
Lewati Rp 14.640/US$, Rupiah Bisa Perkasa Pekan Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Start rupiah di pekan ini kurang menggembirakan, berakhir stagnan melawan dolar AS di Rp 14.670/US$ di pasar spot pada perdagangan Senin (19/10/2020). Pada pekan lalu, rupiah mampu menguat tipis, 0,03% melawan dolar AS, mayoritas mata uang utama Asia hingga Eropa juga dibuat melemah.
Bank Indonesia (BI) yang memprediksi transaksi berjalan (current account) akan mencetak surplus di kuartal III-2020 menjadi sentimen positif bagi rupiah pada pekan lalu.
"Transaksi berjalan pada kuartal III-2020 diperkirakan akan mencatat surplus. Dipengaruhi oleh perbaikan ekspor dan penyesuaian impor sejalan dengan permintaan domestik yang belum cukup kuat," ungkap Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam jumpa pers usar Rapat Dewan Gubernur Periode September 2020, Selasa (13/10/2020).
Jika terwujud maka akan menjadi surplus pertama sejak kuartal IV-2011.
Dengan surplus transaksi berjalan, artinya pasokan devisa cukup besar yang menjadi modal bagi rupiah untuk menguat.
Sementara pada hari ini, Data pertumbuhan ekonomi China yang menunjukkan peningkatan membuat rupiah menguat di awal perdagangan. Pagi tadi Biro Statistik Nasional China mengumumkan angka pertumbuhan ekonomi kuartal III-2020 sebesar 4,9% secara tahunan (year-on-year/YoY).
Pertumbuhan tersebut masih di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan pertumbuhan 5,2%, tetapi sudah cukup menunjukkan pemulihan ekonomi V-Shape saat pandemi penyakit virus corona (Covid-19) berhasil dihentikan.
Pemulihan ekonomi V-shape artinya setelah merosot tajam, perekonomian langsung bisa bangkit dengan cepat. Pada kuartal II-2020 lalu, ekonomi China tumbuh 3,2% YoY setelah berkontraksi (pertumbuhan negatif) 6,8% YoY di kuartal I-2020.
Meski sedang ada kabar bagus, tetapi investor masih berhati-hati masuk ke nagara emerging market seperti Indonesia, sebab pasar masih dipenuhi ketidakpastian jelang pemilihan presiden AS yang mempertemukan petahana dari Partai Republik Presiden Donald Trump, dengan Joseph 'Joe' Biden, calon presiden dari Partai Demokrat yang juga mantan wakil presiden periode 2009-2017.
Pekan ini akan dilangsungkan debat calon presiden (capres) babak terakhir. Ada enam topik yang akan dibahas yaitu perang melawan pandemi virus corona, keluarga, ras, perubahan iklim, keamanan nasional, dan kepemimpinan.
Sejauh ini, jajak pendapat yang digelar Reuters/Ipsos masih mengunggulkan sang pesaing Joe Biden untuk memenangi pilpres yang akan berlangsung pada 3 November mendatang. Dalam polling 13 Oktober, Biden memperoleh suara 43,1% sementara Trump 37,2%.
"Pasar akan terus memantau perkembangan polling untuk melihat apakah ada pergeseran suara. Meski biasanya debat tidak terlalu berdampak terhadap pembentukan opini publik," sebut riset Barclays.
Selain pilpres, stimulus fiskal di AS akan menentukan arah pergerakan rupiah di pekan ini.
"Lupakan stimulus fiskal, tidak akan terwujud dalam waktu dekat. Pasar sudah berekspektasi stimulus baru bisa diterapkan pada 2021," tegas Chris Weston, Head of Research Pepperstone yang berbasis di Melbourne, seperti dikutip dari Reuters.
Meski pelaku pasar pesimis stimulus fiskal akan cair sebelum pilpres, tetapi masih ada harapan.
Ketua DPR (House of Representatif) yang berasal dari Partai Demokrat, Nancy Pelosy, memberikan tenggat waktu 48 jam sejak hari Minggu kemarin untuk mencapai kesepakatan dengan Pemerintah AS guna mencairkan stimulus sebelum pilpres.
Artinya, masih ada peluang hingga Selasa waktu AS apakah stimulus akan cair atau tidak. Berapa besarnya stimulus yang akan digelontorkan masih menjadi perdebatan, Partai Demokrat yang menguasai DPR AS mengusulkan US$ 2,2 triliun, yang dianggap terlalu besar oleh Pemerintah AS yang mengusulkan US$ 1,8 triliun.
Jika pada akhirnya stimulus cair, maka sentimen pelaku pasar akan membaik dan rupiah berpotensi melesat di pekan ini.