Rupiah Jaya! Dolar AS Sudah di Bawah Rp 14.800

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 September 2020 09:07
rupiah, bi
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar pot pagi ini. Tekanan yang dialami dolar AS membuat rupiah melaju mulus di jalur hijau.

Pada Jumat (18/9/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.750 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,47% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan penguatan tipis 0,03% di hadapan dolar AS. Namun ini sudah cukup untuk membuat rupiah menguat selama tiga hari beruntun. Dalam tiga hari itu, apresiasi rupiah tercatat 0,27%.

Sepertinya pelaku pasar merespons positif keputusan Bank Indonesia (BI) yang mempertahankan suku bunga acuan di 4%. Keputusan tersebut diambil memang untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 September 2020 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 4,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,75%. Keputusan ini mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, di tengah inflasi yang diprakirakan tetap rendah," kata Perry Warjiyo, Gubernur BI.

Suku bunga acuan yang tidak dipangkas membuat berinvestasi di aset-aset berbasis rupiah (terutama di instrumen berpendapatan tetap) akan tetap menarik. Dengan begitu, arus modal akan mengalir ke pasar keuangan Tanah Air dan menjadi modal penguatan rupiah.

"Ke depan, Bank Indonesia memandang nilai tukar rupiah berpotensi kembali menguat seiring levelnya yang secara fundamental masih undervalued didukung inflasi yang rendah dan terkendali, defisit transaksi berjalan yang rendah, daya tarik aset keuangan domestik yang tinggi, dan premi risiko Indonesia yang menurun. Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar," sebut Perry.

Sementara dari sisi eksternal, dolar AS juga belum bisa lepas dari tekanan. Pada pukul 07:57 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,11%.

Investor kembali melepas dolar AS setelah rilis data yang kurang memuaskan. Pada pekan yang berakhir 12 September, klaim tunjangan pengangguran AS tercatat 860.000. Turun 33.000 dibandingkan pekan sebelumnya.

"Krisis di pasar tenaga kerja belum berakhir. Dunia usaha belum bisa cepat merekrut pekerja baru, sehingga tekanan yang dialami rumah tangga masih berlanjut," kata Andrew Stettner, Senior Fellow di The Century Foundation yang berbasis di New York, seperti dikutip dari Reuters.

Data kedua adalah pembangunan rumah baru (housing starts) yang pada Agustus turun 5,1% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 1,416 juta unit. Ini menjadi penurunan pertama dalam tiga bulan terakhir.

Data ketiga adalah pembacaan awal indeks kondisi bisnis terbitan bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) cabang Philadelphia untuk periode September yang sebesar 15. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yakni 17,2.

"Masa depan ekonomi sangat tidak pasti. Ada data yang bagus, ada pula yang buruk, jadi proyeksi bisa berubah dari hari ke hari," ujar Ron Simpson, Global Currency Analyst di Acion Economics yang berbasis di Florida, sebagaimana dikutip dari Reuters.

Masa depan ekonomi Negeri Adidaya yang samar-samar membuat suku bunga acuan sepertinya masih akan bertahan rendah hingga beberapa tahun ke depan. Bahkan ada yang memperkirakan The Fed baru menaikkan suku bunga acuan pada 2024.

"Kami punya skenario bahwa kenaikan suku bunga acuan baru terjadi pada 2024. Ini akan membuat dolar AS tetap tertekan dalam waktu yang lama," kata Bipan Rai, Head of FX Strategy untuk kawasan Amerika Utara di CIBC Capital Markets, seperti diwartakan Reuters.

dolarReuters

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular