
Frank Holmes: "Anda Salah Jika Tak Beli Emas"

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia memang sedang melemah sejak Rabu kemarin, tetapi hal itu justru dikatakan sebagai peluang untuk membeli emas.
Melansir data Refinitiv, harga emas dunia kemarin melemah 1,4% ke US$ 1942,62/troy ons akibat indeks dolar AS yang bangkit dari level terendah dalam lebih dari 2 tahun terakhir. Sementara hari ini, Kamis (3/9/2020) pada pukul 17:13 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.932,25/troy ons, melemah 0,53% di pasar spot.
Kenaikan indeks dolar AS tersebut dipicu rilis data manufaktur AS yang melesat tinggi di bulan Agustus. Institute for Supply Management (ISM) kemarin melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur melesat menjadi 56 dari bulan Juli 54,2.
PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawah 50 berarti kontraksi, sementara di di atasnya berarti ekspansi.
PMI manufaktur bulan Agustus tersebut merupakan yang tertinggi sejak Januari 2019. Ekspansi sektor manufaktur yang meningkat memunculkan harapan perekonomian AS bisa segera bangkit dari kemerosotan tajam.
Emas dunia dibanderol dengan dolar AS, sehingga ketika mata uang Paman Sam menguat harga emas akan menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya, permintaannya berisiko turun, akhirnya harganya pun melemah.
Meski demikian jika melihat lebih ke belakangan, harga emas sebenarnya bergerak dengan volatilitas tinggi artinya naik turun tajam dalam waktu singkat. Belum benar-benar dalam tren menurun.
Volatilitas tinggi tersebut dikatakan menjadi kesempatan melakukan aksi buy on dip alias beli saat harga turun oleh Frank Holmes, CEO dari U.S. Global Investor.
"Volatilitas emas menjadi peluang untuk buy on dip. Anda salah jika tak membeli emas," kata Holmes saat diwawancara oleh Kitco, Selasa (2/9/2020).
Holmes memprediksi harga emas akan mencapai US$ 4.000/troy ons dalam waktu 2 sampai 3 tahun ke depan. Prediksi tersebut didasarkan atas pergerakan emas dunia di tahun 2009-2011 saat bank sentral AS (The Fed) menerapkan kebijakan quantitative easing (QE) yang menyebabkan Balance Sheet The Fed membengkak. The Fed juga menerapkan kebijakan yang sama saat ini.
Balance Sheet yang menunjukkan nilai aset (surat berharga) yang dibeli melalui kebijakan quantitative easing. Semakin banyak jumlah aset yang dibeli, maka balance sheet The Fed akan semakin besar.
Balance Sheet The Fed mengalami lonjakan signifikan sejak September 2008, dan terus menanjak setelahnya. Agustus 2008, nilai Balance Sheet The Fed masih di bawah US$ 1 triliun, di akhir 2011 nilainya nyaris 3 triliun.
Pada periode tersebut, harga emas terus menanjak hingga mencapai rekor tertinggi sepanjang masa kala itu US$ 1.920,3/troy ons pada 6 September 2011.
Nilai Balance Sheet The Fed sebenarnya terus menanjak hingga tahun 2014, sebelum mulai menurun.
Sejak Februari tahun ini, Balance Sheet The Fed kembali melonjak, sempat di atas US$ 7 triliun.
Lonjakan tersebut mirip dengan 12 tahun lalu, yang mendasari proyeksi Holmes harga emas akan ke US$ 4.000/troy ons. Ia melihat Balance Sheet The Fed masih akan terus naik hingga mencapai US$ 10 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jangan Tunda, Yuk Mulai Investasi Emas
