
Dear Investor, Nyangkut di Saham BRIS? Jangan Sedih Dulu..

Jakarta, CNBC Indonesia - Para investor jangka pendek alias trader saham PT Bank BRIsyariah Tbk (BRIS) pada perdagangan Kamis kemarin (15/10/2020) terpantau berguguran usai cuan gede dalam 2 hari terakhir.
Pasalnya, para investor jangka pendek yang masuk ke saham BRIS pada perdagangan Kamis kemarin banyak yang merugi karena saham BRIS jatuh ke level Auto Rejection Bawah (ARB) 6,76% setelah pada di awal perdagangan, beberapa menit setelah pasar saham dibuka, sempat melesat tinggi hingga 20,28%.
Terbangnya saham BRIS pada pagi hari wajar karena pada perdagangan Rabu (14/10), saham BRIS melesat menyentuh level Auto Rejection Atas (ARA) 24,89%.
Begitu pun pada perdagangan Selasa harga saham anak usaha PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) ini pun sentuh ARA 25% dalam sehari.
Terbangnya saham BRIS tak lain tak bukan lantaran kabar merger tiga bank syariah BUMN yakni BRIS, PT Bank Syariah Mandiri (BSM), dan PT Bank BNI Syariah (BNIS).
Dalam merger ini, yang ditargetkan Kementerian BUMN kelar Februari 2021, BRIS akan menjadi survivor entity alias bank yang menerima penggabungan.
Nah, dengan harga saham yang 2 hari ARA, maka banyak trader maupun investor yang Kamis pagi agaknya terkena efek fear of missing out (FOMO) atau ketakutan akan ketinggalan reli saham BRIS yang sudah ARA 2 hari.
Gegara ini, jadi mereka rela 'haka' (hajar kanan), sebutan bagi para investor yang langsung membeli saham di sisi kanan (offer) tanpa mengantre sehingga pada Kamis pagi kemarin, saham BRIS naik tak terkendali.
Namun apa daya, dana trader 'haka' tak mampu melawan daya tekanan jual yang jauh lebih kuat.
Tekanan jual yang muncul dari pada investor yang ingin mengambil untung alias profit taking setelah selama 2 hari perdagangan saham BRIS naik 56% ditambah dari investor asing yang juga ikut melakukan jual bersih sebanyak Rp 11,65 miliar.
Keadaan ini sontak membuat harga saham BRIS ambrol menyentuh level ARB.
Dengan kejadian ini, tidak sedikit trader yang nyangkut di saham BRIS alias tidak bisa menjual sahamnya karena sudah anjlok menyentuh level ARB.
Bahkan mengacu dari antrean jual BRIS di level ARB dan harga penutupanya di angka Rp 1.310/unit sebanyak 863 ribu lot atau senilai Rp 113 miliar, bukan tidak mungkin saham BRIS akan kembali ARB pada perdagangan Jumat ini (16/10).
Analisis Teknikal
Sebenarnya koreksi saham BRIS ini datang tidak secara tiba-tiba, sebab secara teknikal apabila menggunakan periode per jam (daily) saham BRIS sudah masuk kategori jenuh beli dengan indikator Relative Strength Index (RSI).
Ini adalah indikator momentum yang membandingkan antara besaran kenaikan dan penurunan harga terkini dalam suatu periode waktu yang sudah berada di angka 82.
Angka ini tentu saja menunjukkan kondisi sangat jenuh beli, karena biasanya di angka 70 saja, suatu instrumen bisa dikatakan sudah jenuh beli.
Maka dari itu sebenarnya wajar-wajar saja apabila hari ini saham BRIS harus rela anjlok hingga ARB karena biasanya apabila suatu saham melesat tinggi dalam waktu singkat, maka selanjutnya koreksi beruntun akan menanti. Apalagi, ketika level ARB dibatasi hanya boleh 7% saja dalam sehari.
Trader yang nyangkut juga sebenarnya tidak perlu berkecil hati di saham BRIS, karena dengan prospek leburan bank syariah yang cemerlang, nantinya saham BRIS akan kembali menanjak cepat atau lambat.
Cemerlangnya leburan perbankan syariah BUMN ini bukan hanya isapan jempol belaka.
Sebab, nantinya perbankan syariah nomor wahid di Indonesia ini akan menguasai pangsa pasar perbankan syariah baik secara total aset maupun secara pembiayaan.
Selain itu sebenarnya fundamental, saham BRIS masih belum bisa dikatakan sangat mahal.
Valuasi saham BRIS menggunakan metode harga pasar dibanding harga bukunya alias PBV (price to book value) menunjukkan bahwa BRIS memiliki PBV sebesar 2,44 kali.
Angka ini memang tentunya di atas rata-rata PBV perbankan di angka 1,5 kali.
Akan tetapi PBV sebesar 2,44 kali ini, sebetulnya jarang dikategorikan sebagai PBV yang mahalnya tidak wajar.
Bahkan apabila dibandingkan dengan satu-satunya perbankan syariah besar lain yang melantai di bursa yakni PT Bank BTPN Syariah Tbk (BTPS), tampaknya valuasi BRIS masih bisa dikatakan lebih murah.
Sebab, PBV BTPS berada di angka 5,35 kali, jauh lebih tinggi daripada PBV BRIS.
Yah, memang tidak asik tentunya apabila nyangkut di saham tertentu.
Akan tetapi lebih baik nyangkut di saham dengan fundamental yang baik dan prospek usaha yang cerah, karena paling tidak dalam jangka panjang masih memiliki potensi upside apalagi bagi investor dengan horizon jangka panjang (value investing).
Daripada nyangkut di saham gorengan, dengan prospek usaha yang suram dan fundamental tidak jelas ini bakal bikin repot, dan pusing, karena hanya bisa menunggu kebaikan hati 'trader lain' untuk mengangkat saham tersebut.
Kinerja Oke
Secara kinerja, BRIS melaporkan pertumbuhan laba bersih yang impresif pada triwulan II-2020, sebesar 229,6% menjadi Rp 117,2 miliar, dibandingkan triwulan II-2019.
Aset BRISyariah tercatat sebesar Rp 49,6 triliun, meningkat 34,75% dibandingkan triwulan II-2019.
Pertumbuhan ini di atas rata-rata pertumbuhan industri perbankan nasional maupun syariah. Tidak hanya mencatat pertumbuhan laba, pertumbuhan pembiayaan dan dana murah perseroan juga mengalami peningkatan yang signifikan.
Kabar baiknya, dengan bergabungnya BSM dan BNIS, Ketua Tim Project Management Office (PMO) Merger Bank Syariah BUMN, yang juga Plt Dirut PT Bank mandiri Tbk (BMRI) Hery Gunardi mengatakan dengan penggabungan itu, akan menciptakan bank syariah dengan aset mencapai Rp 390 triliun.
Kemudian, target pembiayaan juga bisa menembus Rp 272 triliun, dan pendanaan sekitar Rp 335 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Obral-obral, Deretan Saham LQ45 Ini Sudah Rebound Lagi Lho!
