
Awas Dolar Menggila, Rupiah! Ekonomi AS Diramal Tumbuh 32,5%

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat 0,14% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.650/US$ di pekan ini. maju mundur stimulus fiskal di AS menjadi isu utama perdagangan pasar valuta asing.
Perundingan antara Nancy Pelosi, Ketua DPR (House of Representatif) Amerika Serikat (AS) dengan Menteri Keuangan Steven Mnuchin yang membahas stimulus tersebut mulai berlangsung sejak awal pekan ini.
Isu stimulus bakal cair di pekan ini sempat menguat Senin (19/10/2020) lalu, tetapi seiring berjalannya waktu semakin memudar.
Stimulus di AS kemungkinan tidak cair hingga pemilihan presiden (pilpres) di AS pada 3 November mendatang. Pelosi memberikan sinyal adanya kemajuan perundingan stimulus fiskal Kamis (22/10/2020) lalu.
"Jika tidak ada kemajuan, saya tidak akan menghabiskan detik sekalipun di dalam perundingan ini. Ini adalah usaha yang serius. Saya percaya kami semua ingin mencapai kesepakatan," kata Pelosi sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (22/10/2020).
Meski demikian Pelosi juga memberikan indikasi stimulus kemungkinan belum akan cair sebelum pemilihan presiden 3 November mendatang. Ia mengatakan butuh waktu untuk menyelesaikan dan menandatangani undang-undang stimulus fiskal.
Sementara itu, Mnuchin mengatakan sudah berkompromi dengan Pelosi, dan jika ketua DPR dari Partai Demokrat tersebut juga mau berkompromi, maka kesepakatan kemungkinan akan tercapai.
"Kami menawarkan kompromi, masih ada yang harus dirundingkan lebih dalam dengan ketua DPR. Jika ia may berkompromi, makan akan ada kesepakatan. Tetapi kami sudah mendapat kemajuan di beberapa isu, dan masih ada isu signifikan yang harus kita selesaikan bersama," kata Mnuchin sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (23/10.2020).
Stimulus fiskal kemungkinan tidak akan cair sebelum Pilpres di AS selesai, sebab waktu yang sudah mepet. Para politis Paman Sam tentunya ingin memastikan siapa yang akan berkuasa baik eksekutif maupun legislatif.
Sulitnya pencairan stimulus fiskal selama ini terjadi akibat DPR AS dikuasai oposisi Partai Demokrat, sementara pemerintahan Presiden AS Donald Trump saat ini disokong Partai Republik, sehingga tarik ulur terus terjadi. Jika salah satu partai mampu menyapu bersih kemenangan, stimulus tentunya akan lebih mudah cair.
Dengan pilpres di AS yang sudah dalam hitungan hari, pelaku pasar tentunya akan lebih berhati-hati berinvetasi di aset berisiko, hal tersebut tentunya tidak menguntungkan bagi rupiah.
Apalagi, di pekan ini, AS akan melaporkan data pertumbuhan ekonomi kuartal III-2020, yang dilihat dari produk domestik bruto (PDB).
PDB AS diprediksi tumbuh hingga 32,5% secara kuartalan yang disetahunkan (quarterly annualized) berdasarkan survei Refinitiv. Kenaikan masif tersebut bisa terjadi akibat low base effect, dimana di kuartal II-2020 lalu pertumbuhan ekonomi AS mengalami kontraksi 31,4%.
Itu artinya Negeri Paman Sam sudah lepas dari resesi, dan dolar AS berpotensi menggila seandainya PDB tersebut lebih tinggi ketimbang ekspektasi.
Jika AS berpeluang keluar dari resesi, Indonesia baru masuk ke dalamnya. Resesi sudah pasti terjadi dan menjadi yang pertama kalinya dalam 22 tahun terakhir, tetapi seberapa besar kontraksi ekonomi yang menjadi misteri.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan ekonomi kuartal III-2020 akan berada di kisaran minus 1% hingga 2,9%.
Perumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III-2020 akan dirilis pada 5 November mendatang, setelah mengalami kontraksi 5,32% di kuartal II-2020.
Hal ini, menjadi salah satu beban bagi rupiah yang menyulitkannya untuk menguat tajam.