Batu Bara Bakal Kena PPN di Omnibus Law, Ini Respons BUMI Cs

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
12 October 2020 11:42
Ilustrasi PT Bumi resources
Foto: Detikcom/Dikhy Sasra

Jakarta, CNBC Indonesia - Batu bara tidak lagi termasuk ke dalam salah satu jenis barang bebas pajak pertambahan nilai (PPN) dalam Undang-Undang tentang Cipta Kerja yang baru saja disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada pekan lalu (05/10/2020).

Hal ini tertuang dalam Pasal 4A (2) perubahan UU No.42 tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU No.8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang menjadi bagian dari Pasal 112 Omnibus Law.

Pasal 4A (2) berbunyi "Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:
a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batu bara;.."

Ini berarti mengindikasikan bahwa batu bara tak lagi termasuk ke dalam jenis barang yang bebas PPN.

Lantas, bagaimana para pelaku usaha di pertambangan batu bara menanggapi hal ini? Meski di Omnibus Law ini juga diberikan insentif royalti batu bara 0% bagi penambang yang melakukan hilirisasi batu bara, namun dengan dikenakannya PPN ini, bagaimana dampak ke penjualan batu bara ke depannya?

Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) Dileep Srivastava mengatakan pihaknya tengah mengkaji dampak dari Omnibus Law ini ke perusahaan, baik royalti 0% untuk hilirisasi batu bara, pengenaan PPN, hingga kebijakan lingkungan.

"Kami sedang mengkaji dampak dari Omnibus Law ini," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Senin (12/10/2020).

Kendati demikian, yang paling penting saat ini menurutnya yaitu kepastian perpanjangan kontrak menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) bagi salah satu anak usaha yakni PT Arutmin Indonesia yang kontraknya akan berakhir pada 1 November mendatang.

"Yang paling penting bagi kami saat ini yaitu kepastian perubahan PKP2B menjadi IUPK untuk Arutmin dan KPC," ujarnya.


Tunggu Salinan Resmi Omnibus Law

General Manager Legal & Extneral Affairs Arutmin Indonesia Ezra Sibarani mengatakan, pihaknya masih menunggu salinan resmi dari Omnibus Law ini. Kendati demikian, pihaknya juga tengah melakukan kajian secara komprehensif terkait Omnibus Law ini.

Sebelumnya, imbuhnya, Arutmin selaku perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) Generasi 3 tidak dikenakan kewajiban pembayaran PPN untuk penjualan batu bara.

"Terkait pengenaan PPN batu bara di Omnibus Law, kita menunggu salinan resminya dan sedang kita telaah secara komprehensif," ungkapnya.

Hal senada diungkapkan Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia. Dia mengatakan, pihaknya juga masih menunggu naskah asli Omnibus Law ini agar bisa mengkaji dengan benar dan memberikan tanggapan yang sesuai dengan UU ini.

Menurutnya, aturan perpajakan di pertambangan batu bara ini berbeda-beda, antara PKP2B maupun IUP, termasuk antargenerasi PKP2B pun berbeda. Dia pun beranggapan kebijakan ini dibuat pemerintah agar penerimaan negara meningkat dari perusahaan pemegang PKP2B yang akan diperpanjang menjadi IUPK.

"Kami masih ingin lihat draft naskah aslinya terlebih dahulu. Kami harus lihat naskah finalnya seperti apa," ujarnya.

Sementara PT Adaro Energy Tbk (ADRO) mengatakan akan patuh pada setiap aturan yang berlaku. Head of Corporate Communication Adaro Febriati Nadira mengatakan perusahaan akan patuh dan mengikuti aturan yang berlaku, dengan melaksanakan optimalisasi pemanfaatan cadangan untuk peningkatan penerimaan negara dan pengembangan perusahaan.

"Adaro sebagai kontraktor pemerintah dan perusahaan publik yang senantiasa menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) tentunya akan patuh dan mengikuti aturan yang berlaku," ujarnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Omnibus Law Diketok, Emang Asing Ujug-ujug Langsung Masuk RI?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular