
Harga Batu Bara Sentuh US$ 60/ton, Kuat Berapa Lama?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga kontrak berjangka batu bara termal Newcastle masih melanjutkan tren kenaikannya. Kendati belum mencapai level tertingginya di bulan Oktober, tetapi harga kontrak batu legam tersebut sudah tembus level psikologis US$ 60/ton.
Pada perdagangan awal pekan sekaligus awal bulan November Senin (2/11/2020), harga kontrak berjangka Newcastle naik 2,28% ke US$ 60,6/ton. Sejak mencapai level terendahnya di pertengahan Oktober lalu, harga kontrak batu bara telah naik hampir 13%.
Harga batu bara terus melorot akibat merebaknya pandemi Covid-19. Pada periode Januari-April harga merosot tajam. Setelah itu harga cenderung bergerak menyamping atau sideways.
Namun memasuki bulan Juli, harga batu bara malah kembali tertekan dan sempat turun ke bawah US$ 50/ton di bulan Agustus. Namun karena pasokan batu bara domestik China yang ketat membuat harga batu baranya naik signifikan maka harga batu bara termal Newcastle pun ikut terkerek naik.
Bayangkan saja harga batu bara domestik China kini hampir US$ 38/ton lebih mahal dari harga batu bara impor lintas laut (seaborne) Newcastle Australia. Dalam kondisi normal, perusahaan listrik, baja hingga industri lain termasuk trader harusnya beralih ke batu bara impor yang lebih murah.
Hanya saja kebijakan kuota impor yang diterapkan China membatasi hal tersebut terjadi. Apalagi beredar rumor tak sedap soal China yang memboikot batu bara termal dan kokas Australia karena hubungan keduanya yang tak harmonis akibat pandemi Covid-19.
Sentimen di pasar batu bara telah membaik akibat pelonggaran lockdown di berbagai belahan dunia. Pelonggaran pembatasan mengarah pada aktivitas ekonomi yang lebih kuat dan peningkatan permintaan listrik.
Pengurangan pasokan batu bara lintas laut karena harga yang sudah sangat rendah telah membantu menyeimbangkan pasar, yang bahkan sampai saat ini masih kelebihan pasokan.
Menurut kajian Refinitiv, dengan harga batu bara saat ini, sebagian besar (sekitar 50% pada harga spot saat ini) dari volume produksi batu bara yang diangkut melalui laut menghasilkan marjin operasi tunai negatif.
"Dengan harga yang ditetapkan tetap jauh di bawah biaya marjinal industri karena permintaan yang masih lemah, pemotongan pasokan yang sedang berlangsung dari produsen berbiaya tinggi seharusnya berfungsi untuk secara perlahan mendukung pemulihan harga." tulis laporan Refinitiv
Lebih lanjut, harga juga didukung oleh permintaan impor yang mulai pulih di sejumlah pasar utama termasuk India sebagai importir batu bara termal terbesar kedua di dunia.
Jika perbaikan impor ini terus terjadi, pemulihan lebih lanjut dalam impor batu bara India akan memainkan peran penting dalam mendukung perdagangan lintas laut global, termasuk menimbulkan tekanan ke atas pada harga.
Hanya saja prospek pemulihan permintaan dan harga batu bara masih menghadapi risiko yang besar. Gelombang kedua infeksi Covid-19 di berbagai negara terutama Amerika Utara dan Eropa membuat banyak wilayah yang kembali jatuh dalam lockdown.
Negara Eropa seperti Prancis telah melakukan lockdown nasional. Sementara itu Jerman lebih memilih menutup restoran, bar dan bioskop. Di Italia, pemerintah membatasi mobilitas publik antar kawasan.
Jika kondisi ini terus berkembang, maka kenaikan harga batu bara akan sedikit tertahan seiring dengan terhambatnya laju roda pemulihan ekonomi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Rata-Rata Batu Bara Diproyeksi Lebih Rendah Pada 2020