
Pasar RI Libur, Kurs Dolar Singapura Naik ke Rp 10.750/SG$

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura menguat melawan rupiah pada perdagangan Rabu (28/10/2020) di pasar luar negeri, sebab pasar keuangan Republik Indonesia (RI) libur hingga Jumat nanti.
Memburuknya sentimen pelaku pasar membuat rupiah tertekan.
Melanir data Refinitiv, dolar Singapura menguat 0,1% ke Rp 10.754,74/SG$ di pasar luar negeri. Sementara dalam 2 hari terakhir saat pasar RI masih dibuka, mata uang Negeri Merlion ini melemah.
Di hari Senin, dolar Singapura melemah 0,41%, menjadi penurunan harian terbesar sejak 6 Oktober dan menyentuh level terendah sejak 1 September.
Melonjaknya kasus pandemi penyakit virus corona (Covid-19) di Eropa dan Amerika Serikat (AS) yang membuat sentimen pelaku pasar memburuk. Saat sentimen memburuk, rupiah yang merupakan aset emerging market dengan imbal hasil tinggi menjadi kurang menarik.
Eropa benar-benar mengalami serangan virus corona gelombang kedua. Berdasarkan data terbaru dari Worldometer, jumlah kasus Covid-19 bertambah sebanyak lebih dari 220 ribu kasus.
Jerman, motor penggerak ekonomi Benua Biru juga tidak lepas dari serangan virus yang berasal dari kota Wuhan China ini. Tercatat ada 11.409 kasus baru pada Selasa kemarin. Rekor penambahan harian terbanyak terjadi 14.714 orang pada 24 Oktober lalu.
Kanselir Jerman, Angela Merkel, bahkan mengatakan negaranya kemungkinan kehilangan kendali atas penyebaran Covid-19, dan mengatakan "situasinya mengancam", sebagaimana dilansir Guardian.
Sementara itu, Reuters melaporkan Merkel berencana untuk melakukan karantina ringan (lockdown light), yang akan melarang beroperasinya bar, restaurant, serta acara publik. Karantina total dikatakan akan dihindari, karena dikhawatirkan membuat perekonomain Jerman kembali merosot.
Sementara itu dari Amerika Serikat, dalam sepekan terakhir rata-rata penambahan kasusnya melesat menjadi 69.967, berdasarkan data dari John Hopkins University. Kemudian data dari Covid Traking Project menunjukkan jumlah pasien yang dirawat inap mengalami kenaikan 5% atau lebih di 36 negara bagian.
Lonjakan kasus di negara-negara Barat tersebut menunjukkan virus corona masih sulit dikendalikan saat perekonomian kembali dibuka. Sehingga menimbulkan dilema, jika lockdown kembali diterapkan, perekonomian akan terperosok ke jurang resesi yang lebih dalam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sudah Siap Lihat Kurs Dolar Singapura di Bawah Rp 10.000?