Corona Sampai Pilpres AS Bikin Tak Tenang, Rupiah Jadi Merah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 October 2020 09:25
Ilustrasi Penukaran Uang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot pagi ini. Tingginya risiko di perekonomian global membuat investor masih memilih bermain aman.

Pada Senin (19/10/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.650 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,14% dibandingkan posisi akhir pekan lalu.

Namun tidak butuh waktu lama bagi rupiah untuk masuk jalur merah. Pada pukul 09:02 WIB, US$ 1 sudah dibanderol Rp 14.695 di mana rupiah melemah 0,17%.

Sepanjang minggu kemarin, rupiah menguat tipis 0,03% terhadap dolar AS di perdagangan pasar spot. Meski cuma menguat tipis, tetapi kinerja rupiah tidak jelek-jelek amat. Sebab, sebagian besar mata uang utama Asia terdepresiasi di hadapan greenback. Selain rupiah, hanya yen Jepang, won Korea Selatan, yuan China, dan dolar Hong Kong yang menguat.

Namun hari ini sepertinya rupiah sulit mengulangi pencapaian tersebut. Soalnya dolar AS sedang menjadi primadona di pasar.

Mengutip data US Commodity Futures Trading Commission, nilai posisi short (jual) terhadap dolar AS di perdagangan pasar derivatif per akhir pekan lalu adalah US$ 27,24 miliar. Turun dibandingkan pekan sebelumnya yang sebesar US$ 28,25 miliar.

Data ini menandakan pelepasan dolar AS oleh investor berkurang, semakin banyak yang ingin memegang mata uang Negeri Paman Sam. Fenomena yang menandakan investor sedang hati-hati, tidak mau terlalu mengambil risiko.

"Optimisme pasar terpukul karena kekhawatiran terhadap pndemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), stimulus fiskal di AS, dan pemilihan presiden (pilpres). Dolar AS pun mendapat keuntungan," kata Joe Manimbo, Senior Market Analyst Western Union Business Solutions yang berbasis di Washington, seperti dikutip dari Reuters.

Per 16 Oktober 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat jumlah pasien positif corona di seluruh negara adalah 38.789.204 orang. Bertambah 383.588 orang (1%) dibandingkan posisi sehari sebelumnya.

Dalam 14 hari terakhir (3-16 Oktober), rata-rata pasien positif baru bertambah 328.029 orang per hari. Melonjak dibandingkan 14 hari sebelumnya yakni 293.619 orang.

Virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini kembali menghantui Eropa. Ini membuat sejumlah negara Benua Biru mengetatkan kebijakan pembatasan sosial (social distancing).

Pemerintah Rusia kini mewajibkan siswa kembali belajar jarak jauh, setelah pembelajaran tatap muka di kelas sempat berlangsung. Sementara Irlandia Utara malah juga menutup sekolah selama dua pekan, dan restoran tidak boleh buka sampai sebulan ke depan.

Di Spanyol, pemerintah di wilayah otonom Katalonia menginstruksikan bar dan restoran untuk tutup selama 15 hari. Pusat perbelanjaan masih boleh buka, tetapi pengunjung yang datang dibatasi.

Sedangkan di Republik Ceska, pemerintah berencana untuk menerjunkan para mahasiswa kedokteran untuk berjuang di garis depan. Rumah sakit pun mengurangi tindakan medis non-esensial agar ada tempat tidur bagi pasien Covid-19.

Kemudian soal stimulus fiskal AS. Pemerintah sudah mengajukan stimulus bernilai US$ 1,8 triliun, naik dari proposal sebelumnya yaitu US$ 1,6 triliun. Namun tetap ditolak oleh kubu oposisi Partai Demokrat yang menguasai House of Representatives (salah satu dari dua kamar yang membentuk Komgres AS). Maklum, Demokrat punya usulan stimulus sebesar US$ 2,2 triliun.

"Untuk saat ini saya bisa bilang menyepakati sesuatu sebelum pilpres dan melaksanakannya akan sulit. Namun kami akan terus mencoba untuk mengatasi masalah ini," kata Mnuchin dalam acara Milken Institute Global Conference di Washington, seperti dikutip dari Reuters.

Presiden Donald Trump memang sudah bilang bahwa pemerintah siap untuk memperbarui proposa stimulus dengan mencantumkan angka yang lebih besar dari US$ 1,8 triliun. Namun sampai saat ini belum ada kabar lagi.

"Lupakan stimulus fiskal, tidak akan terwujud dalam waktu dekat. Pasar sudah berekspektasi stimulus baru bisa diterapkan pada 2021," tegas Chris Weston, Head of Research Pepperstone yang berbasis di Melbourne, seperti dikutip dari Reuters.

Masih dari AS, pekan ini akan dilangsungkan debat calon presiden (capres) babak terakhir. Ada enam topik yang akan dibahas yaitu perang melawan pandemi virus corona, keluarga, ras, perubahan iklim, keamanan nasional, dan kepemimpinan.

Sejauh ini, jajak pendapat yang digelar Reuters/Ipsos masih mengunggulkan sang pesaing Joseph 'Joe' Biden untuk memenangi pilpres yang akan berlangsung pada 3 November mendatang. Dalam polling 13 Oktober, Biden memperoleh suara 43,1% sementara Trump 37,2%.

"Pasar akan terus memantau perkembangan polling untuk melihat apakah ada pergeseran suara. Meski biasanya debat tidak terlalu berdampak terhadap pembentukan opini publik," sebut riset Barclays.

Berbagai ketidakpastian global itu membuat investor belum berani bermain agresif. Sampai kondisi lebih baik, sepertinya pelaku pasar masih akan memasang mode wait and see.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular