
Garap Pabrik Baterai EV Rp 178 T, Saham ANTM Cs Terbang!

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) langsung melesat dan masuk deretan top gainers di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada perdagangan sesi I, Rabu (14/10/2020).
Data BEI mencatat, saham ANTM naik 14,38% di level Rp 875/saham dengan nilai transaksi Rp 429 miliar dan volume perdagangan 502 juta saham.
Dalam 5 hari perdagangan terakhir akumulatif, saham anak usaha MIND ID atau PT Indonesia Asahan Aluminimum (Inalum) ini naik 23% dan 6 bulan terakhir melesat 96%.
Selain ANTM, saham anak usaha MIND ID lainnya yakni PT Timah Tbk (TINS) juga naik 8,84% di level Rp 800/saham dengan nilai transaksi rp 66,7 miliar dan volume perdagangan 84 juta saham.
Sementara itu, saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang juga masuk anggota Holding BUMN di bawah MIND, juga naik 1,83% di posisi Rp 3.900/saham.
Kabar baik datang dari rencana pemerintah membentuk Holding bernama PT Indonesia Battery untuk mengoperasikan pabrik baterai kendaraan listrik.
Hal tersebut disampaikan CEO Holding BUMN Pertambangan MIND ID atau Inalum Orias Petrus Moedak dalam sebuah diskusi tentang hilirisasi nikel secara virtual pada Selasa kemarin (13/10/2020).
Orias mengatakan pembangunan pabrik baterai akan dipimpin oleh Inalum melalui ANTM, bersama dengan PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero). Ketiga perusahaan ini nantinya menjadi bagian dari perusahaan Holding Indonesia Battery ini.
Saat ini pihaknya tengah menyusun pembentukan perusahaan Holding PT Indonesia Battery tersebut.
"Di hulu ada Antam, yang intermediate ada Pertamina, hilir ada PLN. Sekarang lagi diproses. Itu nanti ada Indonesia Battery, itu holding company yang terlibat dalam pembuatan baterai dari hulu ke hilir," jelasnya.
Orias menyebut saat ini ada dua calon mitra dari China dan Korea yang sedang didekati untuk melakukan kerja sama dan menjadi investor di pabrik baterai mobil listrik ini. Proyek ini menurutnya akan terintegrasi dari hulu sampai hilir.
Tak tanggung-tanggung, dia menyebutkan nilai investasinya bahkan diperkirakan sampai sekitar US$ 12 miliar atau sekitar Rp 177,6 triliun (asumsi kurs Rp 14.800 per US$).
Lebih lanjut dia mengatakan, perkiraan investasi US$ 12 miliar tersebut akan diperoleh dari dua perusahaan calon mitra di mana masing-masing diperkirakan akan berinvestasi US$ 7 miliar dan US$ 5 miliar, tergantung dari ukurannya. Saat ini menurutnya pihaknya tengah dalam proses pembicaraan dengan calon investor tersebut dan diharapkan kesepakatan bisa segera tercapai.
Dia mengatakan biaya investasi US$ 12 miliar ini akan diperoleh dari ekuitas pemegang saham dan perbankan. Semua lini menurutnya harus difokuskan, jangan sampai perbankan tidak memberikan dukungan.
Dia pun berharap industri dapat menyerap baterai ini nantinya. Jika industri tidak menyerap, maka ekspor tidak akan terhindarkan. Ini akan sangat disayangkan karena artinya kita malah memberikan subsidi bagi negara lain.
"Kalau kita menghasilkan sesuatu dengan harga yang tidak terlalu mahal di dalam negeri, kemudian dibeli perusahaan luar negeri, itu sama saja memberikan subsidi secara tidak langsung," ungkapnya.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Walah, Jualan Emas Antam di 2020 Malah Jeblok 36%