
Bentjok Sebut Konspirasi di Kasus Jiwasraya, Ini Pleidoinya

Jakarta, CNBC Indonesia - Terdakwa kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Benny Tjokrosaputro menyampaikan pleidoinya pada persidangan lanjutan yang digelar Kamis malam ini, 22 Oktober 2020.
Dalam nota pembelaanya itu, Bentjok menyampaikan tuntutan hukuman pidana penjara seumur hidup kepadanya merupakan ketidakadilan bagi dirinya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum menuntut hukuman denda sebesar Rp 5 miliar, subsider selama 1 tahun kurungan serta uang pengganti sebesar Rp 6,07 triliun.
Benny terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama. Ini sesuai dalam Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b, ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana dan Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Berikut Pleidoi Pembelaan Pribadi Benny Tjokro selengkapnya:
"SAYA KORBAN KONSPIRASI"
Yang Mulia Majelis Hakim,
Yang Terhormat Tim Jaksa Penuntut Umum,
Yang Saya Banggakan Tim Penasihat Hukum
Salam sejahtera bagi kita semua,
Terlebih dahulu, saya panjatkan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang tetap memberikan kita semua kesehatan, kekuatan dan kesempatan untuk dapat menghadiri persidangan ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang telah memimpin persidangan ini dengan bijaksana.
Juga terima kasih kepada tim Jaksa Penuntut Umum yang telah menunaikan tugasnya di dalam proses persidangan ini meskipun tuduhan dan tuntutan yang dialamatkan ke saya masih sangat tidak berdasar dan tidak beralasan.
Secara khusus, saya juga ucapkan penghargaan kepada Tim Penasihat Hukum yang saya banggakan yang telah memberikan pembelaan maksimal bagi diri saya demi tegaknya hukum dan keadilan dalam perkara ini.
Yang Mulia Majelis Hakim,
Para Hadirin yang Saya Hormati,
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa tujuan utama persidangan ini adalah mencari keadilan dan kebenaran hakiki, bukan mengada-ada serta penuh dengan manipulasi fakta.
Namun ketika saya mendengar Tuntutan Hukuman Penjara selama seumur hidup terhadap diri saya tanpa didukung dengan fakta-fakta dan bukti-bukti yang sebenar-benarnya di persidangan, hati saya bergolak, sedih, marah. Dengan perasaan yang campur aduk itu saya berseru dan mencari wajah Tuhan karena tuntutan ini sungguh merupakan ketidakadilan bagi saya.
Sebab dalam keterangan saksi-saksi di persidangan juga barang bukti berupa surat atau apapun itu, tidak dapat dibuktikan bahwa saya lah orang yang mengatur atau mengendalikan investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) baik dalam reksa dana saham maupun dalam transaksi saham yang mereka transaksikan.
Saya bukanlah seorang ahli hukum yang paham pasal demi pasal isi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) maupun Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), melainkan hanya seorang pebisnis yang senantiasa berupaya agar perusahaan saya tetap berjalan dan mampu menghidupi ribuan karyawan saya beserta keluarganya selama ini, serta membantu perekonomian nasional.
Yang Mulia Majelis Hakim, ijinkan saya menggunakan logika dan perasaan saya yang terbatas ini untuk mencari keadilan dan kebenaran yang hakiki dalam perkara ini.
Saya tidak dapat memahami dan menerima Tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut Penjara Seumur Hidup karena mendasarkan pada Undang-Undang Tipikor dan TPPU, karena yang saya rasakan adalah ketidakadilan dan mencederai rasa keadilan masyarakat.
Hal ini saya sampaikan karena memang saya tidak pernah mengatur atau mengendalikan investasi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) maupun Reksa Dana-Reksa Dana apalagi bersama dengan pihak-pihak lain yang disebut dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum seperti : Heru Hidayat, Joko Hartono Tirto, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, dan Syahmiran. Terlebih jika dikaitkan dengan transaksi yang berkaitan dengan PT AJS, dilakukan secara sah menurut hukum dan seluruh kewajiban saya telah saya lunasi baik dari RePO Saham maupun MTN-MTN yang pernah saya terbitkan.
Artinya, tidak ada lagi kerugian keuangan Negara yang ditimbulkan dari perjanjian Repo dan MTN tersebut. Sehingga, apabila instrumen Repo dan MTN yang sudah lunas atau selesai (clear) masih dianggap merugikan keuangan negara, dikarenakan ahli BPK menganggap itu sebagai "transaksi yang menyimpang" adalah sesuatu yang mengada-ada, tidak masuk akal dan terkesan dicari-cari; hanya untuk menjerat saya, menjadikan saya pesakitan agar ada legitimasi untuk merampas harta-harta milik saya yang saya peroleh secara sah guna menutupi kerugian negara yang bukan disebabkan oleh perbuatan saya.
Yang Mulia Majelis Hakim,
Yang saya pahami, Negara kita adalah negara hukum, demikian ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945; Di mana setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum. Hal tersebut berlaku juga dalam proses pemidanaan seseorang, di mana saya memiliki dasar hukum yang kuat, supaya keadilan dapat ditegakkan dalam perkara ini.
Selanjutnya, kembali dengan tidak mengurangi rasa hormat kami kepada tim Jaksa Penuntut Umum yang telah menuntut hukuman Penjara Seumur Hidup, izinkan saya dalam kesempatan ini mengajukan pledoi pribadi, berupa pembelaan dan bantahan saya terhadap surat tuntutan yang diajukan oleh tim jaksa penuntut umum yaitu sebagai berikut :
Bahwa yang paling tidak logis dan tidak adil bagi saya adalah Dakwaan dan Tuntutan JPU yang menuduh saya terlibat dalam perkara PT. AJS sejak tahun 2008 sampai 2018. Padahal fakta persidangan bahwa saya baru bertemu dengan Harry Prasetyo pertama kali di Tahun 2015. Sehingga, saya mohon Dakwaan dan Tuduhan terhadap diri saya sejak Tahun 2008 sampai Tahun 2014 itu dibatalkan dan ditolak oleh Majelis Hakim demi Keadilan dan Kebenaran.
Adapun fakta-fakta yang terjadi setelah Tahun 2015 dan juga sudah kita saksikan dalam persidangan ini bahwa seluruh kewajiban saya telah saya lunasi baik dari RePO Saham maupun MTN-MTN yang pernah saya terbitkan dan Tim Penasehat Hukum saya sudah mengajukan bukti-bukti tersebut dalam persidangan perkara ini.
Bahwa tidak ada satu bukti apapun menurut hukum baik surat-surat maupun saksi-saksi yang membuktikan bahwa saya, Benny Tjokrosaputro telah mengatur atau mengendalikan investasi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) maupun 21 produk Reksa Dana Saham; Bahwa saya pernah diajak bertemu untuk berkenalan dengan Hary Prasetyo sebagai Direktur keuangan PT. AJS ketika itu, memang benar. Pertemuan tersebut hanya sebatas road show saja untuk memperkenalkan bisnis PT. Hanson Internasional Tbk yang bergerak di bidang properti dan perdagangan saham. Dalam pertemuan tersebut tidak ada deal apa pun.
Bahwa saya juga tidak memiliki nomor telepon atau bahkan tidak mengenal para Manager Investasi (MI) yang mengelola Reksa Dana Saham PT. AJS. Bahkan saya, juga tidak mengenal para pengurus PT. Asuransi Jiwasraya (Persero), saya sendiri hanya satu kali berkenalan dan bertemu dengan Saudara Hary Prasetyo pada Tahun 2015, sehingga sangat tidak masuk akal semua dakwaan dan tuntutan yang melibatkan diri saya sejak Tahun 2008 hingga 2014 sebagaimana yang disebutkan diatas.
Bahwa saya sendiri, juga tidak mungkin mengatur atau mengendalikan saham PT. Hanson Internasional, Tbk. yang saya dirikan. Bagaimana mungkin saya mengatur dan mengendalikan 115 saham yang dikelola oleh 13 Manager Investasi dengan 21 jenis Reksadana Saham PT. AJS? Bahkan Penuntut Umum dalam surat tuntutannya tidak dapat membuktikan baik dengan surat maupun saksi-saksi jika saya adalah pengatur/pengendali, seperti jawaban saksi ahli dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maupun saksi ahli lainnya, bahwa fakta-fakta tentang saham-saham MYRX, RIMO, BTEK dan ARMY adalah : saham liquid, market cap besar, dipegang oleh ribuan investor, mayoritas transaksi di dominasi publik Untuk Hanson 6 periode LQ 45. Untuk Rimo masuk MSGI Index.
Hal tersebut membuktikan bahwa saham-saham MYRX, RIMO, BTEK dan ARMY adalah saham-saham yang liquid sekaligus membantah dakwaan dan tuntutan Penuntut Umum yang menyatakan saham-saham tersebut adalah saham-saham yang tidak liquid, dilakukan manipulasi, dilakukan "pump and dump", dan dilakukan "cornering". Hal itu semua tidak benar dan tidak bisa dibuktikan oleh JPU.
Bahwa Nominee saya, sudah ada sejak dahulu, jauh sebelum bertransaksi dengan PT. AJS, dan selalu dipergunakan untuk funding atau berhutang (margin, repo, T plus) yang merupakan syarat para broker/sekuritas. Sampai sekarang pun masih ada untuk keperluan yang sama. Jadi memang bukan dibuat khusus untuk bertransaksi dengan PT. AJS, apalagi untuk membobol PT. AJS itu yang sudah merugi sejak tahun 2008 sebesar Rp. 6,7 Triliun.
Beberapa tuduhan juga sangat keliru seperti :
Pelaku-pelaku transaksi saham LCGP bukan Nominee (nama-nama orang India dan perusahaanya yang saya sendiri tidak tahu). Tuduhan JPU hanya karena mereka pernah membeli saham group saya, lalu langsung dianggap penggunaan "Nominee" adalah sebuah aib. Saksi-saksi juga mengatakan bahwa LCGP bukan milik saya. Bahkan JPU Tumpal Pakpahan dalam kasus persidangan versus Pupuk Kaltim tahu benar bahwa LCGP adalah milik Denny Bustami, bukan Benny Tjokrosaputro.
Wana Artha sendiri bukan Nominee, dan saya bukanlah pemilik Wana Artha. Hanya karena Wana Artha punya portofolio saham group terdakwa, lalu dianggap Nominee adalah salah besar. Tuduhan ini telah merusak dan menghancurkan sistem kepercayaan.
Di dalam Surat Dakwaan dan selama persidangan juga tidak ada saksi dan bukti yang mengkaitkan diri saya dengan Wana Artha, akan tetapi dalam Surat Tuntutannya, Jaksa malah mengkaitkan diri saya dengan Wana Artha. Hal ini menunjukkan bahwa JPU memanipulasi fakta dengan serangkaian kebohongan dan itikad buruk yang mengatasnamakan hukum untuk mengkriminalisasikan diri saya.
Para Remiser yang memberi fasilitas kepada saya (hutang, margin, repo, T plus, trading limit) juga bukan hanya didedikasikan untuk transaksi saya sebagai contoh : PO Saleh (Jimmy Sutopo) terbukti juga dipakai oleh Moudy Mangkey, order dari Moudy Mangkey (melalu e-mail), lalu perintah transfer uang, juga instruksi dan ke rekening yang ditunjuk Moudy Mangkey (Trimegah November-Desember 2015). Jimmy Sutopo dan para Remiser lain, juga melayani banyak klien lain. Mereka juga diketahui sebagai investor saham, yang sering bertransaksi untuk pribadi mereka sendiri.
Transaksi Anne Patricia Sutanto dengan reksadana reksadanya untuk saham Rimo (Des 2017) dan Golden Harvest Cocoa dengan Reksa Dana-Reksa Dananya untuk saham BTEK (Des 2017) sama sekali tidak diatur/ dikendalikan oleh saya. Transaksi itu untuk kepentingan pihak-pihak tersebut sendiri. Sama sekali tidak ada aliran dana ke saya. Terbukti dari kesaksian Anne sendiri, Eddy Suwarno (Sekuritas Minapadi tempat Anne dan Golden Harvest Cocoa bertransaksi). Data BAE (Biro Administrasi Efek) juga sangat jelas membuktikan hal tersebut. Transaksi reksa dana beli saham MYRX dari pasar reguler dan bukan dari saya juga terbukti dari data BAE. Data BAE pasti sama dengan data bursa efek.
Sesuai dengan apa yang pernah saya utarakan di persidangan bahwa selama berbulan-bulan jalannnya persidangan tersebut, selalu saya dikaitkan dengan persepsi, opini, maupun media massa maupun elektronik. Namun pada kenyataannya tidak pernah adanya pembuktian secara aktual mengenai aliran dana maupun transaksi yang terjadi dimana saya menguntungkan diri saya sendiri maupun orang lain dan merugikan PT. AJS. Semua itu hanyalah opini belaka. Saya adalah korban pembentukan opini !!
Bahwa sama sekali tidak ada niat jahat dari saya dalam perkara ini. Buat apa saya melunasi Repo (MYRX & BTEK tahun 2015-2016) dan perusahaan saya melunasi MTN (Armedian & Hanson tahun 2015-2016)? Pinjaman ratusan miliar tersebut semua telah saya lunasi berikut bunga, kupon dan capital gain buat pemilik dana. Kalau saya berniat jahat, pasti utang ratusan miliar tersebut, tidak dibayar. Mengapa Repo dan MTN yang sudah lunas dan tidak menimbulkan kerugian Keuangan Negara tidak dipertimbangkan oleh Penuntut Umum dalam surat tuntutannya?
Perlu diingat bahwa perkara saya ini mencatatkan sejarah dalam upaya mencari keadilan bahwa : "saya orang pertama di dunia dan dalam sejarah umat manusia, bayar utang berikut bunganya sampai lunas tetapi dituntut penjara seumur hidup dan disita hartanya".
Bahwa pengakuan Hary Prasetyo dengan tuduhan bahwa saya terlibat mengatur 90% (persen) investasi saham di PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) dan Reksa Dana - Reksa Dana, ternyata hanya opini dan asumsi karena Hary Prasetyo mengajukan diri sebagai Justice Collaborator sehingga keterangannya memberatkan pihak lain. Hal ini diungkapkan oleh Hary Prasetyo ketika saya berada dalam satu kendaraan tahanan setelah sidang. Dia mengakui "kebohongan" yang dialamatkan ke saya dan minta maaf, bahkan sampai menangis.
Tidak ada bukti apapun baik dari Jaksa Penuntut Umum, OJK, BPK, PPATK dalam menelisik aliran dana beberapa bank dan pembukuan milik PT. Asuransi Jiwasraya (Persero), beberapa rekening grup saya, dokumen sekuritas dan bursa efek yang dibawa dalam persidangan yang menunjukkan bahwa saya mengambil untung dalam bertransaksi dengan PT. Asuransi Jiwasraya (Persero), sangat jelas bahwa tidak ada aliran dana dari transaksi Reksa Dana - Reksa Dana yang dituduhkan saya atur dan kendalikan. Menurut data di Bursa Administrasi Efek (BAE) maupun KSEI, underlying saham MYRX tersebut dibei dari 206 pihak yang berasal dari publik, dan salah satu di antaranya adalah ASABRI.
Dalam persidangan juga terbukti bahwa saham-saham MYRX di PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) sudah terjual habis di tahun 2016 dan bahkan mencatatkan keuntungan sekitar Rp. 25 Milliar.
Bahkan dalam kesaksian Saksi Ahli dari BPK sendiri, secara tegas menyatakan bahwa Benny Tjokrosaputro bukan sebagai pihak yang mengatur maupun mengendalikan portofolio PT AJS.
Bahwa dalam persidangan saya juga telah menunjukkan data-data kepada Majelis Hakim tentang total investasi PT AJS ke pihak-pihak lainnya (data menunjukkan aliran dana investasi PT AJS jauh lebih ditempatkan kepada pihak Grup Bakrie dan pihak-pihak lainnya). Saya mohon Yang Mulia menilai perkara ini secara lebih objektif dan independen.
Demikian pula tuduhan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam perkara ini terhadap diri saya menjadi tidak benar karena saya tidak melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dakwaan ke-satu Jaksa Penuntut Umum (JPU). Juga seluruh perjanjian atau transaksi yang dituduhkan oleh JPU sebagai transaksi saham dan Reksa Dana yang menyimpang (termasuk Repo dan MTN) sebagai transaksi yang sah menurut hukum apalagi transaksi tersebut sudah clear/lunas.
Majelis Hakim Yang Mulia,
Setelah saya renungkan kembali, awal dari semua perkara ini adalah laporan audit investigasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di mana sewaktu team audit sedang bekerja di kantor BPK, salah seorang anggota team auditor diperintahkan oleh wakil ketua BPK berinisial AJP untuk mengasosiasikan saya dengan salah satu terdakwa lainnya tanpa harus adanya pembuktian! padahal auditor tersebut justru menyebutkan bahwa persinggungan saham MYRX dengan PT. AJS hanyalah pada transaksi REPO di mana transaksi tersebut sudah saya bayar dengan lunas! Namun kembali diarahkan berkali - kali oleh Wakil Ketua BPK berinisial AJP tersebut bahwa saham-saham yang dituduhkan dikendalikan oleh saya supaya langsung diasosiasikan saja dan tidak perlu dibuktikan.
Tega teganya pula Jaksa Penyidik bernama Dr. Putri Ayu Wulandari, SH, MH dan Patrik Getruda Neonbeni, SH membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) palsu adik saya Teddy Tjokrosapoetro sebagai saksi dalam perkara terdakwa Joko Hartono Tirto pada tanggal 4 Mei 2020 dengan tujuan untuk mengaitkan saya seolah olah saya bekerjasama dengan Joko Hartono Tirto dalam mengatur dan mengendalikan pengelolaan investasi saham dan reksadana di PT. Asuransi Jiwasraya.
Sungguh saya tidak menyangka perbuatan yang tidak bermoral seperti itu dilakukan oleh penegak hukum di negeri yang saya cintai ini, bukankah ini menunjukkan bahwa ada suatu konspirasi yang telah diskenariokan dengan demikian rapih oleh orang - orang yang menggunakan kekuasaan atas nama hukum untuk merampas harta kekayaan milik saya guna menutupi kebusukan perbuatan orang lain yang konon katanya telah merugikan keuangan negara 16,8 Triliun.
Majelis Hakim Yang Mulia,
Posisi saya dalam kaitan dengan PT. Asuransi Jiwasraya adalah mirip dengan posisi Group Bakrie, mirip tapi tidak sama. Bedanya adalah saya melakukan pinjaman pada PT. Asuransi Jiwasraya pada akhir tahun 2015 lalu saya lunasi semuanya pada tahun 2016, sedangkan Group Bakrie melakukan Repo Agreement sebelum tahun 2008 dengan nilai triliunan rupiah dan sampai saat ini masih berada di portofolio PT. AJS bahkan kemudian Repo kembali dilakukan ke PT. AJS dan hingga saat ini tidak ditebus.
Namun meskipun saya sudah berkali kali menyampaikan fakta tersebut kepada publik dan dimuat di beberapa media, akan tetapi hingga saat ini pihak Kejaksaan Agung tidak bergeming. Saya serahkan kepada Majelis yang Mulia dan masyarakat untuk menilai hal ini.
Bahwa dakwaan dan tuntutan kepada saya merupakan konspirasi untuk menjerat saya sebagai pelaku kejahatan Tindak Pidana Korupsi yang terjadi di PT. AJS. Dengan perkataan lain, saya adalah korban konspirasi dari pihak-pihak tertentu yang justru bertanggung jawab atas kerugian Negara ini.
Saya sungguh berharap putusan pengadilan nanti adalah Putusan yang adil berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan bukan Putusan dari pihak yang "terafiliasi" juga bukan Putusan yang "proforma" seperti istilah-istilah yang sering digunakan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini, melainkan putusan yang berdasarkan kebenaran hakiki sesuai dengan fakta-fakta dan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan. Bukan fakta-fakta dan bukti-bukti yang direkayasa atau dimanipulasi. Saya sungguh berharap Putusan Perkara ini benar-benar didasarkan pada fakta-fakta hukum dan bukti-bukti hukum yang terungkap di persidangan, sehingga saya dapat memperoleh keadilan yang sebenar-benarnya.
Demikianlah pledoi ini saya sampaikan dan memohon perkenaan Yang Mulia Majelis Hakim, untuk berkenan agar kiranya membebaskan atau melepaskan saya dari seluruh dakwaan dan atau berkenan memberikan putusan seadil-adilnya.
Atas segala perkenaan dan perhatiannya saya ucapkan terimakasih.
Benny Tjokrosaputro
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Intip Tebalnya Berkas Tuntutan Jaksa ke Bentjok-Heru Hidayat