Demo Ricuh UU Ciptaker, Rupiah Dihajar Dolar Singapura

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
08 October 2020 15:03
Ratusan Buruh dengan mengendarai motor dihalau polisi saat akan menuju gedung DPR untuk melakukan aksi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja di bawah Flyover Senayan, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (8/10/2020). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ratusan Buruh dengan mengendarai motor dihalau polisi saat akan menuju gedung DPR untuk melakukan aksi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja di bawah Flyover Senayan, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (8/10/2020). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura dan Australia kembali menguat melawan rupiah pada perdagangan Kamis (8/10/2020), melanjutkan penguatan hari sebelumnya. Demo dan aksi mogok buruh menolak Undang-undang Cipta Kerja yang memasuki hari ketiga cukup membebani rupiah. Selain itu, 2 hari terakhir data-data ekonomi dari dalam negeri juga mengecewakan.

Melansir data Refinitiv, pada pukul 14:08 WIB, dolar Singapura menguat 0,13% ke Rp 10.818,18/SG$, sementara dolar Australia naik 0,35% ke Rp 10.520,98/AU$.

Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Senin lalu disambut baik oleh pelaku pasar dalam dan luar negeri karena dianggap bisa memperbaiki iklim investasi di dalam negeri.

Saat iklim investasi membaik, maka aliran modal akan masuk ke dalam negeri, yang tentunya akan mendongkrak penguatan rupiah. Mata Uang Garuda menguat tajam melawan dolar Singapura dan Australia, masing-masing 0,69% dan 1,58% pada hari Selasa lalu.

Namun, di sisi lain UU Cipta Kerja memicu penolakan yang masif. Buruh melakukan demo dan mogok kerja besar dalam 2 hari terakhir, dan masih akan berlanjut pada hari ini.

Aksi demo tersebut rupiah melemah melawan 2 mata uang tersebut sejak Rabu kemarin.

Sementara itu kemarin, Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa per akhir bulan lalu sebesar US$ 135,2 miliar. Anjlok dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat US$ 137 miliar yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa.

Penurunan cadangan devisa pada September 2020, lanjut keterangan BI, antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.

Sementara pada hari ini, BI melaporkan penjualan ritel yang dicerminkan dari Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Agustus 2020 tumbuh negatif 9,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY), meski membaik dibandingkan Juli 2020 yang terkontraksi 12,3% YoY.
Pada September 2020, BI memperkirakan IPR masih mengalami kontraksi 7,3% YoY.

TIM RISET CNBC IDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar Australia Kini Lebih Mahal dari Singapura, Kok Bisa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular