49 Negara Sudah Resesi, Tambah Indonesia Jadi 50 Deh..

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 October 2020 12:32
Pengunjung melintas di depan gerai mall di kawasan Jakarta, Senin (4/3/2019). Tingginya biaya pengeluaran, membuat sejumlah gerai ritel menutup tokonya, selain itu maraknya toko online juga disinyalir membuat pergeseran dalam budaya berbelanja masyarakat Indonesia. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Pengunjung melintas di depan gerai mall di kawasan Jakarta, Senin (4/3/2019). Tingginya biaya pengeluaran, membuat sejumlah gerai ritel menutup tokonya, selain itu maraknya toko online juga disinyalir membuat pergeseran dalam budaya berbelanja masyarakat Indonesia. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Resesi yang melanda puluhan negara menandakan ekonomi global sedang bermasalah. Berbeda dengan krisis keuangan global 2008-2009 yang akarnya di sektor keuangan, kali ini ancaman hadir dari aspek kesehatan yaitu pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini sekarang menjadi masalah dunia. Per 19 Oktober, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan jumlah pasien positif corona di seluruh negara mencapai 39.944.882 orang. Bertambah 338.096 orang (0,85%) dibandingkan sehari sebelumnya.

Dalam 14 hari terakhir (6-19 Oktober), rata-rata pasien baru bertambah 342.130 orang per hari. Melonjak dibandingkan 14 hari sebelumnya yaitu 295.683 orang.

Untuk meredam penyebaran virus corona, kebijakan utama di berbagai negara adalah pembatasan sosial (social distancing). Interaksi dan kontak antar-manusia harus dibatasi, karena virus akan lebih menular dalam jarak dekat, apalagi jika terjadi kerumunan.

Di Indonesia, social distancing diterjemahkan dengan nama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSSB) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 21/2020. Pasal 3 PP tersebut menyatakan bahwa PSBB minimal meliputi:

  1. Peliburan sekolah dan tempat kerja.
  2. Pembatasan kegiatan keagamaan.
  3. Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

PSBB memang agak dilonggarkan mulai awal Juni, tetapi tetap belum bisa kembali ke kondisi pra-pandemi. Pembukaan kembali aktivitas masyarakat (reopening) masih bertahap dan wajib tunduk terhadap protokol kesehatan.

Mengutip data Covid-19 Community Mobility Report keluaran Google per 16 Oktober, sebagian masyarakat masih memilih untuk #dirumahaja. Kegiatan warga di perumahan tercatat 14% di atas hari-hari biasa.

Akibatnya, aktivitas di luar rumah masih terbatas. Kepadatan warga di lokasi perbelanjaan ritel dan rekreasi masih 20% di bawah normal. Kemudian kegiatan di taman 13% dibandingkan hari biasa.

Sementara kegiatan di tempat kerja masih terbatas, kepadatan 22% di bawah hari biasa. Namun yang paling mencolok adalah di tempat transit (stasiun, terminal, halte, dan sebagainya) yang 35% di bawah normal.

Apalagi masih ada risiko PSBB kembali diketatkan, jika terjadi lonjakan kasus corona. Contohnya adalah kebijakan 'rem darurat' yang diberlakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan bulan lalu.

So, sepanjang virus corona masih berkeliaran maka warga (baik dengan kesadaran sendiri atau menuruti instruksi pemerintah) akan mengurangi kegiatan di luar rumah. Ini membuat roda ekonomi macet, tidak bisa bergerak cepat.

Oleh karena itu, krisis ekonomi saat ini belum bisa kelar sepanjang urusan kesehatan dan keselamatan nyawa belum dituntaskan. Kehadiran vaksin, obat, atau metode lainnya untuk mengenyahkan virus corona sangat dinanti agar masyarakat bisa berkegiatan dengan normal seperti dulu lagi. Ketika ini sudah bisa diwujudkan, maka ekonomi akan 'lari' dengan sendirinya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular