Moody's Bicara Soal Konsolidasi Besar-besaran Bank Syariah RI

Monica Wareza, CNBC Indonesia
27 October 2020 17:32
FILE - This August 2010 file photo shows a sign for Moody's Corp. in New York. Moody's is expected to report financial earnings Friday, Oct. 21, 2016. (AP Photo/Mark Lennihan, File)
Foto: Moody's (AP Photo/Mark Lennihan, File)

Jakarta, CNBC Indonesia - Moody's Investors Service menilai market share untuk perbankan syariah di Indonesia masih memiliki peluang tumbuh lebih besar dibanding saat ini di kisaran 6%. Penguasaan pasar bank syariah Indonesia jauh tertinggal dibandingkan bank syariah di negara-negara islam lainnya. 

Analis Moody's Tengfu Li mengatakan selama ini perbankan syariah Indonesia sulit bersaing dengan bank konvensional dari segi efisiensi biaya dan pengembangan sumber daya manusia. Bank syariah juga dinilai masih sangat bergantung pada pendanaan dari deposito yang masih sangat kecil.

Namun demikian, dengan mulai dilakukannya penggabungan bank syariah oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi satu entitas dinilai bakal meningkatkan kemampuan bank untuk bisa bersaing dengan bank konvensional.

"... Bank hasil merger [BUMN] akan memiliki posisi yang lebih baik untuk mengambil pendanaan jangka panjang seperti sukuk, baik dari pasar domestik maupun internasional. Dan semua perubahan ini benar-benar menunjukkan, lho, pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia akan semakin cepat ke depan," kata Li saat diwawancarai oleh CNBC Indonesia TV, Selasa (27/10/2020).

Seperti diketahui penggabungan bank syariah juga akan dilakukan oleh PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang akan menggabungkan BCA Syariah dengan bank yang baru diakuisisinya yakni Bank Interim atau sebelumnya Rabobank.

Dia melanjutkan, potensi pengembangan bank syariah BUMN ini masih terbuka lebar pasalnya saat ini 40% penduduk Indonesia masih unbankable dengan potensi jumlah penduduk terbesar di kawasan Asia Tenggara.

Selain itu, pemerintah juga terus memberikan dukungan pada industri halal dalam negeri yang tentunya nanti akan melibatkan bank syariah. Hingga 2024 nanti pengembangan industri halal dalam negeri akan meliputi bidang makanan, kosmetik, serta pariwisata.

Rencana lainnya adalah memperdalam pasar keuangan syariah melalui sukuk dan memperluas edukasi dan kesadaran tentang produk halal.

Namun demikian, untuk mendukung pertumbuhan tersebut, jelas Li, bank ini perlu melakukan sejumalh transformasi agar bisa lebih efisien dan memiliki profitabilitas yang tinggi. Selain itu, selama ini produk perbankan syariah saat ini juga dinilai masih belum cukup menarik bagi nasabah sehingga tidak bisa bersaing dengan bank-bank konvensional.

Sehingga perlu ditingkat investasi dalam segi infrastruktur teknologi untuk mendukung bank syariah ini mampu menyasar pasar yang saat ini dinilai masih belum tersentuh oleh perbankan melalui digitalisasi.

Li mengungkapkan, perbankan syariah Indonesia saat ini masih sangat jauh ketinggalan jika dibandingkan dengan negara berpenduduk Islam lainnya. Jika dibanding dengan kawasan Asia Tenggara, Malaysia dengan Maybank Syariahnya saat ini menguasai 30%-40% dan Brunei sat ini menguasai 60% pasar perbankan di negaranya.

Sedangkan di kawasan Asia Pasifik, negara seperti Bangladesh dengan penduduk muslim terbesar di negaranya memiliki porsi 22% aset perbankan syariah. Lalu Pakistan bahkan lebih besar yakni mencapai 80% dari total aset perbankan nasionalnya.

"Saya pikir pada saat ini penetrasi perbankan syariah [di Indonesia] dibandingkan dengan tetangga di wilayah ini masih modest," terangnya.


(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Saat Asing Bicara Dampak Besar Omnibus Law untuk Indonesia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular