
Dolar AS Jeblok, Bakal Lengser dari "Raja" Mata Uang Dunia?

Banyak analis memprediksi periode penurunan dolar AS masih akan terus berlanjut, salah satunya Patrik Schowitz dari JPMorgan Asset Management.
"Penurunan suku bunga membuat dolar AS menjadi kurang menarik dan mendorong investor mempertimbangkan deposito di mata uang lain. Siklus seperti ini tidak akan berbalik dengan cepat dan dolar AS memiliki ruang untuk melemah lebih jauh," tulisnya Schowitz dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International, Minggu (23/9/2020).
Meski demikian, jangan salah dolar AS tidak akan kehilangan statusnya sebagai mata uang dunia, meski mata uang lainnya, seperti yuan China popularitasnya sedang menanjak.
Posisi dolar AS sebagai "raja" mata uang dunia dimulai sejak perjanjian Bretton Woods tahun 1944, di mana bank sentral negara-negara dunia menetapkan nilai tukar mata uangnya terhadap dolar AS.
Sejak saat itu dolar AS resmi menjadi mata uang yang paling banyak digunakan dalam perdagangan internasional dan porsinya di cadangan devisa suatu negara menjadi yang terbesar. Dengan demikian akan sulit melengserkan dolar AS dari tahtanya.
Berdasarkan data dari Dana Moneter International (IMF) porsi dolar AS dalam cadangan devisa di dunia sekitar 61% di kuartal I-2020, dengan nilai US$ 6.794,91 miliar. Yang terdekat, euro sekitar 20% dengan nilai US$ 2.197,91 miliar.
Sementara yuan yang popularitasnya sedang menanjak hanya 2% dengan nilai US$ 221,48 miliar.
Meski demikian, dalam beberapa tahun ke depan yuan diprediksi masuk dalam tiga besar mata uang cadangan devisa. Dalam beberapa tahun terakhir, porsi yuan di cadangan devisa global terus bertambah secara konsisten. Pada tahun 2016 porsi yuan di cadangan devisa dunia hanya 1%.
Penambahan porsi yuan tersebut diprediksi masih akan terus terjadi di tahun-tahun mendatang hingga mencapai 5-10% dari total cadangan devisa dunia.
"Pada akhirnya, apa yang kita pikirkan akan terjadi dalam 25 tahun ke depan adalah kita akan maju, kita akan memiliki dunia dengan tiga mata uang utama: dolar AS, euro, dan yuan" kata Massimiliano Castelli, head of strategy and advice, global sovereign markets, dari UBS Asset Management, sebagaimana dilansir Reuters.
Meski demikian, tetap saja dolar AS diprediksi menjadi yang teratas.
"Dalam 25 tahun ke depan, porsi dolar dalam cadangan devisa global adalah sebesar 60-65%. Saya tidak melihat alasan, kenapa kita tidak bisa melihat dolar dengan porsi 50%, euro 20-25%, dan yuan 5-10% dan menjadikannya mata uang dengan porsi terbesar ketiga di cadangan devisa" tambahnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]