
Diam-diam Dolar Singapura Makin Mahal, Nyaris Menguat 10%

Jakarta, CNBC Indonesia Nilai tukar dolar Singapura menguat melawan rupiah pada perdagangan Senin (5/10/2020), setelah rilis data ekonomi yang memberikan sinyal kebangkitan. Pada pekan lalu, dolar Singapura sukses membukukan penguatan 4 hari beruntun sebelum terkoreksi di hari Jumat. Selama periode tersebut, total penguatannya sebesar 0,84%.
Sementara pada hari ini pukul 11:04 WIB dolar Singapura menguat 0,12% ke Rp 10.877,06/SG$ di pasar spot, melansir data Refinitiv. Mata uang Negeri Merlion ini melanjutkan tren kenaikan yang dimulai sejak 5 Juni lalu. Sejak saat itu hingga hari ini, total penguatan dolar Singapura nyaris 10%.
Tanda-tanda kebangkitan ekonomi ditunjukkan oleh sektor manufaktur Singapura. Markit hari ini melaporkan purchasing managers indeks (PMI) manufaktur Singapura bulan September naik menjadi 45,1 dari bulan sebelumnya 43,6.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik awal, di bawah level tersebut berarti kontraksi, sementara di atasnya berarti ekspansi.
Memang sektor manufaktur Singapura masih mengalami kontraksi, tetapi setidaknya menunjukkan perbaikan dengan mendekati lagi angka 50.
Sebaliknya, sektor manufaktur Indonesia justru mengalami kontraksi lagi, setelah sempat berekspansi di bulan Agustus. Pada Kamis (1/10/2020) lalu, Markit melaporkan PMI manufaktur Indonesia bulan September sebesar 47,2, turun jauh dari bulan sebelumnya 50,8.
Penurunan pada September adalah yang pertama setelah PMI terus merangkak naik sejak April. Menurut IHS Markit, penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang lebih ketat pada pertengahan September menjadi penyebabnya.
"Penerapan kembali PSBB di Jakarta pada medio September di tengah peningkatan kasus infeksi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) berdampak terhadap penjualan produk manufaktur dan proses produksi. Setelah kenaikan yang solid pada Agustus, permintaan baru turun drastis pada September meski tidak separah Maret," sebut keterangan tertulis IHS Markit yang dirilis Kamis (1/10/2020).
Penurunan permintaan membuat produksi kembali turun. Akibatnya, penciptaan lapangan kerja ikut berkurang. Bahkan laju Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) semakin cepat.
Dalam kurun setahun ke depan, pelaku usaha memang masih optimistis bahwa produksi dan permintaan akan meningkat. Namun optimisme ini akan sangat tergantung dari bagaimana pandemi bisa dikendalikan.
"Angka PMI terbaru menunjukkan bahwa sektor manufaktur Indonesia masih menghadapi tantangan dalam beberapa bulan ke depan. Pemulihan ekonomi akan tergantung dari kemampuan mengendalikan pandemi," tegas Bernard Aw, Principal Economist IHS Markit, seperti diwartakan dari siaran tertulis.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kurs Dolar Singapura Pagi Jeblok Siang Naik, Ini Penyebabnya!
