
Simak! 7 Fakta & Data Megaskandal Jiwasraya dalam Angka

4. Kejagung Sita Aset Rp 18,4 T
Seperti diketahui, Kejaksaan Agung menyita aset terkait kasus Jiwasraya sebesar Rp 18,4 triliun.
Nilai ini lebih tinggi dari nilai kerugian investasi Jiwasraya yang ditetapkan BPK Rp 16,8 triliun. Hanya saja aset sitaan tersebut tidak akan dikembalikan kepada nasabah.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Hari Setiyono menuturkan, nantinya aset yang disita akan dibuktikan di persidangan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di PN Jakarta Pusat terlebih dahulu sebelum ditetapkan sebagai barang sitaan milik negara.
"Untuk aset yang disita nanti tergantung pembuktian apakah seluruhnya atau sebagian akan dirampas untuk negara atau sebagian dikembalikan dari mana aset tersebut disita jika tidak terkait perkara," kata Hari kepada CNBC Indonesia, dikutip (21/9/2020).
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Ali Mukartono dalam Rapat Panja di Komisi III DPR juga menjelaskan, aset yang disita tidak akan dikembalikan kepada nasabah karena merupakan kasus tindak pidana korupsi.
"PT AJS merupakan perkara korupsi, penuntut umum akan menuntut atas benda sitaan untuk dirampas dan dikembalikan kepada negara. Upaya tersebut merupakan bentuk upaya Kejaksaan dalam memenuhi hak-hak para nasabah," ujarnya.
5. Ekuitas Negatif, Klaim Jiwasraya Tembus Rp 13 T
Berdasarkan laporan keuangan Jiwasraya tahun buku 2019, kewajiban asuransi warisan Belanda bernama Nederlandsch Indiesche Levensverzekering en Liffrente Maatschappij van 1859 ini mencapai Rp 52,72 triliun.
Jumlahnya ini berkurang dari tahun sebelumnya Rp 53,31 triliun. Tapi kewajiban utang klaim mencapai Rp 13,08 triliun, bengkak dari Desember 2018 yakni Rp 4,75 triliun
Pendapatan premi ambles 71% menjadi hanya Rp 3,09 triliun dari tahun sebelumnya mencapai Rp 10,55 triliun. Hasil investasi negatif Rp 869,12 miliar dari negatif Rp 16,52 triliun di Desember 2018. Sementara itu, ekuitas Jiwasraya negatif Rp 34,57 triliun dari sebelumnya ekuitas negatif Rp 30,26 triliun di Desember 2018.
6. Menkeu Turun Tangan: PMN Rp 20 T Buat Jiwasraya
Kisruh Jiwasraya membuat banyak pihak turun tangan, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menyiapkan anggaran sebesar Rp 20 triliun untuk membantu penyelesaian klaim Jiwasraya pada 2021 melalui Penyertaan Modal Negara (PMN), meski banyak memunculkan reaksi keras dari parlemen.
Bendahara negara mengatakan, anggaran penyelamatan Jiwasraya ditetapkan dalam bentuk PMN melalui PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) atau BPUI alias Bahana, Holding BUMN Penjaminan dan Perasuransian.
Bantuan kepada Jiwasraya berupa PMN ini akan masuk ke BPUI sebesar Rp 20 triliun.
"BPUI ada hubungannya tentu dengan penanganan masalah (dana nasabah) Jiwasraya," ujar Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Selasa (15/9/2020).
Sementara itu, manajemen Bahana mengungkapkan total dana yang diperlukan untuk menyelesaikan persoalan likuiditas Jiwasraya mencapai Rp 24,2 triliun.
Besaran dana itu adalah bagian dari skema yang ditetapkan dalam penyelesaian kondisi keuangan Jiwasraya. Dari jumlah kebutuhan itu, akan ditopang melalui PMN Rp 20 triliun, sisanya akan dicari lewat pencarian dana alias fund raising.
7. Ada Anak Usaha Baru Bernama IFG Life Jadi Penyelamat
Jiwasraya akan mendapatkan dana suntikan PMN. Tapi caranya tak langsung melainkan lewat pendirian anak usaha baru oleh Bahana.
Bahana yang kini memakai brand Indonesia Financial Group (IFG) akan mendirikan anak usaha baru dengan nama IFG Life guna menyelamatkan Jiwasraya.
Selain mendapatkan dana Rp 20 triliun, perusahaan baru ini akan menampung portofolio Jiwasraya yang sudah direstrukturisasi.
"Pendirian IFG Life juga didasarkan kebutuhan yang ada saat ini di industri asuransi. IFG Life, Indonesia Finansial Group Life," kata Direktur Utama BPUI Robertus Bilitea, di Komisi VI DPR RI.
Namun, Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam menolak keras rencana pemerintah menyuntikkan uang negara bagi penyelamatan Jiwasraya lewat Bahana sebesar Rp 20 triliun dari duit PMN.
"Skandal Jiwasraya ini jelas 'perampokan', atau skandal korupsi secara terstruktur dan sistematis. Jadi tidak selayaknya untuk di-bailout menggunakan uang negara, uang rakyat," katanya dalam keterangan resmi, diterima CNBC Indonesia, Kamis (17/9/2020).
Anggota DPR dari Fraksi PKS ini menegaskan, yang seharusnya dilakukan adalah upaya memburu aset-aset yang 'dirampok' dan dikorupsi, serta dikembalikan untuk membayar klaim nasabah. Selain itu, Jiwasraya menuturnya telah menjadi skandal jauh sejak sebelum pandemi Covid-19 melanda.
