
Bandit Pasar Modal, Tak Hanya yang 'Jahat' tapi Ngerti Aturan

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan kerugian yang terjadi akibat adanya investasi ilegal alias investasi bodong dalam kurun waktu 10 tahun terakhir mencapai Rp 92 triliun. Jumlah ini dinilai sangat besar dan belum termasuk kerugian yang disebabkan karena investasi oleh institusi legal.
Kepala Deputi Pengawasan Pasar Modal 1A OJK Luthfy Zain Fuady mengatakan adanya investasi bodong ini disebabkan karena adanya ruang kosong dalam aturan investasi dan kewenangan antarlembaga sehingga dimanfaatkan oknum tertentu untuk membuat produk yang tidak memiliki karakter dalam hukum investasi tersebut.
"Jadi yang kita hadapi bukan hanya sosok yang 'jahat', tapi juga sosok yang paham regulasi dan paham bagaimana memanfaatkan celah regulasi tersebut," kata Luthfy dalam acara Capital Market Summit & Expo 2020 yang diselenggarakan secara virtual, Kamis (22/10/2020).
Pelanggaran investasi tak hanya terjadi pada lembaga-lembaga ilegal yang tak berizin, namun juga kerap kali dilakukan oleh entitas yang memiliki izin operasional dan diatur oleh regulator. Seperti halnya beberapa kasus yang terjadi di pasar modal yang dilakukan oleh lembaga-lembaga terkait.
"Walaupun investasi di pasar modal masuk dalam kategori legal, artinya bukan bodong, dilakukan oleh entity yang punya izin dan diawasi. Tapi bukan berarti di sana juga bersih dari pelanggaran. Tidak. Banyak sekali pelanggaran dan ada juga yang menimbulkan kerugian sehingga ngga jauh beda dengan investasi bodong tadi, malah lebih jahat karena dia sudah punya izin," papar dia.
Dia mengungkapkan terdapat empat lembaga yang kerap melakukan pelanggaran di pasar modal dengan berbagai modus. Mulai dari perusahaan efek, manajer investasi, emiten bahan oleh profesi/lembaga penunjang.
Beberapa kasus pelanggaran yang dilakukan perusahaan efek seperti adanya perdagangan semu yang menciptakan harga yang tidak sepenuhnya disebabkan karena adanya permintaan jual dan beli efek di pasar. Hal ini menimbulkan adanya manipulasi harga saham.
Selain itu, masalah investasi juga dilakukan oleh direksi perusahaan efek padahal telah dilakukan fit and proper test sebelum menjabat. Hal ini berdampak pada perilaku dan pengendalian internal perusahaan efek yang tidak baik.
Kegiatan lainnya yang juga sering terjadi adalah aktivitas transaksi oleh pegawai yang dilakukan tanpa izin dan kegiatan arranger emisi efek yang dilakukan tanpa izin.
