
Faktor Politik Jegal Stimulus AS, The Fed Bakal Turun Tangan?

Selain stimulus fiskal, The Fed sudah menggelontorkan stimulus moneter guna menyelamatkan perekonomian AS. Suku bunga dibabat habis hingga 0,25%, dan akan dipertahankan hingga akhir 2023. Selain itu, bank sentral paling powerful di dunia ini juga menjalankan program pembelian aset (quantitative easing/QE) dengan nilai US$ 120 miliar per bulan.
Tetapi untuk diketahui, The Fed sebelumnya mengatakan akan menggelontorkan QE seberapa pun diperlukan guna memacu perekonomian AS yang nyungsep akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19).
Dalam notula rapat kebijakan moneter September yang dirilis dini hari tadi, beberapa anggota pembuat kebijakan (Federal Open Marker Committee/FOMC) mulai membuka diskusi mengenai kemungkinan penambahan nilai QE per bulan. Tetapi para anggota lainnya mengatakan diskusi tersebut lebih baik dilakukan pada "rapat kebijakan moneter berikutnya".
Artinya, The Fed masih punya "senjata" guna memacu perekonomian AS, yakni dengan penambahan nilai QE.
Sejak pandemi Covid-19 melanda, The Fed sudah menggelontorkan QE senilai US$ 3 triliun, yang terlihat dari Neraca Saldo yang dimilikinya. Neraca Saldo menunjukkan jumlah aset (obligasi pemerintah, swasta, dan surat berharga lain) yang dimiliki The Fed. Semakin tinggi saldo, artinya The Fed menggelontorkan QE lebih besar dengan memborong surat berharga dari pasar.
Berdasarkan data dari Federal Reserve, per 30 September lalu saldo The Fed mencapai US$ 7,056 triliun, naik tajam ketimbang posisi sebelum dihantam Covid-19 bulan Maret lalu di kisaran US$ 4,1 triliun.
Ekonom The Fed, Michael Kiley, yang juga merupakan deputi direktur stabilitas finansial, memberikan hasil risetnya yang menunjukkan The Fed bisa mempercepat laju pemulihan ekonomi AS dari resesi jika QE ditambah sebesar US$ 3,5 triliun atau Rp 51.450 triliun (kurs Rp 14.700/US$).
"Melihat terpukulnya perekonomian di awal tahun ini, program pembelian aset setara dengan 30% dari produk domestik bruto, atau sekitar US$ 6,5 triliun, dibutuhkan guna memulihkan perekonoman," tulis Kiley dalam risetnya yang juga tercantum di notula rapat kebijakan moneter The Fed.
Namun, masih belum jelas kapan penambahan QE tersebut akan dibahas, mengingat The Fed menuliskan "dalam rapat kebijakan moneter berikutnya", tetapi jika stimulus fiskal di AS yang terus mandek, ada peluang The Fed akan segera menggelontorkan stimulus tambahan.
Hanya saja, stimulus moneter tidak seperti stimulus fiskal yang bisa memberikan BLT. Sehingga stimulus fiskal tetap saja diperlukan guna memulihkan perekonomian AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]