Rupiah Kaget dan Melemah, Efek Kelamaan Libur?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 November 2020 09:10
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/A Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot pagi ini. Mata uang Tanah Air yang sudah berhari-hari absen dari lantai perdagangan butuh waktu untuk beradaptasi.

Pada Senin (2/11/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.620 kala pembukaan pasar spot. Sama persis alias stagnan dibandingkan posisi penutupan perdagangan sebelum cuti bersama peringatan Maulid Rasulullah SAW.

Namun beberapa menit kemudian rupiah masuk jalur merah. Pada pukul 09:02 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.650 di mana rupiah melemah 0,21%.

Cuti bersama itu lumayan lama, tiga hari perdagangan. Dalam tiga hari tersebut, banyak sentimen yang terlewatkan oleh rupiah.

Sentimen yang paling dominan adalah pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang semakin ganas, terutama di Eropa. Per 1 November 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan jumlah pasien positif corona di Benua Biru dan Britania Raya mencapai 11.062.715 orang. Bertambah 218.623 orang (2,02%) dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Dalam 14 hari terakhir (19 Oktober-1 November), rata-rata pasien positif bertambah 221.582 orang per hari. Melonjak tajam dibandingkan 14 hari sebelumnya yaitu 123.493 orang per hari.

Sementara rata-rata laju pertumbuhan kasus harian dalam dua pekan terakhir adalah 2,38%. Juga meningkat dibandingkan dua minggu sebelumnya yakni 1,76%.

Per 1 November, jumlan pasien meninggal dunia akibat virus corona di Eropa tercatat 285.135 orang. Bertambah 2.270 orang (0,8%) dibandingkan sehari sebelumnya.

Selama 14 hari terakhir, rata-rata 2.077 orang Eropa meninggal setiap harinya akibat serangan virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu. Melonjak hampir dua kali lipat dibandingkan 14 hari sebelumnya yaitu 1.090 orang per hari.

Laju pertumbuhan pasien yang tutup usia pun semakin cepat. Dalam dua pekan terakhir, rata-rata pertumbuhan kasus adalah 0,77% per hari. Naik dibandingkan dua minggu sebelumnya yakni 0,44% per hari.

Perkembangan ini membuat dua perekonomian terbesar Eropa, Jerman dan Prancis, kembali memberlakukan karantina wilayah (lockdown). Demi mempersempit ruang gerak penularan virus corona, warga kembali diminta sebisa mungkin #dirumahaja.

"Kita harus mengambil langkah sekarang. Sistem kesehatan saat ini mungkin masih bisa mengatasi tantangan yang ada, tetapi kecepatan infeksi membuat kapasitas akan mencapai batasnya dalam beberapa pekan ke depan," tegas Angela Merkel, Kanselir Jerman, sebagaimana diwartakan Reuters.

Mulai 2-30 November, pemerintah Jerman memerintahkan restoran dan bioskop untuk tutup sementara. Pertokoan masih boleh dibuka, tetapi kapasitas pengunjung dibatasi.

Kebijakan serupa juga diterapkan oleh Prancis. Presiden Emmanuel Macron menyatakan virus corona menyebar dengan kecepatan tinggi di Eropa, tidak terkecuali di Negeri Anggur.

"Kita dalam posisi yang sama dengan negara-negara tetangga, digilas oleh gelombang serangan kedua yang lebih berat dan mematikan ketimbang yang pertama. Saya memutuskan kita harus kembali ke lockdown agar dapat menghentikan laju penyebaran," kata Macron dalam pidato yang disiarkan televisi nasional, seperti dikutip dari Reuters.

Mulai Jumat waktu setempat, rakyat Prancis diperintahkan untuk semaksimal mungkin berada di rumah. Boleh keluar hanya untuk membeli kebutuhan pokok, mengakses layanan kesehatan, berolahraga maksimal satu jam per hari, pergi bekerja jika tidak dimungkinkan work from home, dan pergi ke sekolah. Namun mereka yang keluar rumah harus menunjukkan surat yang akan diperiksa oleh aparat keamanan.

Tidak lama berselang, Inggris menyusul. Pemerintahan Perdana Menteri Boris Johnson memutuskan lockdown berskala nasional kembali diterapkan selama sebulan ke depan.

"Kita harus bertindak sekarang. Kalau kita tidak bertindak, maka angka kematian bisa mencapai beberapa ribu orang per hari.

"Hari Natal akan berbeda tahun ini, mungkin sangat berbeda. Namun saya berharap dan yakin bahwa aksi yang kita lakukan sekarang akan membuat seluruh keluarga bisa menghadapi ini bersama-sama," kata Johnson dalam konferensi pers, seperti dikutip dari BBC.

Berdasarkan analisis sejumlah lembaga, kasus corona di Negeri Big Ben akan mencapai puncaknya pada Desember hingga Januari 2021. Selepas itu, kurva kasus diperkirakan mulai melandai seiring kehadiran vaksin anti-virus corona, yang diyakini Johnson akan datang pada kuartal I-2021.

coronaFoto: BBC

Pada kuartal III-2020, ekonomi Eropa sebenarnya mulai pulih meski masih tumbuh negatif alias terkontraksi. Eropa memang masih resesi, tetapi jauh membaik ketimbang 'kerak neraka' pada kuartal II-2020.

Namun dengan lockdown yang kembali marak, maka prospek pada kuartal IV-2020 boleh dikata suram. Persepsi ini yang membuat pelaku pasar mundur teratur dari aset-aset berisiko dan memilih memegang aset aman (safe haven) seperti dolar AS.

Pada pukul 08:18 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,06%. Dalam sepekan terakhir, indeks ini melesat lebih dari 1%.

Keperkasaan dolar AS yang masih berlanjut membuat peluang penguatan rupiah menipis. Baru pulang dari libur panjang, rupiah harus menerima kenyataan tercebur di zona merah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular