
Rupiah KO 4 Hari Beruntun Lawan Dolar Singapura & Australia

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah lagi melawan dolar Singapura dan Australia pada perdagangan Kamis (1/10/2020), bertepatan dengan Hari Kesaktian Pancasila.
Sebelumnya kedua dolar tersebut juga sudah menguat dalam 3 hari beruntun melawan Mata Uang Garuda.
Melansir data Refinitiv, pada pukul 10:35 WIB, dolar Singapura menguat tipis 0,03% ke Rp 10.866,7/SG$, dalam 3 hari sebelumnya total persentase penguatannya sebesar 0,82%. Di waktu yang sama, dolar Australia menguat 0,09% ke Rp 10.637,8/AU$, dan dalam 3 hari sebelumnya total menguat 1,89%.
Pergerakan tersebut menunjukkan rupiah memang sedang lesu, terutama akibat risiko resesi yang akan dialami Indonesia di kuartal III-2020. Resesi tersebut hampir pasti, Cuma seberapa dalam yang masih jadi misteri.
Menteri Keuangan Sri Mulyani pada pekan lalu memberikan proyeksi terbaru pertumbuhan ekonomi kuartal III-2020. Tetapi proyeksi tersebut lebih buruk dari sebelumnya.
"Kemenkeu yang tadinya melihat ekonomi kuartal III minus 1,1% hingga positif 0,2%, dan yang terbaru per September 2020 ini minus 2,9% sampai minus 1,0%. Negatif teritori pada kuartal III ini akan berlangsung di kuartal IV. Namun kita usahakan dekati nol," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita September, Selasa (22/9/2020).
Sri Mulyani mengatakan Kemenkeu memprediksi perekonomian di kuartal III-2020 minus 2,9% sampai minus 1,0%. Melihat prediksi tersebut, resesi pasti terjadi di Indonesia, dan menjadi yang pertama sejak tahun 1999.
Sementara itu, di tengah ketidakpastian global akibat kembali meningkatnya jumlah kasus penyakit virus corona (Covid-19) di Eropa, posisi dolar Singapura tentunya lebih unggul di mata pelaku pasar ketimbang rupiah.
Bank investasi ternama, Morgan Stanley pada pertengahan tahun lalu mengatakan Singapura sebagai tempat aman (safe place) di tengah ketidakpastian ekonomi saat ini.
"Kita bisa melihat inflow yang didukung oleh peningkatan persepsi Singapura sebagai safe place di saat terjadi ketidakpastian ekonomi dan politik regional," tulis analis Morgan Stanley, Wilson Ng dan Derek Chang, sebagaimana dilansir CNBC International, Senin (29/6/2020).
Kemudian dolar Australia juga dalam kondisi lebih baik ketimbang rupiah, sebab ekspektasi pemangkasan suku bunga yang mundur, dari sebelumnya di bulan ini, menjadi bulan November.
Selain itu, kemarin China menunjukkan laju pemulihan ekonomi yang mampu dipertahankan setelah dihantam pandemi Covid-19. Markit melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur China bulan September sebesar 51,5, naik dari bulan sebelumnya 51. Artinya, laju ekspansi sektor manufaktur China meningkat, dan tentunya menjadi kabar baik juga bagi Australia.
Ketika sektor manufaktur China terus berekspansi, tentunya permintaan bahan baku dari Australia akan meningkat. Perekonomian Australia pun ikut terkerek naik, dan dolarnya bisa menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar Australia Kini Lebih Mahal dari Singapura, Kok Bisa?
