
Melesat 3,5% di Agustus, Dolar Australia Termahal Sejak 2018

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia mencatat penguatan cukup tajam melawan rupiah sepanjang bulan Agustus, hingga mencapai level termahal sejak November 2018.
Ada dua hal yang menjadi pemicu penguatan utama dolar Australia, harga komoditas yang menanjak serta sikap bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA).
Melansir data Refinitiv, dolar Australia menguat 3,5% sepanjang bulan Agustus, berada di level Rp 10.738/AU$. Dengan kinerja tersebut, dolar Australia sudah membukukan penguatan dalam 4 bulan beruntun, dengan persentase total 11,26%.
Salah satu faktor yang membuat dolar Australia terus menguat adalah kenaikan harga biji besi, komoditas ekspor utama Negeri Kanguru.
Bijih besi berkontribusi sekitar 15% dari total ekspor. Kabar bagusnya, harga bijih besi mencapai level tertinggi 1 tahun US$ 118,89/ton pada pekan lalu.
Jika melihat ke belakangan, sejak bulan April hingga pekan lalu, bijih besi mencatat kenaikan lebih dari 45%. Pada periode yang sama, dolar Australia berada dalam tren menanjak.
Salah satu pemicu kenaikan harga bijih besi adalah impor dari China yang melonjak. Data dari bea cukai China yang dikutip Mining.com menunjukkan pada bulan Juni impor bijih besi melonjak 17% di bulan Juni dari bulan sebelumnya.
Selain itu, emas dunia yang juga mencetak rekor tertinggi memberikan sentimen positif ke dolar Australia. Emas merupakan komoditas terbesar ke-enam Australia, berkontribusi sekitar 4,8% dari total ekspor. Kenaikan tersebut merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2017.
Saat harga komoditas-komoditas tersebut menguat, pendapatan Australia akan meningkat dan menopang penguatan mata uangnya.
Selain itu bank sentral Australia (Reserve Bank Australia/RBA) yang tidak mempermasalahkan posisi nilai tukar dolar Australia juga membuat harganya makin melambung.
Pada 22 Juli lalu, nilai tukar dolar Australia melawan dolar AS berada di atas 0,7/US$ dan berada di dekat level tertinggi 6 bulan. Gubernur RBA, Philip Lowe saat berbicara di hari itu mengatakan posisi nilai tukar dolar Australia sudah sesuai dengan fundamentalnya.
Dolar Australia menguat merespons pernyataan tersebut, pada perdagangan Selasa kemarin (1/9/2020) berada di atas 0,71/US$.
Nilai tukar dolar Australia dikatakan sesuai dengan fundamentalnya, artinya RBA tidak mengharapkan dolar Australia akan melemah untuk membantu perekonomian.
Kala dolar Australia melemah, maka produk dari Negeri Kanguru akan lebih murah, sehingga ekspor berpotensi meningkat. Tetapi, sekali lagi RBA melihat nilai tukar dolar Australia saat ini sudah membantu pemulihan ekonomi, sehingga tak perlu lebih rendah lagi.
Ketika perekonomian Australia membaik, tentunya fundamental dolar Australia juga akan naik, dan nilainya terkerek naik, termasuk melawan rupiah.
Pada 22 Juli lalu, nilai tukar dolar Australia melawan dolar AS berada di atas 0,7/US$ dan berada di dekat level tertinggi 6 bulan. Gubernur RBA, Philip Lowe saat berbicara di hari itu mengatakan posisi nilai tukar dolar Australia sudah sesuai dengan fundamentalnya.
Dolar Australia menguat merespon pernyataan tersebut, hingga saat ini nyaris mencapai 0,74/US$.
Nilai tukar dolar Australia dikatakan sesuai dengan fundamentalnya, artinya RBA tidak mengharapkan dolar Australia akan melemah untuk membantu perekonomian.
Kala dolar Australia melemah, maka produk dari Negeri Kanguru akan lebih murah, sehingga ekspor berpotensi meningkat. Tetapi, sekali lagi RBA melihat nilai tukar dolar Australia saat ini sudah membantu pemulihan ekonomi, sehingga tak perlu lebih rendah lagi.
Ketika perekonomian Australia membaik, tentunya fundamental dolar Australia juga akan naik, dan nilainya juga berpeluang terkerek naik, termasuk melawan rupiah.
Analis dari Westpac, Bill Evans memprediksi penguatan dolar Australia hingga tahun depan akan ditopang oleh kenaikan harga bijih besi, komoditas ekspor utama Australia, serta dolar AS yang masih lemah.
Mengutip harian The Young Witness, Evans melihat, dolar Australia yang saat ini di kisaran US$ 0,72 akan menguat ke US$ 0,75 di akhir tahun ini, dan mencapai US$ 0,8 di akhir tahun 2021. Fair value dolar Australia dikatakan berada di level US$ 0,78.
Ketika dolar Australia terus menguat, sementara pemulihan ekonomi Australia lebih lambat dari perkiraan, Evans menyebut hal tersebut akan menjadi ujian bagi bank sentral Australia RBA apakah akan mempertimbangkan mengintervensi mata uangnya atau menerapkan suku bunga negatif.
Sementara itu Rabobank memprediksi dalam beberapa bulan ke depan dolar Australia akan melemah akibat RBA mulai tidak nyaman dengan penguatan mata uangnya.
"RBA kemungkinan tidak akan nyaman lagi dengan penguatan dolar Australia akibat risiko yang ditimbulkan ke perekonomian," kata Jane Foley, ahli strategi mata uang senior di Rabobank, sebagaimana dilansir Poundsterlinglive.com.
Penguatan dolar Australia berarti harga produk ekspor akan menjadi semakin mahal, permintaannya berisiko menurun dan akan memukul perekonomian.
"Dalam kasus tersebut, dolar Australia berpotensi terkoreksi melawan dolar AS," kata Foley.
Ketika dolar Australia melemah melawan dolar AS, maka melawan rupiah juga kemungkinan akan melemah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Rupiah, Juara Asia Semester I-2020 Adalah Peso Filipina
