
Dolar AS Bukan Safe Haven, Investor Legendaris Ini Beli Emas

Jakarta, CNBC Indonesia -Â Investor legendaris, Jim Rogers, mengatakan dolar Amerika Serikat (AS) bukan lagi aset safe haven alias aman investasi, dan saat ini ia berinvestasi di emas dan perak.
Rogers yang mendirikan Quantum Fund bersama George Soros ini mengungkapkan hal tersebut saat berbicara dalam podcast The Federal, media digital berbasis di India.
"Saya melihat ketika dunia ini menjadi lebih buruk dalam beberapa bulan atau beberapa tahun ke depan, dolar akan menjadi sangat kuat. Investor akan mencari aset safe haven saat terjadi gejolak. Investor berfikir dolar AS adalah safe haven karena alasan sejarah, tetapi dolar AS sebenarnya bukan lagi safe haven," kata Rogers sebagaimana dilansir The Federal, media digital India, Jumat (11/9/2020).
Rogers saat ini berinvestasi di emas dan perak, dan mulai membeli kedua logam ini sejak musim panas 2019.
"Saya memiliki emas dan perak. Saya mulai membeli emas dan perak sejak musim panas 2019 dan saya akan membeli lebih banyak lagi saat ada peluang. Saat ini, perak lebih murah dari emas. Emas berada di dekat level tertinggi sepanjang masa, sementara perak masih turun nyaris 50% atau 45% dari rekor tertinggi sepanjang masa"
Untuk diketahui emas pada hari ini, Selasa (15/9/2020) pukul 17:02 WIB, diperdagangkan di level US$ 1.963,93/troy ons, dengan rekor tertinggi sepanjang masa US$ 2.072,49/troy ons yang dicapai pada 7 Agustus lalu.
Sementara perak diperdagangkan di kisaran US$ 27,37/ons, dengan rekor tertinggi US$ 49,51/ons yang dicapai pada 28 April 2011.
Meski perak disebut jauh lebih murah karena belum memecahkan rekor tertinggi, tetapi Rogers mengatakan tetap akan membeli keduanya.
"Ke depannya saya akan membeli keduanya. Sepanjang sejarah, ketika orang kehilangan kepercayaan terhadap uang tunai atau pemerintah, mereka selalu membeli emas dan perak, selalu. Orang seperti saya akan selalu bergantung pada emas dan perak saat situasi memburuk"
Rogers menyebut, utang Amerika Serikat yang menggunung menimbulkan risiko kehancuran, dan dominasi dolar AS sebagai mata uang dunia akan berakhir.
"AS saat ini merupakan negara debitor terbesar sepanjang sejarah dunia, tetapi investor masih berfikir dolar AS sebagai safe haven. Jadi saya membayangkan dolar AS akan semakin menguat saat terjadi gejolak, sehingga akan menjadi overprice, dan mungkin menjadi bubble. Kita sudah mendekati akhir (dominasi dolar di dunia), banyak investor mencari pengganti dolar AS saat ini," katanya.
"Saya warga negara Amerika Serikat, saya tidak suka mengatakan hal tersebut, tetapi mari hadapi karena faktanya memang begitu," tambahnya.
Rogers menyebut utang AS saat ini lebih dari US$ 27 triliun, dan Kongres AS tidak melakukan Sesuatu untuk mengendalikan pengeluaran. Jika tidak ada sesuatu yang dilakukan, maka kemampuan AS membayar hutangnya akan diragukan, dan akan berdampak pada perekonomian global.
China juga dikatakan bisa memainkan peran kunci terhadap stabilitas AS serta global. Sebabnya, China memegang obligasi (Treasury) AS lebih dari US$ 1 triliun. Dengan nilai sebesar itu, China dapat menggunakannya sebagai senjata untuk melawan AS ketika konflik kedua negara semakin memanas.
Rogers mengatakan, seandainya China menjual Treasury secara signifikan maka harganya akan turun, suku bunga di AS akan naik. Dampaknya investasi akan menyusut akibat suku bunga pinjaman yang tinggi, belanja konsumen juga akan menurun, perekonomian AS bahkan global akan terpukul.
Selain China pemegang Treasury lainnya juga bisa saja melepas kepemilikannya.
"Ada alasan tertentu untuk menjual Treasury AS. Bunga yang terendah sepanjang sejarah, jadi, iya, ini hampir mendekati puncak, ada alasan ekonomis untuk menjual Treasury AS."
"Tapi, dalam kasus China, ada juga alasan politik yang membuat aksi jual Treasury semakin besar. Jadi saya kira China akan terus menjual Treasury dengan alasan ekonomis, dan akan semakin besar jika sesuatu (hubungan dengan AS) semakin memburuk. Ini tidak bagus untuk dunia jika kedua negara bersitegang, tetapi sejarah menunjukkan hal itu pasti terjadi, dan akan terjadi lagi," kata Rogers.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rawan Ambles! Emas Mulai Goyang Lagi, Bisa ke Bawah US$ 1.800