Berkat Neraca Dagang, Kurs Dolar Singapura Turun ke Rp 10.801

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 October 2020 14:45
Ilustrasi dolar Singapura (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi dolar Singapura (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura melemah melawan rupiah pada perdagangan Kamis (15/10/2020), rilis data neraca dagang Indonesia mampu mendongkrak kinerja rupiah pada hari ini.

Di awal perdagangan, dolar Singapura sempat menguat 0,23% ke Rp 10.839,17/SG$, tetapi kemudian berbalik melemah. Pada pukul 14:15 WIB, SG$ 1 setara Rp 10.801,86, dolar Singapura melemah 0,11% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini merilis data ekspor dan impor pada September 2020. Nilai ekspor tercatat US$ 14,01 miliar. Nilai tersebut mengalami penurunan sebesar 0,51% dibandingkan September 2019.

Nilai impor pada September 2020 tercatat US$ 11,57 miliar atau turun 18,88%. Sehingga neraca dagang di bulan September mengalami surplus US$ 2,44 miliar.

Surplus di bulan September tersebut membuat neraca dagang Indonesia sudah mencetak surplus dalam 5 bulan beruntun, yang dapat mempengaruhi posisi transaksi berjalan (current account) yang sudah mengalami defisit selama nyaris 1 dekade.

Bank Indonesia (BI) saat mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Selasa lalu memperkirakan transaksi berjalan pada kuartal III-2020 bisa mencatatkan surplus. Jika terwujud maka akan menjadi surplus pertama sejak kuartal IV-2011.

"Transaksi berjalan pada kuartal III-2020 diperkirakan akan mencatat surplus. Dipengaruhi oleh perbaikan ekspor dan penyesuaian impor sejalan dengan permintaan domestik yang belum cukup kuat," ungkap Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam jumpa pers usar Rapat Dewan Gubernur Periode September 2020, Selasa (13/10/2020).

Dengan surplus transaksi berjalan, artinya pasokan devisa cukup besar dan BI punya lebih banyak amunisi menstabilkan rupiah.

Sementara itu dari Singapura Kementerian Perdagangan dan Industri kemarin melaporkan PDB kuartal III-2020 sebesar -7% year-on-year (YoY). Meski masih berkontraksi, tetapi lebih baik dari kuartal sebelumnya -13,3% YoY. Di kuartal I lalu, PDB juga mengalami kontraksi, -0,3% YoY, sehingga Singapura resmi memasuki resesi sejak kuartal II lalu.

Secara umum, suatu negara dikatakan mengalami resesi jika PDB mengalami kontraksi 2 kuartal beruntun secara YoY.

Sehingga, Singapura kini sudah mengalami resesi selama 9 bulan. Kabar baiknya, menurut National Bureu of Economic Research (NBER), lembaga swasta non-profit di AS, rata-rata lamanya waktu resesi adalah 11 bulan, artinya ada peluang Singapura akan sebentar lagi akan bangkit.

Tetapi patut digarisbawahi, resesi kali ini tidak seperti sebelummnya yang disebabkan oleh pandemi penyakit virus corona (Covid-19). Jadi, pemulihan ekonomi akan sangat tergantung dari kesuksesan meredam penyebaran Covid-19.

International Monetary Fund (IMF) dalam laporan terbarunya memprediksi PDB Singapura sepanjang 2020 akan mengalami kontraksi sebesar 6%, tetapi akan tumbuh 5% di tahun depan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Rupiah, Juara Asia Semester I-2020 Adalah Peso Filipina

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular