Harinya Dolar AS, Rupiah & Mata Uang Utama Asia Tumbang!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 October 2020 15:35
Warga melintas di depan toko penukaran uang di Kawasan Blok M, Jakarta, Jumat (20/7). di tempat penukaran uang ini dollar ditransaksikan di Rp 14.550. Rupiah melemah 0,31% dibandingkan penutupan perdagangan kemarin. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin melemah. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (22/10/2020).

Tidak hanya rupiah, mayoritas mata uang utama Asia juga tumbang. Meski demikian, dolar sebenarnya tidak perkasa, aksi wait and see pelaku pasar yang membuat hari ini jadi milik dolar AS.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di level Rp 14.610/US$, tetapi tidak lama langsung melemah 0,38% ke Rp 14.665/US$.

Saat penutupan perdagangan, rupiah berada di level Rp 14.640/US$, melemah 0,21% di pasar spot. Mayoritas mata uang utama Asia juga melemah melawan dolar AS, hingga pukul 15:07 WIB hanya dolar Taiwan yang berhasil menguat.

Baht Thailand menjadi mata uang dengan kinerja terburuk, melemah 0,26%, disusul yuan China, dan rupiah menempati posisi terburuk ketiga.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

Pelaku pasar saat ini menanti kepastian stimulus fiskal di AS yang kabarnya bisa cair di pekan ini.

Perundingan antara Nancy Pelosi, Ketua DPR (House of Representatif) dengan Menteri Keuangan Steven Mnuchin yang membahas stimulus tersebut masih berlangsung, dan dikatakan masih ada perbedaan pendapat.

"Memang masih ada sejumlah pendapat yang berbeda. Namun, kami sudah memasuki tahapan negosiasi yang baru, di mana tinggal mengurus masalah teknis bahasa penyampaian," ungkap Mark Meadows, Kepala Staf Gedung Putih, seperti dikutip dari Reuters.

Selain itu, ada juga kabar yang membuat sentimen pelaku pasar sedikit memburuk. Iran dan Rusia dikabarkan ikut campur dalam pemilihan presiden (Pilpres) yang akan dihelat pada 3 November mendatang.

Keduanya dikatakan memiliki informasi data warga Amerika Serikat yang terdaftar sebagai pemilih, serta berusaha mempengaruhi publik.

"Iran dan Rusia sudah berusaha mempengaruhi opini public terkait pemilihan presiden kita," kata direktur Inteligen Nasional, John Ratcliffe, sebagaimana dilansir CNBC International.

Ratcliffe mengatakan telah mendapat konfirmasi jika Iran dan Rusia memiliki data daftar para pemilih. Data tersebut bisa digunakan untuk memberikan informasi palsu yang dapat memicu kebingungan, kerusuhan dan kepercayaan terhadap demokrasi Amerika Serikat.

Secara khusus Ratcliffe mengatakan Iran telah mengirim email yang dirancang untuk mengintimidasi pemilihan, memicu kerusuhan, serta merusak nama Presiden Donald Trump.

Alhasil, dolar AS yang selama ini tertekan berbalik menguat. Namun, dolar AS bisa kembali tertekan seandainya stimulus fiskal di AS pada akhirnya cair.

Stimulus fiskal memberikan pukulan ganda bagi dolar AS. Pertama, jumlah uang yang beredar di perekonomian akan meningkat, secara teori nilai tukar dolar menjadi melemah.

Adapun kedua, stimulus tersebut membuat sentimen pelaku pasar membaik, perekonomian AS diharapkan bisa segera bangkit. Saat sentimen pelaku pasar membaik, dolar AS yang menyandang status safe haven menjadi tidak menarik.

Saat itu terjadi, rupiah dan mata uang utama Asia lainnya berpeluang bangkit kembali.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Rupiah, Juara Asia Semester I-2020 Adalah Peso Filipina

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular