
Saat Bos BCA Bandingkan Level NPL Bank & Covid-19

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiaatmadja memberikan penjelasan terkait dengan pencadangan perusahaan yang naik sehingga membuat laba perusahaan minus 4,2% menjadi Rp 20 triliun secara year on year (yoy) di September 2020.
"Bank cari kredit, tapi ada standar, sebabkan ada kredit baru tiap bulan, tapi kredit lama berkurang, terus kredit modal kerja kalau lesu dikembalikan daripada harus bayar bunga," jelasnya dalam paparan virtual di Jakarta, Senin (26/10/2020).
Namun Jahja juga memberikan gambaran berkaitan dengan tingkat kredit bermasalah (non performing loan/NPL) yang membuat perusahaan harus menyiapkan bantalan dengan pencadangan.
"BCA membukukan biaya pencadangan sebesar Rp 9,1 triliun, meningkat sebesar Rp 5,6 triliun, naik 160,6%, YoY, sejalan dengan peningkatan risiko penurunan kualitas kredit," kata Jahja.
Pada kesempatan itu, Jahja mengatakan NPL ada kategorinya yakni 1 hingga 5. "Saya cerita NPL ada 1, 2, 3, 4, 5, kadang bingung gimana kategorinya, saya kasih pemahaman gampang dengan pasien yang kena Covid," katanya.
Dia menganalogikan, kredit dengan kategori 5 udah artinya ibarat sama dengan pasien yang kena Covid-19 dan sudah masuk perawatan intensif atau masuk ICU.
"Itu kan bisa sembuh tapi probabilitas ke next step juga ada," katanya.
"Kategori 4 pasien yang terkena gejala Covid diminta dirawat di RS, belum gawat tapi sudah harus dirawat. Kategori 3 pada waktu rapid test dia itu ada positif, tapi ga ada gejala," katanya.
Sementara itu, kategori 2, yakni NPL dalam perhatian khusus.
"Nah kan biasa kita tinggal di negara tropis, kalau batuk pilek itu dulu hal biasa, tapi kalau kita bilang batuk pilek flu ga bisa dibilang sehat ada gejala ringan, dalam perhatian khusus. Sementara kategori 1 itu sehat," katanya.
Sepanjang 9 bulan tahun ini, BCA mencatatkan laba bersih Rp 20 triliun, turun 4,2% dibandingkan dengan Rp 20,9 triliun pada tahun sebelumnya disebabkan meningkatnya biaya pencadangan.
Di tengah pandemi dan sejumlah tantangan ekonomi, BCA mencatat pertumbuhan positif laba sebelum provisi dan pajak (PPOP) yang ditopang oleh pertumbuhan dana giro dan tabungan (CASA), penurunan biaya dana (CoF) dan penurunan biaya operasional. PPOP meningkat 13,5% YoY menjadi Rp33,8 triliun.
CASA tumbuh 16,1% YoY, mencapai Rp596,6 triliun, menghasilkan total dana pihak ketiga (DPK) dengan pertumbuhan sebesar 14,3% YoY menjadi Rp780,7 triliun.
Sementara itu, deposito berjangka meningkat sebesar 8,8% YoY mencapai Rp184,1 triliun.
Pertumbuhan DPK yang solid tersebut telah mendukung pertumbuhan total asset BCA menembus level seribu triliun atau tepatnya Rp 1003, 6 Triliun, meningkat 12,3% YoY.
Pada akhir September 2020, total kredit BCA tercatat sebesar Rp 581,9 triliun, turun 0,6% YoY.
Pertumbuhan positif pada kredit korporasi menopang penyaluran kredit BCA secara keseluruhan di tengah pelemahan kredit segmen lainnya.
Kredit korporasi tercatat sebesar Rp 252,0 triliun, meningkat 8,6% YoY, sementara kredit komersial dan UKM turun 4,9% YoY menjadi Rp 182,7 triliun.
Pada portofolio kredit konsumer, KPR turun 3,1% YoY menjadi Rp89,3 triliun dan KKB (kredit kendaraan) turun 19,3% YoY menjadi Rp38,6 triliun.
Saldo outstanding kartu kredit turun 18,5% YoY menjadi Rp10,9 triliun.
Total portofolio kredit konsumer turun 9,4% YoY menjadi Rp141,7 triliun.
"Pada sisi penyaluran kredit, BCA berfokus untuk membantu nasabah dalam merestrukturisasi kreditnya sejak awal pandemi," kaa Jahja.
Sampai dengan pertengahan Oktober 2020, BCA memproses Rp107,9 triliun pengajuan restrukturisasi kredit atau sekitar 19% dari total kredit, yang berasal dari 90.000 nasabah.
Total kredit yang direstrukturisasi pada akhir 30 September 2020 adalah sebesar Rp90,7 triliun, atau 16% dari total kredit pada semua segmen.
"Kami sangat bersyukur atas program relaksasi dari regulator yang membantu perbankan dan nasabah dalam melewati masa yang sulit untuk mencapai pemulihan," tutur Jahja.
Rasio keuangan BCA berada pada kondisi yang tetap kokoh untuk melewati pandemi yang berkepanjangan, dengan rasio kecukupan modal (CAR) sebesar 24,7% pada September 2020, lebih tinggi dari ketetapan regulator, dan rasio LDR yang sehat sebesar 69,6%.
Rasio kredit bermasalah (NPL) terjaga pada level 1,9% dibandingkan tahun lalu yang sebesar 1,6%. Rasio pengembalian terhadap aset (ROA) tercatat sebesar 3,4% dan pengembalian terhadap ekuitas (ROE) sebesar 16,9% pada sembilan bulan pertama tahun 2020.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kredit BCA Tumbuh 8,2% YoY Pada 2021
