Nyaris ke US$60/ton, Harga Batu Bara Malah Ambles

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
30 October 2020 09:13
Aktivitas bongkar muat batubara di Terminal  Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara, Senin (19/10/2020). Dalam satu kali bongkar muat ada 7300 ton  yang di angkut dari kapal tongkang yang berasal dari Sungai Puting, Banjarmasin, Kalimantan. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)  

Aktivitas dalam negeri di Pelabuhan Tanjung Priok terus berjalan meskipun pemerintan telah mengeluarkan aturan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) transisi secara ketat di DKI Jakarta untuk mempercepat penanganan wabah virus Covid-19. 

Pantauan CNBC Indonesia ada sekitar 55 truk yang hilir mudik mengangkut batubara ini dari kapal tongkang. 

Batubara yang diangkut truk akan dikirim ke berbagai daerah terutama ke Gunung Putri, Bogor. 

Ada 20 pekerja yang melakukan bongkar muat dan pengerjaannya selama 35 jam untuk memindahkan batubara ke truk. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Batu bara di Terminal Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara berjangka Newcastle ditutup drop pada perdagangan kemarin, Kamis (29/10/2020). Harga batu bara yang sudah naik tinggi serta maraknya aksi penerapan kembali lockdown membuat batu legam tersebut terkoreksi. 

Harga batu bara Newcastle berjangka ditutup melemah 0,76% ke US$ 58,9/ton usai mendekati level psikologis US$ 60/ton. Meskipun melemah, harga batu bara masih tercatat menguat 0,6% sepanjang minggu ini. 

Harga batu bara sempat menyentuh level US$ 59,35/ton dan merupakan harga tertinggi dalam dua pekan terakhir. Setelah itu harga mulai terkoreksi akibat adanya aksi profit taking para trader

Di sisi lain lonjakan kasus Covid-19 secara global terutama di Benua Eropa membuat pembatasan mobilitas publik (lockdown) kembali mulai digalakkan.

Prancis mengumumkan bakal menerapkan lockdown nasional lagi. Sementara Jerman menempuh jalan yang lebih lunak dengan menutup restoran, bar, bioskop hingga tempat hiburan lain mulai 2 November nanti.

Lockdown yang skalanya masif membuat konsumsi listrik terutama dari sektor industri dan komersial drop. Pasokan listrik global masih banyak didominasi oleh pembangkit yang menggunakan bahan bakar batu bara. 

Penurunan permintaan listrik pada akhirnya juga membuat kebutuhan akan batu bara drop. Alhasil harga komoditas bahan bakar fosil ini juga ikut terkerek turun. 

Impor batu bara di kawasan Asia terbilang masih lemah. Di Jepang, impor batu bara termal periode September dilaporkan turun 7% (yoy) menjadi 8,5 juta ton. Sepanjang sembilan bulan tahun ini, impor batu bara Negeri Sakura drop ke level terendah sejak tujuh tahun terakhir.

Pada Januari-September Kementerian Keuangan Jepang melaporkan impor batu legam tersebut sebesar 78,5 juta ton, lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu sebanyak 82,5 juta ton.

Pengiriman dengan tujuan yang telah dikonfirmasi di China turun secara signifikan pada bulan September dan tetap tertekan pada bulan Oktober, tetapi semua pelabuhan utama menunjukkan lebih dari 1 juta pengiriman ke tujuan yang belum dikonfirmasi dalam kedua bulan tersebut.

Bisa jadi ini merupakan peningkatan dari bulan-bulan sebelumnya dan pengiriman yang pada akhirnya akan sampai ke China atau pengiriman yang akan dijual kembali karena mereka tidak dapat masuk ke China karena mengikuti instruksi Beijing.

Seperti yang diketahui bersama, belakangan beredar rumor bahwa produsen baja utama dan perusahaan listrik diminta berhenti mengimpor batu bara Australia.

Ancaman permintaan China yang lebih lambat untuk batu bara termal Australia di sisa tahun ini, menyusul ekspor 3,9 juta ton/bulan pada November-Desember 2019 dan harga gas alam cair (LNG) yang relatif rendah di Asia Timur mungkin masih membatasi potensi kenaikan harga batu bara dalam waktu dekat.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Rata-Rata Batu Bara Diproyeksi Lebih Rendah Pada 2020

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular