Dolar Singapura & Australia Loyo, Tapi Kompak Tekan Rupiah

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
29 September 2020 13:03
Ilustrasi Penukaran Uang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Penukaran Uang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

olarJakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah stagnan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (29/9/2020), tetapi melemah dihadapan dolar Singapura dan Australia. Padahal sentimen pelaku pasar sedang membaik yang seharusnya bisa menopang penguatan rupiah.

Melansir data Refinitiv, pada pukul 12:25 WIB, rupiah stagnan di Rp 14.850/US$ melawan dolar AS. Di waktu yang sama melemah 0,1% dan 0,13% melawan dolar Singapura dan dolar Australia ke Rp 10.229,83/SG$ dan 10.512,32/AU$.

Jelang akhir kuartal III-2020, ada kemungkinan permintaan valuta asing (valas) di dalam negeri sedang mengalami peningkatan untuk kebutuhan korporasi, sehingga nilai tukar rupiah jadi lesu.

Beruntung, dolar AS juga sedang lesu akibat penguatan bursa saham AS.

"Dolar AS diperdagangkan berlawanan arah dengan pasar saham. Saat pasar saham naik, dolar AS melemah," ujar Axel Merk, Presiden Merk Investment yang berbasis di California, seperti dikutip dari Reuters.

Begitu juga dengan dolar Singapura, dimana data ekonomi dari Negeri Merlion kembali dirilis mengecewakan. Export price yang menunjukkan harga produk yang diekspor Singapura menunjukkan penurunan 8,2% year-on-year (YoY) di bulan Agustus, setelah turun 7,3% bulan sebelumnya. Import price juga mengalami penurunan 6,8% YoY bulan lalu.

Kemudian indeks harga produsen juga turun 9,4% YoY di bulan Agustus. Artinya terjadi deflasi di sektor produsen, yang nantinya bisa berdampak pada deflasi di sektor kosumen. Indeks harga produsen Singapura sepanjang tahun ini hanya naik di bulan Januari, artinya deflasi produsen sudah terjadi dalam 7 bulan berturut-turut.

Akibatnya, penguatan dolar Singapura juga tidak terlalu besar.

Dolar Australia juga mengalami hal yang sama, saat ini sedang tertekan akibat adanya ekspektasi suku bunga di Australia kembali dipangkas. Ekspektasi tersebut muncul setelah wakil gubernur bank sentral Australia (Reserve bank of Australia/RBA), Guy Debelle berbicara Selasa (22/9/2020) pagi waktu setempat.

"Bank sentral sedang mempertimbangkan beberapa opsi termasuk intervensi mata uang dan penerapan suku bunga negatif untuk mencapai target inflasi dan pasar tenaga kerja," kata Debelle sebagaimana dikutip ABC, Selasa (22/9/2020).

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kurs Dolar Singapura & Australia Meroket, Ada Apa Ini?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular