fund (IMF), porsi dolar AS di cadangan devisa global mencapai 57,45% atau US$ 6.901,5 miliar. Di posisi kedua ada euro dengan porsi 19,01%. Pemerintah China yang sedang getol membuat membuat mata uang yuan menjadi lebih diterima di dunia porsinya hanya 1,92%, sangat jauh ketimbang dolar AS.


Untuk jangka panjang, posisi dolar AS masih belum bisa dilengserkan. meski porsi euro dan yuan di cadangan devisa akan meningkat.

"Pada akhirnya, apa yang kita pikirkan akan terjadi dalam 25 tahun ke depan adalah kita akan maju, kita akan memiliki dunia dengan tiga mata uang utama: dolar AS, euro, dan yuan" kata Massimiliano Castelli, head of strategy and advice, global sovereign markets, dari UBS Asset Management, sebagaimana dilansir Reuters.

"Dalam 25 tahun terakhir, porsi dolar AS sekitar 60%-65% di cadangan devisa dunia. Ke depannya kita mungkin akan melihat porsi dolar AS sekitar 50%, euro 20%-25%, dan yuan 5%-10%, dan menjadi 3 mata uang cadangan devisa dunia," tambahnya.

Nilai dolar AS mungkin saja melemah, bahkan cukup tajam, tetapi bukan berarti lengser dari raja mata uang dunia.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular