
Survei Tunjukkan Biden Unggul atas Trump, Rupiah Juara Asia!

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat cukup tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (3/11/2020).
Sentimen pelaku pasar yang sedang bagus membuat rupiah perkasa, sementara dolar AS sedang dalam mode defensif menanti pemilihan presiden (pilpres) di AS antara petahana dari Partai Republik, Donald Trump, dan penantangnya dari Partai Demokrat, Joseph 'Joe' Biden.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan di level Rp 14.580/US$, menguat 0,31%. Setelahnya rupiah ke Rp 14.570/US$ yang merupakan level terkuat sejak 1 September.
Penguatan rupiah sempat terpangkas hingga stagnan di Rp 14.625/US$, tetapi di akhir perdagangan rupiah kembali ke level Rp 14.570/US$, menguat 0,38% di pasar spot. Level tersebut merupakan yang terkuat sejak 1 September.
Tidak sekedar menguat, rupiah juga menjadi juara alias mata uang dengan kinerja terbaik di Asia. Mayoritas mata uang utama Asia memang menguat melawan dolar AS, tetapi tidak ada yang sebesar rupiah. Hingga pukul 15:28 WIB, hanya won Korea Selatan dan dolar Taiwan yang melemah, itu pun kurang dari 0,1%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Membaiknya sentimen pelaku pasar tercermin dari menghijaunya bursa saham global awal pekan kemarin, dan berlanjut hingga hari ini. Bursa Asia menguat lagi ditopang oleh data manufaktur di Asia, Eropa, hingga Amerika Serikat yang menunjukkan peningkatan.
Selain itu, dolar AS kini dalam mode defensif menjelang pilpres AS berlangsung Selasa 3 November waktu setempat, artinya dimulai sore menjelang malam nanti waktu Indonesia. Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan mata uang Paman Sam, pagi ini melemah 0,42% di 93,732.
Setelah pilpres selesai, maka fokus akan tertuju pada stimulus fiskal di AS. Cepat atau lambat stimulus tersebut akan cair, dan saat itu terjadi jumlah uang yang bereda di perekonomian akan bertambah. Secara teori, dolar AS akan melemah.
Yang paling penting, untuk jangka panjang, perang dagang AS-China tidak akan berkobar lagi, yang tentunya berdampak positif ke perekonomian dan pasar finansial global. Dalam kondisi tersebut, negara-negara emerging market sekali lagi akan diuntungkan dari capital inflow.
Tekanan bagi dolar AS akan lebih besar seandainya Joe Biden memenangi pilpres, sebab stimulus fiskal diperkirakan akan lebih besar ketimbang jika Donald Trump melanjutkan periode pemerintahannya.
