
Bisakah Saham Rokok Tetap Ngebul? Mari Simak Valuasinya

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham perusahaan rokok kompak bertumbangan pada perdagangan hari ini (20/10/20) setelah Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengungkapkan perlu tambahan waktu untuk merumuskan besaran kenaikan tarif cukai rokok untuk 2021.
Ketidakpastian yang menyelimuti cukai rokok menyebabkan investor kabur dari saham rokok sehingga sahamnya terpaksa terkoreksi parah akan tetapi bagaimana sebenarnya valuasi saham rokok, apakah koreksi hari ini menjadi momen yang tepat untuk masuk? Simak tabel berikut.
Terpantau 4 diantara 5 emiten rokok yang melantai di bursa efek diperdagangkan di zona merah dan satu harga sahamnya stagnan dengan koreksi paling parah hari ini dipimpin oleh PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dengan koreksi sebesar 5,86% ke level harga Rp 40.550/unit.
Sedangkan emiten yang berhasil bertahan dan ditutup kuning setelah seharian diperdagangkan di zona merah adalah PT Bentoel International Inv. Tbk (RMBA) yang stagnan di level Rp 370/unit.
![]() Saham Rokok |
Mengenai valuasi, tercatat saham rokok yang valuasinya paling murah baik menggunakan metode harga pasar dibandingkan dengan pendapatan bersih maupun metode valuasi harga pasar dibandingkan dengan nilai bukunya adalah PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM).
Tercatat PER saham WIIM berada di angka 8,67 kali dan PBV-nya berada di angka 0,72 kali keduanya menjadi yang terendah di antara saham rokok yang dipantau dan bahkan jauh di atas rata-rata industri rokok yakni PER sebesar 22 kali dan PBV sebesar 2 kali.
Apiknya valuasi PER saham WIIM tidak terlepas dari kemampuan perusahaan untuk bertumbuh di tengah pandemi virus corona. Tercatat hingga semester pertama 2020 laba bersih perusahaan berhasil tumbuh di atas 400% atau lebih dari empat kali lipat.
Senin kemarin (19/10/2020) Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengungkapkan perlu tambahan waktu untuk merumuskan besaran kenaikan tarif cukai rokok untuk 2021. Saat ini kondisi ekonomi dan industri rokok tengah tertekan pandemi virus corona atau Covid-19.
"Ini perlu kehati-hatian dan tambahan waktu saya kira. Mudah-mudahan ini bisa segera keluar dan bisa segera diumumkan," ungkap Heru saat konferensi pers APBN KiTa edisi September 2020 secara virtual, Senin (19/10/2020).
Heru menjelaskan ada beberapa pertimbangan kementerian untuk meminta tambahan waktu.
Pertama, perkembangan kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya kembali normal dari tekanan pandemi corona, meski tanda-tanda pemulihan sudah mulai terlihat.
Kedua, perkembangan industri rokok, baik dari sisi permintaan, produksi, hingga para pekerja yang ada di sektor ini. Pertimbangan perlu dilakukan karena pandemi turut menekan industri rokok.
"Industri ini telah mempekerjakan pekerja langsung maupun tidak langsung, sehingga ini harus mendapat perhatian kita juga," tuturnya.
Ketiga, keinginan pemerintah agar pengenaan cukai bisa menjadi instrumen pengendalian konsumsi rokok di masyarakat. Khususnya perokok usia muda.
"Pemerintah sangat berhati-hati dalam merumuskan kebijakan tarif dan beberapa instrumen kebijakan lainnya yang berhubungan dengan rokok ini. Kita masih harus mengoordinasikan dengan beberapa kepentingan," terangnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000