Rupiah Diadang 'Badai', Dolar AS Betah di Atas Rp 14.800

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 September 2020 09:12
Uang Rupiah/CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot pagi ini. Sentimen eksternal dan domestik yang melemah menciptakan perfect storm buat mata uang Tanah Air.

Pada Jumat (11/9/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.850 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah 0,2% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan depresisasi 0,27% di hadapan dolar AS. Pelemahan tersebut membuat rupiah tertekan selama tiga hati berturut-turut.

Sayangnya, tren pelemahan rupiah belum akan berhenti. Kemungkinan hari ini akan menjadi yang keempat beruntun, karena situasi sedang tidak kondusif.

Dari sisi eksternal, keinginan investor untuk merapat ke aset-aset berisiko sedang rendah. Ini sudah terlihat sejak dini hari tadi, bursa saham New York melemah signifikan. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ambles 1,45%, S&P 500 anjlok 1,76%, dan Nasfaq Composite rontok 1,99%.

Kejatuhan saham-saham teknologi membuat Wall Street melemah tajam. Harga saham Apple melemah 3,26%, Amazon turun 2,86%, Facebook terpangkas 2,06%, dan Microsoft minus 2,8%.

"Ada pertempuran di pasar antara mereka yang ingin kembali masuk ke saham-saham teknologi dan mereka yang memanfaatkan reli saham-saham tersebut untuk mencari keuntungan (profit taking)," ujar Rick Meckler, Partner di Cherry Lane Investments yang berbasis di New Jersey, seperti dikutip dari Reuters.

Selain itu, investor juga merespons data ketenagakerjaan terbaru di Negeri Paman Sam. Pada pekan yang berakhir 5 September, jumlah klaim tunjangan pengangguran AS tercatat 884.000. Sama seperti pekan sebelumnya dan di bawah konsensus pasar yang dihimpun Reuters yang memperkirakan di 846.000.

"Pemulihan di pasar tenaga kerja mulai menemui hambatan. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terus terjadi sehingga pasar tenaga kerja masih sangat rentan. Kegagalan para pembuat kebijakan untuk memberikan stimulus fiskal lanjutan memberi tekanan tambahan terhadap perekonomian dan pasar tenaga kerja," jelas Nancy Vanden Houten, Lead US Economist di Oxford Economics yang berbasis di New York, seperti diwartakan Reuters.

Sementara dari dari dalam negeri, rupiah masih terbeban oleh rencana pemerintah provinsi DKI Jakarta yang akan kembali memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total mulai pekan depan. Artinya, situasi Jakarta akan kembali seperti April-Mei lalu.

Perkantoran non-esensial, restoran, pertokoan, rumah ibadah, lokasi wisata, dan sebagainya ditutup untuk sementara. Warga kembali diminta #dirumahaja.

Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh kasus corona (Coronavirus DIsease-2019/Covid-19) yang semakin menjadi. Kemarin, jumlah pasien positif corona di Jakarta bertambah 1.274 orang dibandingkan hari sebelumnya. Sudah lima hari beruntun kasus corona bertambah lebih dari 1.000 setiap harinya.

PSBB membuat ekonomi Jakarta ambruk. Pada kuartal II-2020, ouput ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) Ibu Kota tumbuh negatif (kontraksi) -8,22% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Ini menjadi kontraksi terparah dalam 10 tahun terakhir.

"Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai upaya untuk menahan laju penyebaran Covid-19 hampir menghentikan seluruh aktivitas masyarakat dan berdampak demikian besar pada kinerja ekonomi, bahkan merambah hingga kegiatan sosial. Pada triwulan II/2020 pertumbuhan ekonomi Jakarta kontraksi minus 8,22%. Angka ini adalah yang terendah selama kurun waktu 10 tahun terakhir, meskipun tidak sedalam saat krisis ekonomi tahun 1998," sebut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta.

Apesnya, Jakarta adalah penyumbang terbesar dalam 'kue' PDB nasional. Pada kuartal II-2020, kontribusi Jakarta adalah 17,17% terhadap pembentukan PDB Indonesia. Akibatnya, ekonomi Ibu Pertiwi terkontraksi 5,32% pada periode tersebut.

Rencana Gubernur Anies Rasyid Baswedan memberlakukan PSBB total tentu akan membuat cerita seperti kuartal II-2020 kembali terulang. Jika PDB tumbuh negatif lagi pada kuartal III-2020, maka Indonesia akan resmi masuk zona resesi. Kalau PSBB Jakarta terus berlaku hingga kuartal IV-2020, maka Indonesia masih terisap di lumpur resesi.

Dihantui oleh risiko resesi berkepanjangan akibat pandemi virus corona, investor berpikir ulang untuk masuk ke pasar keuangan Indonesia. Minimnya arus modal ini mebuat rupiah tidak punya pijakan untuk menguat, yang ada malah semakin jeblok.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular