Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Namun faktor eksternal yang kurang kondusif membuat rupiah wajib berhati-hati.
Pada Rabu (7/10/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.700 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat tipis 0,07% dibandingkan posisi sehari sebelumnya.
Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan penguatan 0,54% di hadapan dolar AS. Rupiah menjadi mata uang terbaik Asia, dari pagi hingga 'lapak' ditutup.
Mata uang Tanah Air tengah menjalani tren penguatan. Dalam enam hari terakhir, rupiah hanya melemah sekali. Selama enam hari tersebut, apresiasi rupiah mencapai nyaris 1%.
Sepertinya dampak pengesahan Undang-undang (UU) Cipta Kerja masih bertuah buat rupiah. UU ini diharapkan mampu menjadi solusi bagi hambatan berinvestasi di Indonesia.
"Dampak UU ini memang membutuhkan waktu. Namun tentunya akan meningkatkan daya saing Indonesia untuk menarik investasi asing di sektor riil. Pengesahan ini menunjukkan pemerintah masih berkomitmen menjalankan reformasi struktural meski di tengah kondisi yang menantang," kata Wellian Wiranto, Ekonom OCBC, sebagaimana diwartakan Reuters.
Namun bukan berarti rupiah bisa tenang. Pasalnya, 'cuaca' di luar sedang buruk.
Dini hari tadi waktu Indonesia, bursa saham New York melemah signifikan. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ambles 1,34%, S&P 500 anjlok 1.4%, dan Nasdaq Composite ambrol 1,57%.
Penyebabnya adalah keputusan Presiden AS Donald Trump untuk menarik diri dari pembahasan stimulus fiskal dengan legislatif hingga selepas pemilihan presiden (pilpres) awal November mendatang. Trump sepertinya sudah gerah, karena proposal stimulus dari Gedung Putih acap kali mentah saat akan dibahas di Capitol Hill.
"Nancy Pelosi (Ketua House of Representatives, salah satu dari dua kamar yang membentuk Kongres AS) meminta US$ 2,4 triliun untuk menalangi negara bagian bobrok, punya tingkat kejahatan tinggi, yang dipimpin oleh orang Partai Demokrat. Ini tidak ada hubungannya dengan Covid-19 (Coronavirus Disease-2019). Kami menawarkan US$ 1,6 triliun dan, seperti biasa, dia tidak bernegosiasi dengan niat baik.
"Saya menolak permintaan mereka, demi masa depan negara kita. Saya sudah meminta perwakilan saya untuk berhenti bernegosiasi sampai pilpres, dan ketika saya menang, saya akan meneken stimulus besar bagi para pekerja dan usaha kecil.
"Saya sudah meminta Mitch McConnell (Pimpinan Senat AS) untuk tidak menunda, tetapi untuk saat ini fokus saja ke pemilihan Hakim Agung Amy Connet Barrett pilihan saya.
Ekonomi sedang sangat bagus. Pasar saham terus mencatat rekor tertinggi, lapangan kerja juga demikian. Kita memimpin dalam hal pemulihan ekonomi, dan yang terbaik masih akan menanti pada masa mendatang!" cuit Trump dlaam utas (thread) di Twitter.
"Reli di pasar modal akhir-akhir ini terjadi karena harapan keluarnya paket stimulus fiskal. Namun dengan perkembangan terbaru, ada alasan untuk tidak menaruh uang sebelum pilpres," ujar Robert Phipps, Direktur Per Stirling Capital Management yang berbasis di Texas, seperti dikutip dari Reuters.
Tanpa stimulus fiskal dari pemerintah akan sulit bagi ekonomi AS untuk bangkit. Pandemi virus corona yang melumpuhkan dunia usaha dan rumah tangga membuat pemerintah menjadi pemeran utama dalam menggerakkan perekonomian.
Namun apa daya, Trump keburu kesal. Pembahasan stimulus yang berlarut-larut dalam hitungan bulan membuat sang presiden ke-45 Negeri Adikuasa kehilangan kesabaran.
Krisis di AS tidak mungkin terjadi dalam momentum yang lebih buruk dari ini. Saat rakyat membutuhkan 'suntikan adrenalin' dari negara berupa stimulus fiskal, momentum politik membuat situasi menjadi runyam. Eksekutif dan legislatif saling sandera akibat kepentingan politik, sementara rakyat yang terjepit di tengah-tengah tidak mendapat apa-apa.
Dinamika terbaru ini juga membuat investor memilih bermain aman dengan memburu dolar AS, yang masih berstatus safe haven. Pada pukul 08:10 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,16%.
TIM RISET CNBC INDONESIA