Pandemi Masih Ngeri, Minyak Mentah Merosot 2% Lebih

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
25 October 2020 17:46
[DALAM] Perang Minyak
Foto: Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah merosot sepanjang minggu ini, menghentikan penguatan dalam 2 pekan beruntun. Kemerosotan minyak mentah dipicu oleh kecemasan akan penurunan permintaan akibat banyak negara-negara khususnya di Eropa serta Amerika Serikat yang kembali menerapkan pembatasan social (social distancing) yang lebih ketat. Terbukti, pandemi penyakit virus corona masih bikin ngeri.

Melansir data Refinitiv, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) merosot 2,52% ke US$ 39,85/barel di minggu ini. Sementara minyak mentah jenis Brent lebih dalam lagi, minus 2,7% ke US$ 41,77/barel.

Minyak mentah sebenarnya sempat menguat 2 kali di hari Selasa dan Kamis akibat ekspektasi diperpanjangnya program pemangkasan produksi oleh Organisasi Negara-Negera Pengekspor Minyak Mentah (Organization of The Petroleum Export Country/OPEC) serta Rusia dan beberapa negara lainnya, atau yang disebut OPEC+. 

Ekspektasi tersebut muncul setelah Presiden Rusia, Vladimir Putin, hari Kamis mengatakan pemerintah di Moskow mempertimbangkan kemungkinan diperpanjangnya program pemangkasan produksi OPEC+ untuk menjaga harga minyak mentah agar tidak jeblok lagi.

Berdasarkan kesepakatan saat ini, OPEC+ memangkas produksi minyaknya sebesar 7,7 juta barel per hari (bpd) atau setara dengan 8% dari pasokan global mulai Juli-Desember.
Di bulan Januari 2021 OPEC+ rencananya akan menaikkan sebesar 2 juta barel per hari.

Namun, sayangnya kabar baik dari Rusia tersebut dikalahkan oleh risiko penurunan permintaan minyak mentah akibat serangan virus corona gelombang kedua yang menyerang Eropa.

Perancis dan Italia menjadi 2 dari sekian banyak negara yang mengalami lonjakan kasus Covid-19 belakangan ini. Kedua negara kembali menerapkan jam malam, dan beberapa pembatasan lainnya yang membuat aktivitas warga dan perekononomian kembali menurun.

Beberapa negara bagian di Amerika Serikat juga melakukan hal yang sama. Sehingga permintaan minyak mentah berisiko menurun, dan kembali terjadi oversupply.

"Sejak April kami telah melihat pemulihan ajaib dalam permintaan minyak - yang sekarang berada di sekitar 92% dari tingkat pra-pandemi, tetapi masih terlalu dini untuk menyatakan diakhirinya era anjloknya permintaan minyak akibat Covid-19," kata pasar minyak Rystad Energy analis Louise Dickson kepada Reuters.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Efek Virus Corona Gelombang II di China, Minyak Mentah Merana

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular