Emas Dunia Bulan Agustus: Senang di Awal, Sedih di Akhir

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
01 September 2020 19:07
Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)

Jakarta, CNBC Indonesia - Agustus menjadi bulan yang menyenangkan bagi emas dunia, sekaligus juga menyedihkan. Sebab, rekor tertinggi sepanjang masa berhasil dipecahkan, tetapi rally dalam 4 bulan beruntun akhirnya juga terhenti di bulan Agustus.

Melansir data Refinitiv, harga emas mencapai rekor tertinggi sepanjang masa US$ 2.072,49/troy ons pada 7 Agustus lalu. Tetapi, sepanjang bulan Agustus justru membukukan pelemahan 0,25% di US$ 1.969,75/troy ons.

Sebelum bulan Agustus, emas sudah mencatat kenaikan 4 bulan beruntun, dengan total persentase sebesar 25,69%.

Sepanjang bulan Agustus, emas juga mengalami volatilitas yang sangat tinggi. Setelah mencapai rekor tertinggi sepanjang masa US$ 2.072,49/troy, dalam tempo 3 hari setelah mencapai rekor tersebut, emas menukik tajam "jatuh dari langit", ambles lebih dari 10% menyentuh level US$ 1.863,66/troy ons.

Rata-rata volatilitas emas di bulan Agustus mencapai US$ 50 per hari. Artinya dari titik terendah ke titik tertinggi harian pergerakannya mencapai US$ 50, bahkan pada 11 Agustus lalu mencapai US$ 130.

Pergerakan emas tahun ini, serta pemicunya mengingatkan kembali kenangan di tahun 2011.

Pada 6 September 2011, harga emas dunia mencapai rekor tertinggi sepanjang masa US$ 1.920.3/troy ons, sebelum kembali pecah pada hari ini.
Kabar buruknya hari itu juga emas langsung ambrol, dan tidak pernah lagi menyentuh rekor tertingginya. Harga emas memasuki dalam tren menurun, titik terendah yang dicapai yakni US$ 1.045,85/troy ons pada 3 Desember 2015.

Artinya, jika dilihat dari rekor tertinggi hingga ke level terendah tersebut, harga emas dunia ambrol 45,54% dalam tempo 4 tahun.

Jika sejarah tersebut berulang lagi, maka sah Agustus akan menjadi bulan yang menyenangkan sekaligus menyedihkan bagi emas dunia.

Kondisi perekonomian AS serta kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) menjadi "aktor" utama dibalik pergerakan emas ke rekor tertinggi sepanjang masa, hingga akhirnya menukik "jatuh dari langit".

Di tahun 2008, Amerika Serikat mengalami resesi, yang memicu krisis finansial global. Guna membangkitkan perekonomian, The Fed memangkas suku bunga hingga 0,25%, dan menggelontorkan stimulus moneter dengan program pembelian aset (obligasi pemerintah dan surat berharga lainnya) atau yang dikenal dengan istilah quantitative easing (QE).

Saat itu, QE dilakukan dalam 3 periode. QE 1 dilakukan mulai November 2008, kemudian QE 2 mulai November 2010, dan QE 3 pada September 2012.
Emas dunia mencapai periode kejayaannya saat QE 2 berlangsung. Sementara masa kemerosotan dimulai tepat sebulan setelah QE 3 dimulai. Sebabnya, perekonomian Amerika Serikat yang mulai membaik, dan ada isu jika QE akan segera dihentikan dalam waktu dekat.

Pada pertengahan tahun 2013 The Fed yang saat itu dipimpin Ben Bernanke akhirnya mengeluarkan wacana untuk mengurangi (tapering) QE. Sah, masa kejayaan emas berakhir, baru sebatas wacana saja harga emas langsung merosot tajam.

Saat wacana tersebut muncul dolar AS menjadi begitu perkasa, hingga ada istilah "taper tantrum". Maklum saja, sejak diterapkan suku bunga rendah serta QE, nilai tukar dolar AS terus merosot. Sehingga saat muncul wacana pengurangan QE hingga akhirnya dihentikan dolar AS langsung mengamuk, "taper tantrum", mata uang lainnya dibuat rontok oleh the greenback. Penguatan dolar tersebut menambah pukulan bagi emas.

"Bahan bakar" emas untuk menguat, resesi, suku bunga rendah dan QE, serta pelemahan dolar AS satu per satu per satu mulai hilang. Perekonomian AS membaik, QE dihentikan pada pertengahan 2014, suku bunga dinaikkan pada Desember 2015, dan dolar AS menguat, emas pun terpukul hebat.

Situasi saat itu sangat mirip dengan tahun ini, AS resesi, The Fed menerapkan suku bunga rendah dan QE, dolar AS pun ambrol belakangan ini. Seandainya situasi mulai berbalik (ada tanda-tanda ekonomi AS bangkit) maka patut bersiap melihat harga emas menukik dari angkasa untuk kedua kalinya, mengulang sejarah pasca 2011.

Satu hal yang membedakan kondisi 2008 dan 2020 adalah pemicu resesi saat ini adalah pandemi penyakit virus corona (Covid-19).

Oleh karena itu, nasib emas saat ini akan ditentukan si virus corona, apakah berhasil diredam, ataukah akhirnya vaksin ditemukan sehingga semua perlahan kembali normal, atau malah semakin mengganas yang dapat memicu resesi panjang.

Jika virus corona berhasil diredam bahkan dilenyapkan, perekonomian AS dan global tentunya perlahan akan bangkit. Sama seperti sebelumnya, The Fed tentunya perlahan akan mengurangi QE hingga akhirnya dihentikan, dan selanjutnya suku bunga akan dinaikkan. Maka Bersiap, risiko kemerosotan emas bisa terulang lagi.

Tetapi sebaliknya, jika virus corona masih "menghantui" dunia hingga tahun depan, harga emas dunia berpotensi kembali terbang tinggi, sebab QE kemungkinan akan dipertahankan dalam waktu yang panjang. 

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular