
Lagi, Lagi, dan Lagi! Rupiah Tak Bosan Jadi Juara Asia...

Well, tidak Cuma di Asia, dolar AS memang lemas di level dunia. Pada pukul 09:06 WB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,06%.
Mata uang Negeri Paman Sam masih belum bisa lepas dri tren pelemahan. Dalam sepekan terakhir, Dollar Index terpangkas hampir 1,5%. Bahkan sejak awal bulan ini koreksinya nyaris 2%.
Kemenangan Joseph 'Joe' Biden di pemilihan presiden (pilpres) membuat dolar AS tertekan. Kehadiran Biden di Gedung Putih diperkirakan membuat suasana di Washington lebih adem, tidak membara seperti empat tahun masa pemerintahan Donald Trump.
Sejak terpilih pada 2016, Trump memang doyan 'tempur'. Sasaran utama eks taipan properti itu adalah China. Merasa bahwa berdagang dengan China tidak adil, berat sebelah, Trump mengenakan bea masuk terhadap importasi ribuan produk asal Negeri Panda.
Ini yang menjadi sebab-musabab perang dagang AS vs China. Pendekatan America First juga menyeret AS ke arena perang dagang dengan negara-negara lain seperti Meksiko, Kanada, sampai Uni Eropa.
Pemerintahan Biden diperkirakan akan berbeda. Jeffrey Prescott, anggota tim kampanye Biden, mengungkapkan pemerintahan Biden akan berkonsultasi kepada negara-negara sekutu AS untuk menentukan nasib bea masuk atas produk-produk China. Jika negara-negara sekutu kontra terhadap kebijakan itu, maka bukan tidak mungkin akan dicabut.
"Kesalahan pemerintahan Trump adalah memutuskan segala sesuatu sendirian. Beliau (Biden) tidak akan mengambil keputusan prematur, kami akan berkonsultasi dengan negara-negara sekutu," kata Prescott dalam wawancara dengan Reuters.
Euforia perubahan ini membuat pelaku pasar bergairah. Aset-aset berisiko di negara berkembang terus menjadi buruan, sementara aset aman seperti dolar AS ditinggalkan. Sepanjang euforia ini terus terjadi, maka ruang penguatan rupiah masih terbuka lebar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
