Morgan Stanley: Ekonomi akan Bangkit, Tak Seburuk Dugaan Awal

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
17 September 2020 14:41
Morgan Stanley
Foto: Morgan Stanley (REUTERS/Mike Segar)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kuartal ketiga tahun ini sebentar lagi usai dan pandemi Covid-19 masih terus merebak di seluruh penjuru dunia. Namun menariknya banyak institusi global yang melihat dampak Covid-19 ke perekonomian global tidak separah seperti yang diperkirakan sebelumnya.

Beberapa institusi mulai dari bank investasi, organisasi negara-negara maju, lembaga riset kenamaan global, hingga lembaga pemeringkat utang belakangan merilis laporan proyeksi ekonomi tahun 2020.

Morgan Stanley melihat bahwa periode pemulihan ekonomi bakal lebih cepat dari perkiraan. Bank investasi asal Negeri Paman Sam itu memperkirakan kontraksi output berada di angka -3,5% dan menjadi lembaga yang paling bullish di antara lembaga lain yang juga merilis update perkembangan ekonomi global September ini.

Pemulihan ekonomi diperkirakan masih akan membentuk kurva 'V', artinya setelah jatuh dalam ekonomi rebound dengan cepat.

Beberapa faktor yang membuat Morgan Stanley sangat optimis adalah suplai kredit yang masih tersedia, rasio utang korporasi yang terbilang stabil, adanya stimulus fiskal dan moneter serta perkembangan vaksin Covid-19 yang progresif.

Dalam laporannya yang berjudul 'A Sharper V', Morgan Stanley optimis ekonomi global akan kembali ke level sebelum krisis kesehatan ini terjadi di kuartal keempat tahun ini. Sementara untuk negara-negara maju level tersebut bakal dicapai di kuartal ketiga tahun depan.

Lembaga riset ekonomi global, Oxford Economics juga melihat adanya fase pemulihan ekonomi yang kokoh pasca relaksasi lockdown diterapkan. Namun lembaga tersebut masih tidak se-bullish Morgan Stanley. Oxford Economics memperkirakan pertumbuhan ekonomi global bakal terkontraksi sebesar 4,4% tahun ini.

Institusi lain yang juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi global bakal sebesar 4,4% tahun ini adalah Fitch Ratings. Perusahaan rating utang asal Paman Sam tersebut merevisi naik proyeksi pertumbuhan ekonominya 20 basis poin (bps) di bulan September dari outlook bulan Juni sebelumnya yang berada di angka -4,6%.

Kemarin, organisasi negara-negara maju (OECD) juga mempublikasikan laporan interimnya soal prospek pertumbuhan ekonomi global tahun ini. Kontraksi output tahun ini diramal oleh OECD sebesar 4,5%.

OECD menyoroti beberapa hal dalam laporan terbarunya yang berjudul Living with Uncertainty tersebut. Beberapa hal tersebut di antaranya adalah pemulihan ekonomi yang terjadi masih belum merata antar negara.

Faktor lain yang juga digarisbawahi adalah, investasi yang mulai bangkit tetapi masih lebih rendah dari masa sebelum pandemi, produksi industri yang tetap berada di zona kontraksi begitu juga menyusutnya volume perdagangan global akibat pembatasan yang masih diterapkan.

Terakhir, ada lembaga konsultan keuangan Pricewaterhouse Cooper (PwC) yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi global yang diramalnya bakal terkontraksi 5,2% tahun ini.

Memang ada kesamaan dan perbedaan pandangan dari riset-riset yang dirilis oleh lembaga-lembaga tersebut. Namun mereka semua sepakat tahun 2021 perekonomian global bakal rebound tinggi. Maklum karena adanya fenomena low base effect salah satunya. 

Proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2021 rata-rata berada di kisaran 5% - 5,4%. Lagi-lagi di sini Morgan Stanley masih menjadi yang paling optimis karena memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun depan berada di angka 6,5%.

Meski bullish untuk tahun depan, pada dasarnya lembaga-lembaga tersebut juga memperingatkan adanya risiko ketidakpastian ekonomi yang masih tinggi. 

"Pemulihan sekarang sedang berlangsung menyusul adanya pelonggaran pembatasan sosial yang ketat dan pembukaan kembali bisnis, tetapi ketidakpastian tetap tinggi dan kepercayaan masih rapuh," kata OECD dalam laporannya.

Sementara itu, Morgan Stanley juga memperingatkan ada tiga hal yang menjadi risiko utama pemulihan ekonomin global. Ketiga hal itu diantaranya kembali diterapkannya lockdown agresif akibat kenaikan kasus saat musim dingin, pemilu AS, instabilitas politik dan ketidakpastian kebijakan fiskal hingga ketegangan dagang AS-China.

Well, meski tanda-tanda rebound itu nyata, tetapi kita tidak bisa serta merta berbangga diri. Masalahnya pandemi Covid-19 masih merebak sementara vaksin yang ampuh belum tersedia untuk publik. Lagipula pemulihan ekonomi tidak terjadi secara merata. Setiap negara memiliki tren dan tantangannya sendiri dalam hal pemulihan ekonomi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular