
Amandemen UU BI Tak Haram, tapi Independensi Harga Mati

Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang juga ekonom Anggito Abimanyu mendukung rencana amandemen Undang-undang (RUU) Bank Indonesia. Amanden UU BI harus diarahkan pada penguatan fungsi sebagai bank sentral.
Menurut Abimanyu, bank sentral, terutama di masa pandemi seperti saat ini memiliki peran yang lebih luas, tidak hanya menjaga stabilitas nilai tukar dan inflasi, melainkan harus berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan menciptakan lapangan kerja.
Hal ini diutarakan Anggito saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Badan Legislasi DPR RI terkait Penyusunan RUU tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Dia mengatakan, di banyak negara saat ini beberapa bank sentral melakukan transformasi, tetap independen tapi tetap bersinergi dalam artian sama-sama aktif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Kebijakan itu juga dilakukan di beberapa bank sentral seperti di Bank Sentral AS, The Fed, Bank Sentral Eropa (ECB), dan Bank Sentral Inggris.
"Banyak negara memiliki kemampuan fiskal yang terbatas sehingga bank sentral bisa diaktifkan mendukung pertumbuhan ekonomi dan lapangan pekerjaan," kata dia, Selasa (15/9/2020).
Namun, terkait amandemen UU BI tersebut, independensi dalam hal ini perumusan kebijakan BI tetap tidak bisa diganggu gugat. Sebab, bila ada campur tangan pemerintah akan menimbulkan guncangan di pasar keuangan Indonesia dan ketidakpercayaan dari investor.
Selain itu, koordinasi antara BI dengan pemerintah harus permanen melalui Dewan Kebijakan Ekonomi Makro, sehingga tidak memberikan tafsir mengenai adanya intervensi pemerintah terhadap kebijakan moneter.
"Independensi tetap dipertahankan, kebijakan moneter tidak bisa berjalan sendiri, termasuk sinkronisasi pembangunan jangka pendek dan jangka panjang," papar Anggito.
Selain itu, mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan ini juga mendorong agar peran BI lebih ditingkatkan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
BI bisa ditingkatkan perannya dalam dalam pengelolaan likuiditas perekonomian (makroprudensial), dukungan kebijakan fiskal, dan pengaturan sektor jasa keuangan (mikroprudensial).
Pada kesempatan sama, Piter Abdullah, Direktur Riset CORE Center of Reform on Economics, menyampaikan, amandemen BI tetap diperlukan, namun urgensinya lebih karena penyesuaian kelembagaan Bank Indonesia untuk mendukung Undang-undang No 9 Tahun 2016 mengenai Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK).
Penguatan BI, dalam pengamatan Piter, perlu dilakukan, sebab banyak terjadi anomali di sistem keuangan. Contohnya, suku bunga kredit yang tinggi dan rigid, dan itu sangat terkait dengan peran dan kebijakan BI.
Tujuan lebih dalam konteks pertumbuhan jangka panjang. Lebih ditujukan untuk penguatan BI.
"Tujuan fungsi amandemen UU BI diusulkan multiple objectives, mengusulkan tidak hanya menjaga inflasi, hendaknya juga menargetkan pertumbuhan jangka panjang," paparnya.
(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Soal Pengawasan Bank Kembali ke BI, OJK: Itu Domain Politik!