Meski Resesi, Dolar Singapura Menguat 1,29% Sepanjang Agustus

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
01 September 2020 12:29
Ilustrasi Penukaran Uang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Penukaran Uang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura kembali mencetak penguatan sepanjang bulan Agustus, melanjutkan kinerja positif di bulan sebelumnya. Mata uang Negeri Merlion ini juga mencapai level tertinggi dalam 4 bulan terakhir.

Melansir data Refinitiv, sepanjang bulan Agustus dolar Singapura menguat 1,29%, mengakhiri perdagangan di level Rp 10.701,16/SG$. Sementara di bulan Juli, penguatan tercatat sebesar 3,79%. Artinya dalam 2 bulan terakhir dolar Singapura menguat lebih dari 5%.

Dolar Singapura mampu terus menguat meski mengalami resesi, dengan kontraksi produk domestik bruto (PDB) yang parah. Kementerian Perdagangan Singapura pada 11 Agustus lalu melaporkan PDB mengalami kontraksi sebesar 42,9% quarter-to-quarter (QtQ) pada kuartal kedua II-2020. 

"Secara tahunan/year-on-year (YoY), ekonomi menyusut 13,2% pada kuartal yang berakhir 30 Juni," ujar Kementerian Perdagangan dikutip dari CNBC International. "Itu lebih buruk dari perkiraan sebelumnya yaitu kontraksi 12,6% dari tahun ke tahun."

Kontraksi PDB tersebut menjadi yang terburuk sepanjang sejarah Singapura.

Di kuartal I-2020 PDB Negeri Merlion minus 0,3% YoY sehingga sah mengalami resesi pertama sejak tahun 2008.

Perekonomian dikatakan mengalami resesi saat mengalami kontraksi (tumbuh negatif) selama 2 kuartal, beruntun secara YoY. Sementara jika minus 2 kuartal beruntun secara QtQ, dikatakan sebagai resesi teknikal.

Resesi memang tidak bisa dihindari, sebelum pandemi penyakit virus corona (Covid-19) melanda dunia, perekonomian Singapura juga sedang dalam tren menurun. Sebabnya, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China, yang membuat outlook ekonomi dunia suram.

Pandemi Covid-19 memperparah kondisi Singapura, guna meredam penyebaran virus yang berasal dari kota Wuhan China tersebut, kebijakan karantina wilayah atau yang disana disebut circuit breaker harus diterapkan.

Alhasil, aktivitas bisnis menurun drastis, bahkan bisa dibilang mati suri, kemerosotan ekonomi pun tak bisa dihindari.

Salah satu penyebab penguatan dolar Singapura adalah stimulus fiskal yang digelontorkan pemerintahnya, guna meredam penyebaran pandemi penyakit virus corona (Covid-19), serta membangkitkan lagi perekonomian yang mengalami resesi.

Pada 17 Agustus lalu, Menteri Keuangan Singapura Heng Swee Keat kemarin mengumumkan paket stimulus senilai SG$ 8 miliar (US$ 5,8 miliar) untuk dunia usaha dan pekerja. Stimulus tersebut akan ditunjukkan untuk melanjutkan subsidi gaji pekerja, membantu industri aviasi, serta sektor hospitality.
Dengan tambahan tersebut, jumlah stimulus yang digelontorkan Pemerintah Singapura mencapai SG$ 100 miliar.

Singapura berbeda dengan negara maju lainnya yang harus membiayai stimulus fiskal dengan berhutang, menaikkan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB).

Singapura mampu membiayai pengeluaran fiskal berkat surplus anggaran yang dimiliki selama bertahun-tahun.

"Kemampuan untuk menggunakan cadangan fiskal yang besar dari surplus anggaran selama bertahun-tahun jelas merupakan keuntungan bagi Singapura," kata Vishnu Varathan, kepada ekonom dan strategi di Mizuho Bank, sebagaimana dilansir Bloomberg News.

Selain itu, kebijakan ultra longgar bank sentral di dunia yang menyebabkan banjir likuiditas juga turut menguntungkan dolar Singapura. Sebab, arus modal banyak masuk ke Negeri Merlion.

"Sebagian dari likuiditas tersebut masuk ke Singapura, sebabnya yield obligasi pemerintah Singapura masih lebih tinggi ketimbang obligasi (Treasury) AS" kata Eugene Leow, ahli strategi suku bunga di DBS, sebagaimana dilansir Straits Times.

Sebelumnya, Bank investasi ternama, Morgan Stanley juga mengatakan Singapura sebagai tempat aman (safe place) di tengah ketidakpastian ekonomi saat ini.
"Kita bisa melihat inflow yang didukung oleh peningkatan persepsi Singapura sebagai safe place di saat terjadi ketidakpastian ekonomi dan politik regional," tulis analis Morgan Stanley, Wilson Ng dan Derek Chang, sebagaimana dilansir CNBC International, Senin (29/6/2020).

Aliran modal besar masuk ke Singapura di tahun ini, bahkan tren tersebut sudah terjadi sejak tahun lalu. Di bulan April deposito non-residence dilaporkan meningkat 44% year-on-year (YoY) menjadi SG$62,14 miliar, yang merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular