
Mumpung Jeblok, Asing Buru-buru Serok 5 Saham Top Ini!

Jakarta, CNBC Indonesia - Aksi jual bersih atau net sell investor asing belum berhenti di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan ikut mendorong kejatuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 1,31% di level 4.934 pada penutupan perdagangan Selasa kemarin (22/9/2020).
Data perdagangan mencatat, net sell asing dalam sehari kemarin mencapai Rp 668,56 miliar di pasar reguler.
Dengan net sell tersebut, maka dalam 5 hari perdagangan terakhir, terjadi net sell Rp 3,34 triliun di pasar reguler, dan sebulan terakhir juga net sell Rp 16,08 triliun.
Secara tahun berjalan atau year to date (ytd), ada net sell Rp 57,17 triliun. Dikurangi dengan net buy year to date di pasar nego dan tunai Rp 16,52 triliun, maka net sell di seluruh pasar ytd menjadi Rp 40,65 triliun.
Meski masih terjadi jual bersih, tapi ternyata rumus 'membeli saat pasar jatuh' juga diterapkan investor asing.
Data BEI mencatat, masih ada saham-saham yang pada saat ambles, malahan saham-saham tersebut ramai-ramai dibeli oleh asing. Pembelian itu termasuk juga diakumulasikan dari pasar nego dan tunai.
Sebagai informasi, ada tiga jenis transaksi di BEI yaitu transaksi di pasar reguler atau pasar biasa, negosiasi, dan pasar tunai.
Pasar reguler merupakan transaksi yang dilakukan menggunakan mekanisme tawar menawar berkelanjutan dan menjadi fasilitas bertransaksi dengan harga normal dan jumlah transaksi minimal 1 lot (100 saham).
Pasar negosiasi biasanya melibatkan pemilik atau pemegang saham besar yang tidak ingin merusak harga di pasar reguler.
Sementara itu, pasar tunai adalah pasar di mana perdagangan efek di bursa dilaksanakan berdasarkan proses tawar-menawar secara lelang yang berkesinambungan (continuous auction market) oleh perusahaan efek anggota bursa (AB) melalui sistem JATS dan penyelesaiannya dilakukan pada hari bursa yang sama alias hari itu juga (T+0).
5 Top Foreign Buy, Selasa 22 September
1. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM)
Saham BUMN Telkom ini ambles 1,07% di level Rp 2.780/saham, tapi asing justru masuk sebesar Rp 76,77 miliar. Aksi beli ini terjadi di pasar nego dan tunai sebesar Rp 90,49 miliar. Sementara di pasar regular, asing keluar Rp 13,72 miliar.
2. PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG)
Saham emite menara telekomunikasi Grup Saratoga ini naik tipis 1,54% di level Rp 1.315/saham. Asing memborong Rp 45,75 miliar saham TBIG. Tapi pembelian lagi-lagi banyak dilakukan di pasar nego dan tunai, yakni sebesar Rp 44,11 miliar. Pembelian di pasar reguler cuma Rp 3,64 miliar.
3. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI)
Saham bank BUMN yang fokus pada kredit UMKM ini diborong asing Rp 18,8 miliar, tapi harga sahamnya turun 1,88% di level Rp 3.130/saham. Pembelian ini dilakukan di pasar reguler, sementara di nego dan tunai malah net sell Rp 202,53 juta.
4. PT Sarana Negara Nusantara Tbk (TOWR)
Saham emiten menara yang dikenal terafiliasi dengan Grup Djarum ini minus 0,49% di level Rp 1.020/saham. Tapi asing masuk sebesar Rp 18,5 miliar, terutama paling besar lewat pasar nego Rp 13,20 miliar.
5. PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL)
Saham pengelola RS Hermina ini minus 0,59% di level Rp 3.380/saham, tapi asing beli Rp 9,62 miliar, paling besar dari pasar reguler Rp 22,40 miliar.
Adapun khusus untuk pasar reguler saja, net buy terbesar dipimpin oleh BBRI sebesar Rp 19,01 miliar dan PT United Tractors Tbk (UNTR) yakni Rp 8,38 miliar dengan harga saham minus 3,28% di level Rp 22.825.saham.
Head of Research PT Praus Capital Alfred Nainggolan menilai pasar saat ini masih fluktuatif di tengah sentimen yang ada. Besaran koreksi indeks saat ini juga masih sejalan dengan koreksi di bursa Asia.
"Besaran koreksi relatif masih in-line dengan koreksi bursa global. Penurunan besaran aksi jual bisa juga dipengaruhi kondisi IHSG yang terkoreksi dalam 2 hari," kata Alfred dihubungi Selasa (22/9).
"Harga jual nggak akan bagus dalam kondisi market bearish, bisa jadi volume sell asing turun karena mereka melihat pasar [turun] ngak kondusif untuk jualan," kata Alfred.
Dia menilai investor domestik akan semakin sensitif dengan pergerakan bursa global saat ini, karena optimisme kondisi domestik yang diharapkan bisa jadi penopang sudah mulai turun karena angka Covid-19.
Terkait dengan sentimen pasar, katalis negatif datang dari skandal bank-bank global itu terungkap dalam FinCEN Files. Dokumen itu berisi 2.500 lembar halaman. Sebagian besar adalah file yang dikirim bank-bank ke otoritas Amerika Serikat (AS) antara tahun 2000 sampai 2017.
Di dalamnya terdapat skandal penggelapan dana hingga pengemplangan pajak dari lembaga keuangan besar dunia. Nilainya mencapai US$ 2 triliun atau sekitar Rp 28.000 triliun.
Sejumlah bank disebut. Antara lain HSBC, Standard Chartered Bank, Deutsche Bank, JPMorgan dan Bank of New York Mellon, Standard Chartered, Deutsche Bank dan Barclays Bank.
FinCEN sendiri merupakan akronim dari Jaringan Investigasi Kejahatan Keuangan AS. Mereka berisi orang-orang di Departemen Keuangan Paman Sam yang bertugas memerangi kejahatan keuangan.
Selain itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengungkapkan ramalan yang mengerikan terjadi di kuartal III-2020.
"Kemenkeu yang tadinya melihat ekonomi kuartal III minus 1,1% hingga positif 0,2%, dan yang terbaru per September 2020 ini minus 2,9% sampai minus 1,0%. Negatif teritori pada kuartal III ini akan berlangsung di kuartal IV. Namun kita usahakan dekati nol," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita September, Selasa (22/9/2020).
Untuk diketahui ekonomi kuartal I-2020 masih positif di 2,97% sementara ekonomi di kuartal II-2020 minus 5,32%. Bila terjadi dua kuartal berturut-turut ekonomi negatif atau kontraksi maka Indonesia masuk resesi.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Deretan Saham di Bawah Gopek Ini Cuan Gilak, Cek Daftarnya!