Awal Pekan, Kurs Dolar Singapura Tumbang ke Bawah Rp 10.700

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
31 August 2020 13:58
Ilustrasi Penukaran Uang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Penukaran Uang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura melemah melawan rupiah pada perdagangan Senin (31/8/2020), hingga ke bawah Rp 10,700/SG$. Rupiah sedang bertenaga hari ini, di sisi lain sepanjang pekan lalu data yang dirilis dari Singapura menunjukkan perekonomian yang belum bangkit dari resesi akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19).

Melansir data Refinitiv, dolar Singapura pagi tadi sempat merosot hingga 0,8% ke Rp 10.671,97/SG$, sebelum diperdagangkan di Rp 10.691,96/SG$ atau melemah 0,62% pada pukul 13:13 WIB di pasar spot.

Sentimen pelaku pasar global yang sedang membaik membuat rupiah perkasa. Membaiknya sentimen pelaku pasar tercermin dari penguatan bursa saham utama Asia hari ini.

Pemicunya, Bursa saham Amerika Serikat (AS) Wall Street sedang "hot". Indeks S&P 500 dan Nasdaq berkali-kali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa.

Pada perdagangan Jumat waktu AS, Wall Street kembali menghijau, indeks Dow Jones bahkan kembali positif secara year-to-date. Dow Jones akhirnya membukukan penguatan 4 pekan beruntun, sementara S&P 500 dan Nasdaq yang mencetak rekor membukukan penguatan 5 pekan beruntun. 

Selain itu pagi tadi, Credit Default Swap (CDS) tenor lima tahun untuk obligasi pemerintah Indonesia berdenominasi dolar AS berada di 98,11 basis poin (bps). Ini menjadi yang terendah sejak 5 Maret.

Penurunan CDS menandakan pelaku pasar meyakini bahwa risiko gagal bayar alias default semakin kecil. Artinya, pelaku pasar yakin terhadap pemulihan ekonomi Indonesia.

Sementara itu dari Singapura, pada hari Senin (24/8/2020) bank sentral Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) melaporkan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang kembali menunjukkan deflasi. IHK inti dilaporkan -0,4% year-on-year (YoY) di bulan Juli, dari bulan sebelumnya -0,2% YoY. Level tersebut merupakan yang terendah sejak Januari 2020 ketika -0,5% YoY.

Rilis tersebut lebih buruk dari konsensus di Trading Economics sebesar -0,3%, dan hingga bulan Juli, IHK inti sudah negatif dalam bulan beruntun.
Deflasi yang paling parah dalam 1 dekade terakhir tersebut terjadi akibat penurunan tajam biaya listrik dan gas, serta makanan yang belum dimasak.

IHK secara keseluruhan juga dilaporkan -0,4% YoY, dan sudah deflasi dalam 4 bulan beruntun.

IHK yang masih terus menurun memberikan gambaran roda perekonomian masih berputar dengan lambat di Negeri Merlion, sehingga pemulihan ekonomi dari resesi akibat pandemi Covid-19 kemungkinan akan berlangsung lama.

Dua hari berselang, produksi industri Singapura dilaporkan merosot 8,4% YoY di bulan Juli, lebih tajam dari bulan sebelumnya 6,5% YoY, juga lebih buruk dari konsensus Trading Economics -5,7%.

Jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya atau secara month-on-month (MoM), produksi industri mampu tumbuh 1,6%, tetapi masih jauh lebih rendah dari konsensus 6% MoM di Trading Economics.

Terbaru pada Jumat (28/8/2020) indeks harga produsen dilaporkan -8,5% YoY di bulan Juli, menandai deflasi dari sisi produsen dalam 6 bulan beruntun. Padahal di bulan Januari, untuk pertama kalinya indeks harga produsen positif (0,6%) setelah negatif dalam 8 bulan beruntun.

Selain itu import price dilaporkan -7,5% YoY dan export price -7% YoY.

Serangkaian data dari Singapura belum menunjukkan pemulihan yang berarti dari resesi akibat pandemi Covid-19. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kurs Dolar Singapura Tembus Rp 11.500, Termahal dalam Sejarah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular