Yaelah! Rupiah Lemah, Dolar AS Sentuh Rp 14.800 (Lagi)

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 September 2020 10:25
Ilusttrasi Uang
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Mata uang Tanah Air juga kerepotan meladeni dolar AS di perdagangan pasar spot.

Pada Rabu (23/9/2020), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.835. Rupiah melemah 0,36% dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Sedangkan di pasar spot, rupiah juga merah. Pada pukul 10:05 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.800 di mana rupiah melemah 0,34%.

Kala pembukaan pasar, rupiah masih stagnan di Rp 14.750/US$. Namun tidak lama kemudian rupiah masuk zona merah, bahkan depresiasinya semakin dalam.

Rupiah tidak sendirian, karena hampir seluruh mata uang utama Asia juga terdepresiasi di hadapan dolar AS. Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia di perdagangan pasar spot pada pukul 10:07 WIB:


Apa boleh buat, dolar AS memang sedang berjaya. Tidak hanya di Asia, tetapi di tingkat dunia. Pada pukul 09:36 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,17%.

Mata uang Negeri Paman Sam mendapat 'suntikan adrenalin' dari pernyataan pejabat bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed). Presiden The Fed Chicago Charles Evans mengungkapkan bahwa seiring pemulihan ekonomi secara bertahap, bukan tidak mungkin bank sentral akan mengurangi 'dosis' stimulus moneter. Misalnya dengan mengurangi pembelian aset-aset keuangan.

"Saya terbuka, kami akan mendiskusikan soal itu," ujarnya dalam pertemuan Official Monetary and Financial Institutions Forum, seperti dikutip dari Reuters.

Pengurangan gelontoran likuiditas dari The Fed akan menurunkan pasokan dolar AS di pasar. Akibatnya, 'harga' dolar AS bakal kembali mahal. 

Tidak hanya itu, Evans juga menyinggung soal peluang menaikkan suku bunga acuan. Menurutnya, bisa saja Federal Funds Rate dinaikkan sebelum inflasi menyentuh rata-rata 2%.

Tahun ini, rata-rata inflasi AS diperkirakan sekitar 2%. Evans menyebut kira-kira inflasi baru bisa mencapai rata-rata 2% pada 2026 atau 2028.

"Oleh karena itu, kami bisa mulai menaikkan suku bunga sebelum inflasi mencapai rata-rata 2%," ungkapnya.

Peluang soal kenaikan suku bunga, meski baru sebatas omongan di mulut saja, sudah membuat investor bereaksi. Kenaikan suku bunga akan ikut mengerek imbalan investasi di aset-aset berbasis dolar AS, terutama yang berpendapatan tetap.

Dua faktor tersebut membuat dolar AS kembali jadi buruan, sehingga mampu perkasa di hadapan mata uang dunia. Rupiah tidak luput menjadi korban kebrutalan dolar AS.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular