"Hantu" CAD Pergi Jauh dari RI, kok Rupiah Masih Tak Berdaya?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
14 October 2020 16:21
Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)
Foto: Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Adapun yang patut digarisbawahi, seandainya transaksi berjalan benar mencatat surplus, itu bukan merupakan sebuah prestasi, tetapi "berkah" di kala pandemi.

Seperti yang disebutkan oleh BI, surplus neraca dagang akan membawa transaksi berjalan lepas dari defisit. Ekspor yang membaik karena perekonomian global mulai pulih, tetapi impor masih lemah. Sehingga neraca perdagangan bisa mencetak surplus.

Sayangnya, impor yang lemah berarti roda perekonomian di dalam negeri masih berjalan lambat, sehingga pemulihan ekonomi Indonesia kemungkinan akan berlangsung lebih lama.

Kinerja rupiah melawan dolar Amerika Serikat (AS) di kuartal III-2020 buruk, bahkan sangat buruk jika dibandingkan dengan mata uang utama Asia lainnya. Selain rupiah, hanya baht Thailand yang melemah, sisanya membukukan penguatan.

Sepanjang kuartal III-2020, rupiah merosot 4,65% ke Rp 14.840/US$, sementara baht yang juga melemah jauh lebih baik dengan pelemahan 2,27%.



Saat China sukses meredam virus corona, Indonesia justru sedang menghadapi kenaikan kasus Covid-19 hingga saat ini. Bahkan, penambahan kasus perharinya masih cenderung tinggi.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), kasus baru Covid-19 di Indonesia bertambah sebanyak 4.127 orang. Jumlah kasus baru tersebut membuat akumulasi kasus positif menjadi 344.794 orang.

Dari akumulasi tersebut, sebanyak 267.851 orang sembuh, dan 12.156 orang meninggal dunia, sisanya menjadi kasus aktif.

Akibatnya, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat-longgar bolak balik diterapkan, khususnya di DKI Jakarta. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pun nyungsep dan terancam mengalami resesi di kuartal III-2020. Resesi bisa dibilang sudah pasti, yang menjadi misteri adalah seberapa dalam kontraksi.

Ketidakpastian tersebut membuat rupiah terus mengalami tekanan.

Rupiah mulai dalam tren pelemahan sejak 8 Juni lalu, saat itu rupiah berada di level Rp 13.850/US$, sementara pada hari ini di Rp 14.680/US$. Artinya selama periode tersebut rupiah melemah sekitar 6%.

Pada pertengahan Juli lalu, BI memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 4%.

Total di tahun ini, BI sudah memangkas suku bunga sebanyak 4 kali dengan total 100 bps. Tidak hanya memangkas suku bunga, BI juga memberikan banyak stimulus moneter, tujuannya, guna memacu perekonomian yang nyungsep.

Penurunan suku bunga oleh BI menjadi salah satu penyebab melempemnya rupiah. Rupiah merupakan mata uang yang mengandalkan yield tinggi untuk menarik minat investor. Kala suku bunga dipangkas, yield tentunya juga akan menurun, sehingga rupiah menjadi kurang menarik.

Pelaku pasar berekspektasi BI masih akan memangkas suku bunga sekali lagi di sisa tahun ini, mengingat inflasi yang sangat rendah, sehingga memberikan ruang pemangkasan yang lebih besar.

Meski BI beberapa kali memberikan sinyal tidak akan memangkas suku bunga lagi, nyatanya ekspektasi di pasar masih tetap terjaga. Fitch Solutions misalnya, masih konsisten dalam beberapa bulan terakhir memprediksi BI masih akan memangkas suku bunga lagi hingga menjadi 3,75%.

Selain itu, hasil survei 2 mingguan Reuters pertengahan September lalu menunjukkan pelaku pasar kurang berminat terhadap rupiah karena cemas akan rencana revisi undang-undang BI, membuat bank sentral tidak lagi independen, dan rentan mengalami intervensi yang bersifat politis.

Bank investasi Societe Generale dalam sebuah catatan yang dikutip Reuters memprediksi rupiah akan menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di Asia di semester II tahun ini. Sebagai aset dengan imbal hasil tinggi, rupiah masih akan dikalahkan oleh rupee India meski yield yang diberikan lebih rendah.

Sementara Fitch Solutions memprediksi rupiah berada di level Rp 15.000/US$ di penghujung tahun ini. 

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular